Operasi Penyelamatan Setya Novanto

Setya Novanto bertemu Presiden Soeharto

FOTO itu akhirnya beredar juga. Setya Novanto terbaring di ranjang rumah sakit, disertai alat bantu yang menjaga detak jantungnya tetap normal. Mata Novanto terpejam. Ia nampak pucat seakan-akan kehilangan energi. Di sisinya, seorang perempuan berdiri demi menjaganya. Tidak jelas siapa yang pertama kali mengedarkan foto itu.

Sekilas, foto itu mengabarkan kondisi terakhir Novanto yang tengah kritis. Namun mereka yang jeli bisa segera melihat pesan di foto itu. Banyak netizen yang justru melihatnya negatif. Padahal pesan foto itu sederhana. Novanto hendak mengulur waktu pemeriksaan. Dengan mengulur waktu, ia punya kesempatan untuk mengeluarkan kartu demi kartu terakhir yang dimilikinya. Namun bisakah ia berkelit dalam waktu yang kian sempit?

Perumpamaan paling tepat bagi Novanto adalah telur di ujung tanduk. Ia berada di atas tebing yang amat curam. Tak ada pilihan baginya selain jatuh dan terguling ke bawah. Tapi foto itu mengisyaratan satu hal penting, yakni Novanto tak sedang diam. Foto itu dibuat untuk mengaburkan perhatian publik agar ikut dalam desas-desus panjang tentang polemik kesehatannya, dan di saat bersamaan, ia lebih leluasa untuk memainkan sejumlah tindakan di balik layar. Seberapa kritis Novanto? Mari kita lihat bersama.

Di internal Golkar, ia mulai digoyang. Yorrys Raweyai, atas nama Tim Kajian Elektabilitas bekerja sama dengan Koordinator Bidang Kajian Strategis dan Sumber Daya Manusia Partai Golkar, Letjen TNI (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus, telah memaparkan hasil survei tentang elektabilitas Partai Golkar yang menurun. Dalam paparan tersebut dijelaskan, elektabilitas partai menurun karena citra partai yang buruk. Permintaan mereka tegas. Novanto harus nonaktif.

Yorrys dikenal sebagai salah satu kader Golkar yang loyal kepada Novanto. Tindakan Yorrys tak bisa dibaca sebagai serangan pada Novanto. Ia hanya menjalankan satu skenario untuk membuat diskusi tentang Novanto ngambang. Bukan berarti partai abai pada ketua umumnya, tapi partai merespon suara-suara sumbang di luaran, termasuk dari sejumlah elite politik, yang ingin menyingkirkan Novanto. Suara berbeda penting untuk mengetahui siapa yang loyal dan siapa yang tidak loyal.

Gayung seakan bersambut. Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono membantah Yorrys. Agung juga membantah isu yang menyebutkan DPP meminta Novanto untuk mundur. Agung mengingatkan jajaran DPP Partai Golkar untuk lebih berhati-hati memberikan pernyataan terkait kondisi partai. Rekomendasi Tim Kajian Elektabilitas, kata dia, seolah-olah sudah menjadi keputusan DPP Partai Golkar.

Dari sumber internal partai berlambang beringin itu, berhembus kabar, Novanto masih memegang penuh kendali partai. Ia tak mungkin melepas kendali sebab “hidup-matinya” akan ditentukan oleh sejauh mana dukungan politik yang diterimanya. Kalau dirinya diturunkan dari posisi ketua umum, bisa kiamat baginya. Kalaupun skenario itu terjadi, maka dia harus bisa menaikkan seorang loyalisnya di posisi itu. Ini harga mati yang sedang dipegangnya.

Sebagai politisi senior, Novanto sudah banyak makan asam-garam dunia politik. Sebagai the man behind the gun, ia adalah master di belakang layar dan menjadi pengendali semua pergerakan. Tapi apa daya, hasrat untuk tampil di hadapan publik demi apa yang disebut Abraham Maslow sebagai aktualisasi telah membawanya untuk tampil ke depan. Ia lalu menjadi sorotan layar dan blitz kamera para jurnalis. Ia mesti siap menghadapi sejumlah orang yang menguntit langkahnya dan menebar paku dan duri di situ.

Sejarah hidupnya penuh lika-liku. Sejak masa Orde Baru, ia telah eksis dan menjadi panitia penulisan buku Manajemen Presiden Soeharto. Sejatinya, ia bukan tipe intelektual. Ia pebisnis tulen. Akan tetapi ia bisa saja memaksimalkan banyak sumberdaya manusia demi  merapat ke kekuasaan. Melalui buku, ia menembus lingkaran Soeharto dan mendapat tempat khusus yang kemudian melapangkan jalan bisnisnya.

Hingga berbagai rezim berganti, ia tetap eksis. Yang dilakukannya adalah memaksimalkan kerja-kerja jejaring untuk mencapai profit semaksimal mungkin. Dalam dunia politik, uang tak mengenal tuan. Kata seorang politisi, ia mudah menggelontorkan uang ke mana-mana, menjaga kekuatan jaringannya, lalu mengubah semua lawan menjadi sekutu yang akan melindunginya. Ia sukses di bidang bisnis, lalu menggunakan finansial sebagai benteng untuk membangun kekuatan.

Dalam situasi seperti saat ini, apakah gerangan kartu yang akan dimainkannya dalam ruang politik yang kian sempit? Jika kita menjadi Novanto, apakah operasi penyelamatan yang paling bisa dilakukan untuk keluar hidup-hidup dari persoalan berat yang tengah membelitnya?

Pertama, pastikan partai tetap dalam genggaman. Jika arus penonaktifan dirinya semakin deras, ia harus memastikan siapapun ketua umum Golkar harus loyalis dan setia pada dirinya. Ia harus membangun lingkar inti.

Dalam politik, lingkar inti sangat penting untuk menjadi benteng bagi seseorang sebagai tempat berlindung, sekaligus mengumpulkan amunisi lalu diterapkan dalam strategi menyerang lalu bertahan. Dirinya pasti akan mendapatkan banyak masukan dari sahabat-sahabatnya ahli hukum, serta para prajurit lapangan dan media massa yang akan melancarkan counter attack secara simultan dengan berbagai strategi.

Salah satu yang akan direkomendasikan dari lingkar inti itu adalah ia mesti mengenali sejumlah tokoh kunci yang bisa mempengaruhi bangunan politik. Ia tahu betul tentang kultur politik kita yang patron-client.

Kedua, beberapa politisi akan disiapkan untuk berperan sebagai counter attack sembari terus melakukan kampanye negatif terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di zaman SBY, peran-peran sebagai penggempur ini sukses dimainkan oleh Ruhut Sitompul. Di barisan Novanto, peran-peran itu akan diperankan oleh duet parlemen Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Kedua sosok ini akan mengamankan posisi Novanto di parlemen. Novanto dan Fadli adalah sesama orang dekat Donald Trump. Sedangkan Fahri Hamzah dibiarkan terus memainkan perannya untuk menggerogoti KPK secara wacana.

Duet Fadli Zon dan Fahri Hamzah sejauh ini sukses memorak-porandakan barisan para penggempur. Fadli bergerak di dalam parlemen, tampil di televisi, memaksimalkan lobi untuk mempertahankan Novanto, juga memastikan kelompok oposisi akan membiarkan langkah gerak Novanto. Sedangkan Fahri akan terus memainkan kartu serangan pada KPK, dengan backup dari panitia khusus angket KPK yang beberapa tokohnya adalah Misbakhun dan Masinton Pasaribu.

Novanto juga mesti menyiapkan backup dari sejumlah akademisi loyalisnya yang akan tampil di televisi demi mengeluarkan opini ‘seolah-olah cerdas dan bijak’, namun sesungguhnya telah dikendalikan semua arah pembicaraan. Lagi-lagi, yang diharapkan adalah dukungan publik yang akan terbelah dan memberikan dukungan. Tentu saja, semua media memiliki daftar para intelektual yang analisisnya bisa diisi dan dikendalikan.

Ketiga, kendalikan opini media. Sebagaimana dikatakan Hitler, kebenaran adalah kebohongan yang dikalikan seribu. Artinya, gunakan media massa untuk selalu menggemakan kebenaran versinya. Rebut perhatian netizen melalui foto, meme, tentang dirinya. Buat semua orang gelisah dan kasak-kusuk, memperdebatkan dirinya, dan di saat bersamaan ia bisa melancarkan operasi senyap untuk penyelamatan. Maksimalkan kerja-kerja spin doctors untuk mengemas informasi demi memenuhi kebutuhannya.




Yang juga diperlukan adalah tim analis media yang selalu memberikan report tentang kecenderungan diskursus liputan media. Ketika liputan itu selalu memojokkan, maka dicarilah newspeg atau cantolan isu yang menyanggahnya. Ia akan melakukan media monitoring demi melihat ke mana isu berhembus, sembari melakukan buying time atau mengulur waktu agar lobi bisa dimaksimalkan.

Keempat, bangkitkan cyber army untuk membalas semua komentar di media sosial. Sejauh ini, langkah Novanto cukup efektif saat Twitter justru bersih dari pembenci Novanto. Nyaris belum ada yang mengeluarkan kultwit tentangnya, yang menyebar luas. Lingkar inti akan menyuplai informasi ke sejumlah jenderal pasukan media sosial yang kemudian membuat postingan di berbagai kanal social media. Rekrut para pembuat meme, opinion leader di media sosial yang lalu mengeluarkan berbagai jurus postingan untuk menggempur semua warga media sosial yang kerap berkicau dengan status.

Kelima, gunakan operasi senyap untuk melobi sejumlah politisi. Langkah terakhir yang akan dilakukan setelah semua strategi itu ditempuh adalah membawa amunisi itu ke hadapan pemerintah, dalam hal ini presiden. Tawarkan konsesi yang menguntungkan. Kalau iming-iming tidak efektif, keluarkan senjata terakhir yakni dukungan penuh dari partai kuning. Ungkapkan bahwa partai kuning telah menjadi garda terdepan untuk mengawal pemerintah.

Tentunya, sosok paling penting yang harus ditemuinya adalah Presiden Joko Widodo. Hanya saja, sebelum menemui presiden, ia akan menyisir sejumlah pihak lain yang juga punya pengaruh. Ia akan roadshow ke Megawati, Surya Paloh, Prabowo Subianto, hingga tokoh-tokoh organisasi berbasis agama. Dalam politik, perselisihan hanya nampak di layar kaca dan para pendukung fanatik yang saling ejek. Di aras ril politik, semua kepentingan bertemu, dan selalu ada harga dari setiap negosiasi.

Sejak kasus “Papa Minta Saham”, nama Novanto telah lama menjadi garansi bagi pemerintah. Ada dugaan kalau kasusnya lama ter-pending karena dukungan dan backup yang diberikannya secara penuh kepada pemerintah. Novanto sukses mengubah haluan Golkar yang tadinya masuk dalam koalisi oposisi, menjadi pendukung setia semua kebijakan pemerintah. Proposalnya harus diisi dengan sederet prestasi, capaian, dan dukungan pada pemerintah. Kalau perlu, ia garansikan

Ia juga harus meyakinkan PDIP untuk mendukungnya. Dalam politik yang serba pragmatis, kepentingan Novanto dan PDIP bisa bertaut di banyak titik. Novanto butuh operasi penyelamatan, sementara PDIP juga butuh garansi dari banyak pihak agar agenda politiknya, termasuk memenangkan banyak pilkada, pemilu dan pilpres tetap mulus, sesuai rencana di atas kertas.

***

LAGI-lagi, ini hanya diskusi tentang apa yang akan dilakukan jika sekiranya saya dalam posisi Novanto. Ini hanya penghampiran. Politik kita tertutup kelambu sehingga dinamika dan pergumulan di dalamnya sepi dari pantauan publik. Yang dilihat publik adalah liputan media massa, yang sebenarnya telah mengalami sensor, pengaturan, serta telah dikendalikan demi menguasai opini dan persepsi.

Yang terjadi sesungguhnya adalah dihamparkannya adu strategi dan taktik yang senyap, tak banyak diketahui, serta melibatkan permainan politik tingkat tinggi yang hanya diketahui segelintir orang. Setya Novanto mengharuskan dirinya untuk membuat kompromi paling maksimal demi lolos dari persoalan yang wacananya kian membesar dan mulai menikamnya perlahan-lahan.

Sosok paling penting yang harus ditaklukannya adalah Presiden Joko Widodo. Sejauh ini, ia sukses menjadi abdi yang setia dan mengikuti semua kebijakan pmerintah. Menghadapi kasusnya yang makin menghimpit, ia tak punya jalan lain selalu bersimpuh di hadapan pemerintah dan menawarkan semua konsesi apapun demi satu kalimat dukungan.

Pada sisi lain, pemerintahan Joko Widodo tengah menghadapi sorot mata dan ujian publik. Jika dirinya menjalankan agenda pemberantasan korupsi, tak bisa tidak, pelampung Novanto harus dilepas. Novanto harus dibiarkan megap-megap dan menggapai-gapai bantuan lain. Namun jika pemerintahan ini ingin terus bertahan dan melenggang kangkung ke periode kedua, Novanto harus diselamatkan. Meskipun langkah itu akan menciderai KPK, bintang terang dalam pemberantasan korupsi.

Dalam segala dilema itu, pasukan pendukung Ketua DPR itu mengeluarkan foto Novanto yang tengah tergolek dengan masker serupa yang dikenakan seorang musuh dalam film Batman. Apakah ia bisa keluar dari situasi sulit ini? Jawabannya akan segera tersaji di hadapan publik. Namun sepertinya, bukan dalam waktu dekat. Kita lihat saja.





1 komentar:

Imron Fhatoni mengatakan...

Dan benar. Setnov dimenangkan oleh hakim. Mungkin ia mengikuti salah satu operasi yang bang yusran sarankan hihi

Posting Komentar