suatu hari |
SETIAP kali melihat tanggal 31 Juli, hati
saya langsung basah. Saya mengenang tanggal 31 Juli 2010, saat saya memutuskan
untuk mengakhiri masa lajang. Waktu lima tahun memang sedikit, namun tidak
dengan kenangan. Selama lima tahun ini, saya mencatat begitu banyak endapan
kenangan, rasa, dan segala suka-duka bersama keluarga. Semua rasa itu melebur
sebagai kesatuan yang menjadi identittas dan titik pijak saya saat ini.
Lima tahun lalu, semuanya dimulai. Di Kota
Makassar, saya merenda hari-hari bersamanya. Pengalaman memasuki mahligai
perkawinan selalu menyisakan banyak misteri dan keajaiban. Pada hari itu, saya
melangkahkan kaki ke jenjang kehidupan yang baru. Sebagai lelaki, saya sadar
betul bahwa momen itu adalah penanda bahwa saya tak lagi sendirian. Saya tak
lagi sebebas dahulu ketika menggelandang ke mana-mana dan lupa waktu pulang.
Saya bukan lagi burung elang yang bebas mengangkasa ke manapun. Saya adalah
merpati yang berdiam di sarang bersamanya.
Sebelum menikah, saya selalu takut
membayangkan betapa beratnya menanggung amanah. Saya adalah petualang yang tak
tahu hendak ke mana melangkahkan kaki. Ikatan bagi saya adalah bullshit. Saya selalu ingin merayakan
kebebasan, di manapun saya berpijak. Belakangan saya menyadari bahwa ikhtiar
untuk merayakan kebebasan itu adalah potret dari ketakutan saya untuk
menghadapi hari-hari yang baru. Ketakutan memasuki gerbang itu adalah potret
kepengecutan saya untuk memulai hari-hari baru yang berubah.
Yup, saya memang memelihara banyak ketakutan.
Saya takut tak bisa mencukupi nafkah. Saya takut tak bisa membahagiakan. Saya
takut tak bisa membuatnya tersenyum. Saya takut menjadi suami yang buruk. Saya
takut menjadi seorang yang mengecewakan. Saya tak ingin menghadirkan kenangan
buruk baginya. Saya tak ingin menjadi horor.
Pada masa awal pernikahan, saya selalu
menyembunyikan ketakutan itu. Di hadapannya, saya selalu tak menampakkannya.
Saya ingin tampil kuat, seolah-olah bisa memikul beban seberat apapun. Pada
masa awal pernikahan, saya berlagak sebagai lelaki hebat dan sempurna. Saya adalah
sandaran hidup yang selalu tegar menghadapi apapun. Saya begitu kuat dan hebat
untuk bersamanya menaklukan dunia.
Belakangan, saya tak bisa lagi
menyembunyikan banyak hal. Lambat laun, dia tahu bahwa di sela-sela keberanian
itu terselip ketakutan menghadapi hari. Saya adalah seorang yang rapuh di
banyak sisi Ada saat ketika saya merasa putus asa, kehilangan semangat, dan
tiba-tiba saja malas menggapai sesuatu. Ada banyak momen ketika saya berada di
rumah, dan tak tahu hendak melakukan apa untuk hidup kami yang lebih baik. Saya
seorang penakut yang tak ingin melihat masa depan.
Ajaibnya, di tengah momen-momen seperti
itu, dia selalu saja membawakan nektar, minuman para dewa. Ia tak pernah
menjejali saya dengan tuntutan-tuntutan. Ia tak pernah meminta saya untuk
memenuhi kebutuhannya. Sebagai pasangan hidup, dia selalu bergerak mengikuti ke
arah mana energi saya bergerak, tanpa banyak menuntut saya dengan segudang
permintaan.
Bersamanya, semua ketakutan itu diubah
menjadi kelucuan yang setiap saat bisa membuat kami terpingkal-pingkal. Kami tak
ingin banyak menengadah ke atas. Kami ingin menjadi seperti nenek hebat dari
Saga, sosok nenek yang selalu menemukan sisi kegembiraan di tengah berbagai
masalah ekonomi sebagaimana dikisahkan pengarang Yoshichi Shimada. Kami menatap
masa depan, dan berusaha semampunya untuk menggapai masa itu, tanpa harus mengorbankan
bahagia di masa kini.
Kalaupun kaki-kaki kecil kami lamban
bergerak, kami tak hendak menyesali hari. Kami ingin tertawa bersama sembari
mengenang sejauh mana perjalanan itu telah dilalui. Sebagaimana nenek Saga itu,
rasa senang dan bahagia harus dipupuk setiap saat sebab hidup bukanlah arena
pacuan kuda yang memaksa kami untuk mencapai garis finish.
Lima tahun meniti buih bersama-sama, ada
banyak pengalaman yang kami lalui. Satu demi satu keajaiban bermunculan.
Puncaknya adalah ketika sosok kecil hadir di tengah kehidupan kami. Keceriaan
dan tawanya selalu menjadi obat penawar yang paling mujarab. Ia serupa oase
untuk membasahi dahaga di tengah alam yang kering-kerontang. Ia embun sejuk
yang selalu membasahi kalbu dengan segala cinta kasih. Saya akan menjadi pohon
rindang yang akan selalu menyediakan teduh baginya.
Bersama malaikat kecil itu, saya berpetualang.
Saya berpindah kota dan negara, menjalani berbagai profesi dan pekerjaan, serta
bertemu banyak orang. Masa depan penuh ketidakpastian. Tapi satu hal yang saya
yakini bahwa kita semua hanyalah satu noktah kecil dari desain besar alam semesta.
Kita hanya menjalani segala takdir dan garis edar yang telah disiapkan. Kita
bergerak dalam semesta yang selalu menyimpan banyak kejutan-kejutan. Melalui
kejutan itulah, kita bisa memaknai hari-hari dengan segala keceriaan.
Barangkali saya bukanlah lelaki yang baik.
Saya penuh banyak kelemahan. Akan tetapi kesadaran untuk mengakui segala
kelemahan itulah yang akan menguatkan langkah-langkah kaki melalui hari.
Melalui penerimaan atas sifat-sifat manusia yang penuh kebodohan dan kelemahan
inilah hari-hari akan selalu menyimpan kejutan-kejutan kecil yang selalu
menghadirkan seulas senyum. Yup, seulas senyum di wajahmu dan si kecil. Semoga.
Bogor, 31 Juli 2015
Selamat ultah perkawinan yang kelima
0 komentar:
Posting Komentar