Mengenang Mansyur Semma


Mansyur Semma (alm)

MELALUI media sosial, saya menyaksikan berita tentang putra almarhum Mansyur Semma yang kini terdaftar sebagai mahasiswa baru Universitas Hasanuddin (Unhas). Tanpa terasa air mata ini menitik ketika mengingat saat-saat bersua almarhum ayahnya. Dari begitu banyak guru yang saya temui di Unhas, nama Mansyur tertoreh dengan tintas emas.

Kisah tentang pengajar hebat adalah kisah tentang dedikasi serta pengabdian. Para pengajar hebat adalah mereka yang meninggalkan banyak kesan positif serta nama harum di mata banyak mahasiswanya. Mereka tak berdiam di atas langit-langit kemegahan akademis. Mereka berdiam di hati orang-orang yang setia mengenang mereka sebagai mata air inspirasi.

Mereka yang menginspirasi adalah mereka yang hidup dalam keabadian. Kisah tentang mereka selalu berdenyut di sepanjang zaman. Mereka selalu abadi, sekaligus menjadi cermin bagi setiap generasi untuk menemukan diri demi menata zaman yang lebih baik.

Di antara satu dari sedikit pengajar hebat itu adalah almarhum Dr Manysur Semma. Ia meninggalkan jejak yang dalam di hati banyak orang. Air mata saya menetes ketika mengenang ketabahannya menelusuri kampus Unhas di saat matanya mulai rabun. Ia menunjukkan keteguhan untuk berlayar di samudera pengetahuan serta ketabahan menjalani hidup sembari tetap menginspirasi orang lain.

Ia juga berani menyatakan sikap. Barangkali, ia adalah akademisi pertama di tanah air yang berani menyatakan penolakan atas status Badan Hukum Pendidikan (BHP). Sebuah kampus memang idealnya harus tumbuh besar dan memayungi banyak karyawannya dengan kesejahteraan. Tapi, bagi Mansyur, kampus sejatinya mesti menjadi peneduh bagi semua orang. Kampus itu serupa bunga yang keharumannya berhak dinikmati oleh siapa saja yang memenuhi syarat.

Atas dasar pandangan itu, Mansyur hadir menemani diskusi mahasiswa di manapun itu.    Ia dekat dengan semua aktivis, baik kanan maupun kiri. Ia tak pernah melihat latar belakang, serta organisasi mahasiswanya. Baginya, seorang mahasiswa ibarat tanaman yang akan terus tumbuh dan sedang mencari ke mana arah matahari. Pengajar yang baik adalah mereka yang mendedikasikan dirinya sebagai tanah gembur sehingga tunas-tunas pengetahuan bertumbuhan bak cendawan di musim hujan.

Sayang, tak banyak yang seperti Mansyur. Bahkan beberapa tahun setelah kematiannya, kita hanya bisa menghitung dengan jari tentang mereka yang berdedikasi sepertinya. Namun saya berharap ingatan tentangnya tetaplah lestari. Ia mesti menjadi monumen bagi mahasiswa untuk bercermin tentang kebijaksanaan, dedikasi, ketulusan, serta keberanian. Semoga kebaikannya selalu abadi dan menginspirasi semua orang. Amin.


1 komentar:

Marlenee Julianty mengatakan...

Bangga menjadi keponakan beliau, meskipun jarang ketemu

Posting Komentar