ilustrasi |
AKHIRNYA
pemenang nobel perdamaian tahun 2017 telah diumumkan di Oslo, Norwegia,
kemarin. Pemenangnya adalah kelompok International Campaign for Abolish Nuclear
Weapons, atau kerap disebut ICAN. Dalam situs resminya, ICAN dideskripsikan
sebagai koalisi kelompok akar rumput non-pemerintah di lebih dari 100 negara.
Gerakan ini dimulai di Australia dan resmi diluncurkan di Wina pada 2007.
Sejak
hadiah nobel pertama dianugerahkan pada tahun 1901 kepada Henry Dunant (bapak
Palang Merah Internasional), belum ada satupun putra Indonesia yang berhasil
meraih penghargaan bergengsi di bidang perdamaian itu. Akan tetapi, sepertinya
penantian itu bisa segera berakhir pada tahun-tahun mendatang. Saat ini,
lobi-lobi dan kampanye ke arah Nobel mulai digelar. Kandidat paling kuat yang
dianggap memenuhi syarat saat ini adalah Muhammad Jusuf Kalla, yang kini
menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Jalan
ke arah Nobel perdamaian itu sedang dirintis. Di satu grup percakapan whatsapp,
informasi tentang ini santer terdengar. Rupanya, lobi-lobi untuk mengantarkan
Jusuf Kalla (JK) ke penghargaan bergengsi itu telah digelar. Dalam beberapa
kesempatan, nama JK telah diajukan sebagai salah satu kandidat. Dilihat dari
banyak segi, JK adalah orang tepat untuk menerima penghargaan itu. Boleh jadi,
dialah orang Indonesia pertama yang paling memenuhi seluruh kriteria untuk
menerima nobel perdamaian.
Jika
dirunut sejarah, sejak tahun 2016 lalu, salah satu putra Indonesia yakni
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah dinominasikan untuk meraih nobel.
Sayang, penghargaan itu tidak sempat diraih. Presiden SBY dianggap punya
kontribusi pada perdamaian Aceh. Menurut satu rumber informasi, pihak Komite
Nobel menurunkan tim periset ke Indonesia, yang kemudian membawa informasi
bahwa aktor utama di balik perdamaian itu adalah Kalla’s Men, sebutan bagi
orang-orang di bawah kendali JK.
Gaung
untuk menaikkan kembali nama JK kian bergema nyaring di tahun 2017 ini. Di
bulan Maret 2017, JK menerima penganugerahan gelar doktor honoris causa dari
salah satu kampus di Thailand yakni Rajamangla University of Technology of Isan
(RMUTI). Pihak kampus melihat pencapaian JK yang penting dalam mendorong
perdamaian di beberapa wilayah Indonesia, yakni Ambon, Poso, dan Aceh.
Sebelumnya, di tahun 2015, JK juga mendapatkan gelar yang sama atas perannya
mendorong perdamaian dari Universitas Syah Kuala, Aceh.
Nama
JK juga kian nyaring bergema saat kunjungan International Peace Foundation
(IPF), lembaga yang punya nama mentereng di ranah perdamaian. Dalam dialog
bertajuk Asean Bridges-Dialogues Towards a Culture of Peace, nama JK dibahas.
IPF dikenal sebagai lembaga yang sering menominasikan para peraih nobel bidang
perdamaian. Lembaga ini juga kerap memfasilitasi para peraih nobel perdamaian
untuk menebar virus perdamaian ke seluruh dunia.
Saat
menyinggung kontribusi JK, Chairman IPF, Uwe Morawtz sempat bertanya lalu
memberikan pernyataan, “"Ada kampanye untuk dia? Tidak? Mungkin tidak di
masa lalu, tapi mungkin kami akan mempertimbangkan dukungan di masa
depan," katanya. Sinyalemen Uwe menjadi penting sebab menunjukkan dukungan
lembaganya untuk pencalonan JK.
Meski
begitu, Uwe mengaku, IPF bukan salah satu pihak yang memiliki wewenang penuh
untuk menentukan peraih nobel. Lembaganya hanya mengusulkan. Ia mengakui telah
lama memendam kagum atas jejak-jejak JK di ranah penyelesaian konflik dan
perdamaian.
Uwe
mengenal Kalla sebagai seorang juru perdamaian. Kalla, kata dia, telah banyak
menyelesaikan konflik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti
Ambon, Poso, dan Aceh. "Tak hanya di beberapa daerah di Indonesia, tapi
juga di negara lain seperti Thailand," katanya, sebagaimana dikutip Metrotvnews.com.
JK
juga kerap diminta pikirannya untuk membantu mengatasi berbagai konflik.
Terakhir, ia diminta masukan oleh tim PBB di bawah Kofi Anan terkait Rohingya.
Bagi JK, konfik Rohingya bisa diatasi, sepanjang ada pemetaan yang jelas atas
aktor-aktor pemicu konflik. Jika banyak pihak yang terlibat di sana, maka
penyelesaiannya akan butuh waktu panjang. Kondisi ini beda jauh dengan Aceh
yang hanya mengenal satu kelompok dan pimpinannya jelas.
JK
juga diminta masukannya oleh banyak negara, seperti Spanyol, Perancis, hingga
Somalia. Bahkan Presiden Somalia meminta JK sebagai pihak yang mendamaikan
konflik etnik di sana. Sayangnya, JK tidak punya waktu panjang untuk itu sebab
tengah menjalankan tugas sebagai wakil presiden.
Jika
semua syarat terpenuhi, maka yang dibutuhkan adalah kampanye massif untuk
mendorong nama JK. Kalaupun tahun ini penghargaan itu gagal direbut, maka tahun
depan, mimpi untuk melihat putra Indonesia meraih nobel harus segera terwujud.
Pertanyaannya, apakah rakyat Indonesia mau untuk mendukung putra bangsanya
meraih penghargaan bergengsi itu, ataukah malah tidak rela hanya karena
perbedaan pandangan faksi politik?
Kekuatan
JK
Seorang
teman yang studi di Brandeis University di Boston kerap bercerita bagaimana
nama JK disebut dalam beberapa kuliah tentang perdamaian. Pendekatan JK untuk
menbatasi konflik terbilang unik dan baru. JK tidak pernah menggunakan satu
resep untuk mengatasi konflik. Ia berpikir kontekstual dan selalu melihat
banyak aspek yag khas di satu wilayah, sebelum merumuskan solusi. Ia menekankan
pada dialog-dialog yang membebaskan.
Biarpun
JK adalah bagian dari negara, ia justru mengupayakan perdamaian dari tepian, di
luar sisi diplomasi resmi. Ia bekerja di luar struktur negara, yang seringkali
dianggap oleh banyak pihak sebagai bukan kewenangannya. Justru, melalui upaya
di luar struktur negara itu, ia sukses menghampar karpet merahperdamaian. Bagi
JK, kemanusiaan adalah kata pertama yang harus dikedepankan dan menautkan semua
kepentingan. Ia tak ingin terkotak-kotak oleh perbedaan suku, agama, dan
golongan.
Di
Ambon, pendekatan JK dianggap tak biasa karena ia menolak tindakan pemerintah
yang hanya menurunkan brimob dan tentara untuk mengatasi konflik. JK menolak
jika konflik Ambon diselesaikan ala koboi yakni saling hajar dengan pistol di
tangan. Ia menolak operasi militer yang kemudian menempatkan seseorang pada
posisi jagoan karena membunuh banyak orang. Ia dengan berani menghardik seorang
pimpinan Laskar Jihad yang ingin berperang. Bagi JK, perang hanya akan membuat
susah semua pihak.
Di
Poso, ia mempertemukan dua kelompok bertikai yakni kelompok Islam dan kelimpok
Kristen. Mereka dipertemukan agar terjadi dialog."Kalau ingin
menyelesaikan konflik ini rumusnya sederhana, harus tahu apa penyebabnya. Dan
semua upaya damai hanya satu rumusnya; lakukan dialog dan kompromi. Jadi harus
cari titik temunya sehingga damai dapat diterima kedua belah pihak."
JK
melihat konflik disebabkan oleh tiga hal. Pertama, ideologi seperti PKI dan
DI/TII. Kedua, ketidak adilan ekonomi. Itu bisa dilihat pada beberapa gerakan
perlawanan di antaranya Permesta dan GAM. Ketiga, adanya sejarah ingin merdeka.
“Tidak ada platform yang sama karena semua tergantung akar masalahnya, latar
belakang serta perkembangannya," katanya apda satu kesempatan.
Hal
penting, kata JK, kita harus mengenali siapa saja yang berkonflik dan apa
keinginannya. Jika konflik yang terjadi adalah konflik vertikal, maka
penyelesaiannya melalui rekonsiliasi dan bentuk pemberian amnesti dan
rehabilitasi. Dalam semua negosiasi, yang harus dijaga dalah harga diri
(dignity) lawan. Sebab orang akan mudah tersinggung dan mengayunkan kapak
peperangan saat harga dirinya tersakiti. Harga diri lawan tersebut harus terus
dijaga pada semua tahapan perundingan.
"Kalau
mau damai, cari lawan yang paling keras lebih dahulu, karena kalau sudah bisa
tundukkan yang keras, nanti gampang tundukkan yang lembut," katanya saat
kuliah umum di ITB, beberapa waktu lalu. Namun untuk mencari lawan yang paling
keras harus dilakukan pertemuan-pertemuan informal (lobi-lobi) lebih dahulu.
“Kalau perlu 50 persen persoalan sudah selesai pada pertemuan informal, baru
setelah itu masuk ke tahap formal. Pertemuan informal juga harus digunakan
untuk mencari siapa pemimpin utamanya, siapa panglima perangnya, siapa lawan
yang paling keras. “
Kata
JK, perundingan harus benar-benar netral dan adil. "Jika datang ke
kelompok Kristen, maka ia harus juga datang ke kelompok Islam. Jika datang ke
mesjid satu hari, maka harus datang ke gereja juga satu hari," ujarnya.
Selain itu, tambah Wapres, penengah juga tidak boleh takut kepada mereka.
"Jadi jangan pernah tampakkan rasa takut pada mereka. Kasih tahu pada
mereka bahwa kita tidak takut, kita datangi kedua belah pihak tanpa
pengawalan," kata JK.
Saat
menyelesaikan kasus Poso, ia datang ke Tentena (wilayah Kriten), namun dengan
mengajak seorang anggota Polisi Simatupang yang beragama Kristen. Alasannya,
supaya kalau ada orang Kristen, maka Simatupang yang diminta berada di depan.
Namun jika di kelompok Islam, maka ia sendiri yang akan ada di depan. Dan
kiat-kiat seperti itu pula yang ia gunakan untuk menyelesaikan perundingan
damai dengan GAM.
Untuk
penyelesaian dengan GAM, ia sengaja mencari tim perunding yang bukan berasal
dari suku Jawa. Karena GAM sangat memiliki trauma dengan suku tersebut.
"Saat saya ketemu Malik Mahmoud, saya katakan mungkin Indonesia tidak akan
kalahkan GAM, tapi Indonesia siap berperang 100 tahun. Tapi juga mungkin GAM
tak bisa kalahkan Indonesia, karena kekuatan GAM hanya 5.000, sementara
Indonesia satu juta. Kalau Indonesia siap berperang 100 tahun, maka yang
menjadi korban orang Aceh karena tempat perang di Aceh," katanya mengungkapkan
kiatnya menundukkan Malik Mahmoud agar bersedia berunding.
Dari
situlah, dilakukan perundingan-perundingan secara marathon. Dan semua tahapan
perundingan ia selalu menerapkan kiat-kiat yang sama yakni cara lawan yang
keras, jaga kehormatan dan harga diri lawan (dignity), jaga kepercayaan, serta
cari titik temu untuk mencapai perdamaian yang bisa diterima kedua belah pihak.
***
SAYA
membayangkan, di acara panggung bergengsi pemberian hadiah nobel perdamaian
tahun 2018, nama Jusuf Kalla disebut. Saya bayangkan betapa solusi orisinil
khas Indonesia akan semakin bergema di dunia luar. Bahwa Indonesia adalah
negeri yang diamuk api konflik, namun dipadamkan oleh anak-anak bangsa yang
cinta perdamaian. Bahwa inspirasi perdamaian tumbuh dari bumi Indonesia, yang
kelak akan dituturkan sebagai narasi perdamaian pada segenap anak cucu.
Semoga
perdamaian menjadi ciri yang melekat pada bangsa ini. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar