Jared Diamond, Pangan, dan Peradaban



BUTUH dua hari untuk menuntaskan buku berjudul Guns, Germs, and Steel, yang ditulis Professor Jared Diamond, pengajar di University of California, Los Angeles (UCLA). Mulanya, saya seolah membaca buku sejarah tentang perkembangan masyarakat. Selanjutnya, saya tahu bahwa buku ini bukan sekadar sejarah. Yang saya temukan adalah kekuatan-kekuatan yang menyangga sejarah, yakni faktor geografis dan lingkungan sebagai cikal-bakal lahirnya peradaban dan kebudayaan.

Buku ini menyajikan petualangan menyusuri argumentasi tentang lingkungan yang lalu membentuk budaya. Yang hendak dijawab adalah mengapa ada bangsa yang begitu cepat mencipta sains dan teknologi, sehingga mengalami kemajuan, sedangkan bangsa lain justru terbelakang. Mengapa ada yang unggul lalu datang dan menjajah, dan ada bangsa yang justru diam di tempat sehingga mudah dicaplok. Apakah ini faktor budaya ataukah lingkungan yang lalu membentuk budaya?

Semuanya dimulai dari pangan dan ternak. Hah?

***

SUATU hari di tahun 1972, Jared Diamond melakukan riset di Papua New Guinea. Sebagai ahli biologi yang datang untuk meneliti burung, ia menjalin relasi dengan warga suku-suku di daerah itu. Ia menjalin persahabatan dengan seseorang bernama Yali, yang lalu mengantarnya ke banyak tempat.

Di sepanjang perjalanan itu, Yali terus bertanya banyak hal. Mulai dari burung-burung yang diteliti, sejarah penyebaran burung, hingga muncul pertanyaan yang lebih kompleks, misalnya siapa nenek moyang orang Papua, dan bagaimana orang-orang berkulit putih datang ke wilayah itu untuk menjajah dan mengambil barang berharga.

Pembicaraan semakin menarik saat membahas nenek moyang orang Papua. Pernah ada masa ketika orang Papua dan orang barat sama-sama hidup di zaman batu. Namun setelah itu, orang barat memasuki zaman logam lalu mencipta banyak perkakas lalu melahirkan banyak kemajuan bagi peradaban. Sementara, banyak orang Papua yang masih hidup di zaman batu. Suatu hari, Yali mengajukan pertanyaan menohok:

“Mengapa kalian orang kulit putih membuat begitu banyak barang berharga dan membawanya ke Papua, tapi kami orang kulit hitam memiliki begitu sedikit barang berharga itu sendiri?

Pertanyaan itu sedemikian membekas di hati Jared Diamond. Sebagai seorang biolog, ia belum bisa menyajikan satu jawaban yang akurat. Belakangan, ia tahu kalau para sejarawan pun masih berselisih pendapat tentang jawaban pertanyaan itu. Sebagai ilmuwan, ia lalu mengumpulkan bahan-bahan lalu mempelajarinya. Akhirnya, 25 tahun berikutnya, ia lalu melahirkan buku Guns, Germs, and Steel yang diniatkan sebagai jawaban atas pertanyaan Yali. Entah, apakah Yali masih ada dan bisa menyimak jawaban atas pertanyaan itu. Akan tetapi, jawaban yang diberikan Jared kaya dengan analisis lingkungan serta berbagai fakta yang menopang argumentasinya. Ia menyajikan gagasan tentang bagaimana perbedaan geografi bisa mempengaruhi jalannya sejarah berbagai suku bangsa.

Faktor penting yang menentukan kemajuan satu bangsa adalah pertanian. Pada mulanya, semua suku bangsa memiliki tradisi berburu dan mengumpulkan (hunting and gathering). Akan tetapi pekerjaan ini banyak menyebabkan kematian, serta kelelahan. Manusia mesti mencari cara lain untuk bertahan. Mulailah muncul era pertanian. Manusia lalu berusaha untuk menanam jenis tanaman tertentu, lalu memanennya, untuk kemudian disimpan sebagai persiapan menghadapi musim paceklik.

Masyarakat yang menghasilkan pangan yang berlebih, memiliki waktu untuk mengembangkan populasi. Pada masyarakat berburu, populasi berkembang lambat, tapi pada masyarakat pertanian, populasi bisa lebih banyak, sebab manusia punya kelebihan waktu untuk mengumpulkan makanan. Selanjutnya, kelebihan pangan akan dijual ke masyarakat lain sehingga era perdagangan dimulai. Pasar lalu dibuka di mana-mana. Ketika organisasi sosial semakin kompleks, maka dibutuhkan satu pengaturan masyarakat. Struktur sosial terbentuk. Era pembagian kerja dimulai, suatu halyang tak ada pada masyarakat yang masih memiliki tradisi “hunting and gathering.” Selanjutnya, tercipta banyak perkakas, yang bahan bakunya adalah steel (baja), yang lalu diolah menjadi senjata. Saat orang Cina mengembangkan mesiu, maka paduan antara mesiu dan baja ini melahirkan guns (senjata). Dimulailah abad eksplorasi ke dunia baru oleh orang Eropa di Asia dan Amerika.

Pertanyaannya kemudian, mengapa saat Columbus berlayar ke amerika di tahun 1492, ia tidak menemukan masyarakat yang selevel dengan Portugal yang membiayai ekspedisinya ke dunia baru? Mungkin jawabannya adalah muncunya kelas kapitalis, yang memiliki semangat ilmiah, serta daya nalar yang lalu menggerakkan teknologi, ide kemajuan, serta struktur sosial. Namun jawabannya tidaklah sesederhana itu. Bisa pula kita mengajukan pertanyaan lain. Mengapa setiap bangsa menempuh trajektori yang berbeda? Apa yang menjelaskan perbedaan itu?

Kata Jared Diamond, jawabannya adalah geografi.

Kita mungkin agak aneh dengan jawabannya. Selama ini, sejarah kita berisikan kisah tentang manusia-manusia besar yang melakukan penaklukan. Mulai dari kisah Alexander the Great, Julius Caesar, hingga Sultan Saladin. Mereka adalah manusia-manusia besar yang lahir dari rahim sejarah. Berbeda dengan kisah-kisah manusia, Jared Diamond memaparkan argumentasi tentang faktor geografi, yang lalu mempengaruhi lingkungan, hingga akhirnya mempengaruhi kebudayaan. Baginya, manusia-manusia besar itu lahir dari satu masyarakat yang lebih kompleks sehingga memiliki sains dan teknologi yang berkembang lebih pesat dari masyarakat lainnya.

Yang membuat saya terdiam adalah pernyataan bahwa masyarakat yang mengalami kemajuan pesat bukanlah masyarakat yang berlimpah hasil alam, melainkan manusia-manusia yang berhadapan dengan alam yang tak menyediakan banyak pangan. Sebab pada saat itu, manusia lalu mengembangkan pengetahuan untuk menjamin ketersediaan pangan, sehingga melahirkan teknologi pertanian. Setelah itu, manusia lalu berusaha untuk mendomestikasi hewan, lalu menggunakannya untuk membantu kegiatan manusia. Pengetahuan inilah yang membawa kemajuan di bidang lain.

Namun harus dicatat, kemampuan mendomestikasi hewan ini awalnya mendatangkan banyak germs (kuman) penyakit. Germs merupakan kuman pembunuh manusia paling ganas dari zaman dulu. Sebut saja cacar, kolera, disentri, tipus, malaria, dan lain-lain. Pada abad ke-14, Eropa pernah terserang penyakit the black death yang diperkirakan membunuh warga hingga 200 juta orang. Penyebabnya kuman Xenopsylla Cheopis. Ini mempengaruhi perubahan sosiologi masyarakat, berupa berkurangnya kepercyaan pada gereja, hingga individualisme. Mereka yang bertahan adalah mereka yang bisa mengembangkan kekebalan atas kuman. Saat orang Eropa mengeksplorasi Amerika, Asia, dan Afrika, mereka lalu membawa berbagai binatang yakni kuda, ayam, tikus, itik, dan lain-lain. Kembali kuman lalu menyebar. Korbannya lebih banyak dari 200 juta orang Eropa yang tewas pada abad ke-14.

Jujur, saya sendiri tak begitu percaya dengan faktor geografis ini. Di kalangan mereka yang mengkaji budaya, pastilah akan meragukan ‘geographic determinism’ ini. Hanya saja, saya mengakui bahwa kondisi-kondisi lingkungan harusnya bisa menjelaskan kemajuan. Bahwa penguasaan pada pertanian akan memberikan waktu lebih bagi satu masyarakat untuk mengasah kecakapan pada aspek lain. Bangsa-bangsa Eropa mencapai kemajuan berkat pengetahuan tentang pertanian, serta bagaimana mendomestikasi hewan. Meskipun untuk kemajuan itu, manusia harus menghadapi wabah penyakit yang sempat menelan jutaan orang.

Bagian yang saya sukai dari buku ini adalah kisah tentang perang di Cajamarca di Peru tahun 1532. Saat itu, penjelajah Spanyol Fransisco Pizarro bersama 168 prajurit yang sangat payah, malah berhasil membantai 80.000 prajurit Inka, lalu membunuh pemimpinnya Atahuallpa. Kemenangan itu bermula dari kompleksitas masyarakat Eropa akibat sektor pertanian, lalu mempengaruhi teknologi dan pengetahuan tentang masyarakat lain.

Rahasia kemenangan, yang nyaris tidak masuk akal itu, terletak pada digunakannya kuda sebagai kendaraan perang, yang lalu membuat barisan Inka tercerai berai, serta teknologi logam dan baju besi, yang membuat 169 prajurit Spanyol itu tak terkalahkan. Prajurit Inka, yang bersenjatakan batu, lalu menjadi sasaran empuk bagi prajurit Spanyol yang brsenjatakan pedang tajam. Pada titik ini, teknologi persenjataan, kemampuan menjadikan kuda sebagai kereta perang, hingga informasi tentang suku Inka, yang lalu menjadi rahasia di balik kemenangan itu.

***

TENTU saja, masih banyak hal menarik yang bisa dibahas dari buku ini. Mulai dari bagaimana perkembangan teknologi pangan yang lalu membawa kemajuan, domestikasi hewan yang lalu menghadirkan penyakit yang membunuh jutaan manusia, hingga bagaimana teknologi baja mempengaruhi kemenangan di banyak arena pertempuran.

Untuk soal-soal di paragraf atas, saya masih membutuhkan waktu untuk membaca ulang buku ini, menata ulang barisan fakta demi fakta, lalu menuliskannya lagi di blog ini. Semoga saya masih bersemangat untuk melakukannya. Semoga.


Bogor, 25 Januari 2016

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Yang ini bagus tulisannya pak

Posting Komentar