FINALLY! Saya menyaksikan film Ruroini
Kenshin 3; The Legend Ends yang mengisahkan samurai bernama kenshin Himura.
Saya menyukai beberapa adegan pertempuran dengan menggunakan pedang. Saya
menyenangi wajah manis pemeran Kaoru Kamiya, kekasih Kenshin. Ada beberapa hal
lain yang lebih membuat saya tertarik dan amat menikmati film ini. Ada juga hal
yang mengecewakan.
***
KENSHIN mengarahkan pedang lurus ke arah
penantangnya. Di hadapannya, lelaki bernama Aoshi Shinimori punya obsesi
menjadi yang terbaik. Ia ingin mengalahkan Kenshin agar dicatat dalam sejarah
sebagai pendekar nomor wahid. Pertarungan dimulai. Pedang berkelabatan.
Di tengah rerimbunan pepohonan, adegan
pertempuran dalam film Ruroini Kenshin ini menjadi menarik. Kemampuan Kenshin
menjadi bertambah setelah sebelumnya bertemu gurunya. Ia belajar mengendalikan
emosinya, sehingga saat bertarung, ia bisa menghadirkan rasa lapar akan
kemenangan.
Saya menyukai adegan tempur dengan pedang
itu. Saya lama tak menyaksikan film Jepang. Terakhir, yang saya nonton adalah
kisah The Last Samurai. Itupun film buatan Hollywood yang mengisahkan para
samurai. Kisahnya cukup menancap di benak, khususnya saat sang tokoh mengagumi
disiplin para samurai sembari berkata, “What is samurai? It means ‘devoted
yourself to honour!”
Di film Ruroini Kenshin 3, kekalahan Aoshi
menjadi dramatis. Sebab saat Aoshi terkapar, Kenshin sempat memberikan
pertanyaan filosofis, “Aoshi, untuk apa kamu bertarung?” Melalui pertanyaan
itu, Kenshin seolah menegaskan bahwa duel berpedang harus memiliki tujuan. Tak
sekadar mencari siapa yang terbaik, namun diarahkan pada sesuatu yang lebih
besar, dalam hal ini membela orang lain. Inilah tahap tertinggi seni berpedang,
ketika pendekar meleburkan dirinya pada kepentingan orang banyak.
Kenshin Himura versus Makoto Shishio |
Kisah di film ini lebih banyak berisikan
perjalanan Kenshin untuk mengalahkan musuhnya Shishio Makoto. Adegan pembukanya
adalah pertemuan dengan guru, yang membuat Kenshin kembali memperdalam ilmunya.
Selanjutnya, perjalanan untuk mengalahkan Shishio.
Adegannya dibuat persis dengan kisah dalam
serial komiknya. Sebagai pembaca komiknya, saya cukup puas menyaksikan adegan
dalam versi filmnya. Hanya saja, saya merasa bahwa ada penyederhanaan dalam
film.
Misalnya, pertemuan Kenshin dengan sang
guru. Dalam komik, terdapat adegan akhir ketika Kenshin hendak melengkapi ilmu Hiten
Mitsurugi-Ryu dengan jurus Amakakeru Ryū no Hirameki. Ia mesti berhadapan dengan sang guru. Sang
guru mengingatkan bahwa salah satu dari mereka akan tewas ketka duel di udara.
Demi ilmu itu, Kenshin bersedia menjalaninya. Trnyata sang guru yang tewas.
Saat sekarat, sang guru masih sempat berucap, “Beginilah takdir yang harus
dijalani. Saya juga dulu menewaskan guru saya untuk mendapatkan ilmu ini.”
Adegan ini tak ada dalam film. Padahal
filosofinya sangat kuat.
Hal lain yang disederhanakan adalah
kehadiran para Juppongatana, para samurai hebat di sekitar Shishio. Mereka tak
banyak tampil. Di komiknya, para Juppongatana ini menjadi momok menakutkan.
Kenshin mesti berhadapan dengan mereka satu per satu, sebelum akhirnya mencapai
klimaks ketika bertarung dengan Shishio.
Tapi saya cukup terhibur dengan kehadiran
sosok culun Seta Soujiro. Tampang tak berdosanya amat mirip dengan karakter
dalam versi komik. Sayang, tak banyak penjelasan tentang latar belakang mengapa
ia menjadi sangat kejam. Yang muncul adalah pertarungan dramatisnya dengan Kenshin,
sebelum akhirnya kalah telak. Rupanya, Kenshin bisa membaca arah pergerakan
kaki Sojiro sehingga bisa mengalahkannya.
Emi Takei, pemeran Kaoru Kamiya, kekasih Kenshin |
tiga gadis dalam film. Kaoru, Megumi, dan pacar Shishio |
Saya juga terhibur dengan kehadiran Kaoru
Kamiya. Sejak awal film, saya menyukai permainan aktris Emi Takei ini. Sosoknya
mirip kaoru dalam versi komik yang manja, namun kadang suka marah-marah.
Karakterya seperti permen rasa lolipop, yang mudah berubah. Ia terlihat sangat
ingin melindungi Kenshn dan berharap agar lelaki itu tetap selamat.
Tema Perubahan
Di luar dari aspek cerita, yang saya
pelajari dari kisah ini adalah cerita tentang perubahan. Benar kata seoang
kawan, bahwa tak semua orang bersedia berubah. Selalu saja ada yang tak nyaman
dnegan perubahan. Ketika Jepang akhirnya berubah pada masa Meiji, ada banyak
kelompok status quo yang justru merasa terancam dengan perubahan itu. Mereka
lalu mengacaukan keadaan, merancang kudeta dan membaka sebuah kota.
Dalam keadaan seperti ini, kita butuh
sosok penyelamat seperti Kenshin Himura. Kita butuh seseorang yang ikhls
mendedikasikan dirinya untuk mengatasi angkara-murka. Tema ini memang klasik.
Sejarah peradaban kita selalu memberi ruang bagi para pahlawan.
Bedanya adalah pahlawan dalam film ini
adalah seseorang yang memilih tinggal di desa, menjadi pengasuh anak-anak,
serta kerap menjadi sasaran canda dan olok-olok. Yang paing saya sukai dari
sosok Kenshin adalah sosoknya yang membumi dan tak hendak tinggal di istana. Ia
juga menolak jabatan, dan memilih jadi warga biasa.
Namun saat negara membutuhkannya, ia akan
berada pada posisi terdepan. Ia akan mengayunkan pedang sembari berteriak,
“Hiten Mitsurugi-Ryu...”
Dan damai hadir di bumi.
BACA JUGA:
5 komentar:
Udah ada dvd nya gan ?? Nonton dimana ??
emang keren banget filmnya, apalagi pas lawan shisio
donlod aja di idws
ketika Kenshin hendak melengkapi ilmu Hiten Mitsurugi-Ryu dengan jurus Amakakeru Ryū no Hirameki. Ia mesti berhadapan dengan sang guru. Sang guru mengingatkan bahwa salah satu dari mereka akan tewas ketka duel di udara. Demi ilmu itu, Kenshin bersedia menjalaninya. Trnyata sang guru yang tewas. Saat sekarat, sang guru masih sempat berucap, “Beginilah takdir yang harus dijalani. Saya juga dulu menewaskan guru saya untuk mendapatkan ilmu ini.”
Bisa dijelaskan filosofinya kanda?
Bukankah itu justru memberi pesan ke egoisan seorang murid. Tabe mohon pencerahanT
April dan Juni 2021 : seri ke 4 dan ke 5 akan dirilis, the final & the beginning.
Posting Komentar