Setiap Karya Punya Takdir Masing-Masing


foto yang dipajang di facebook

SEORANG sahabat membeli bukuku di satu toko buku di Jakarta. Ia lalu memotret buku itu, kemudian meng-upload-nya di facebook. Ia memberi kabar kepada dunia bahwa ia telah memiliki buku itu. Sayang, buku itu tak ditandatangani. Tapi ia merasa amat senang.

Sebagai penulis, hatiku langsung mekar. Lebih mekar lagi tatkala membuka jejaring sosial, dan ada banyak orang yang meminta agar buku tersebut ditandatangani. Ketika menyadari bahwa buku tersebut telah masuk ke ruang publik, aku merasa deg-degan. Aku membayangkan akan menerima berbagai respond publik, mulai dari reaksi suka, marah, ataupun benci dengan apa yang kutuliskan.

Sekian detik berikutnya, aku langsung sadar bahwa ketika sebuah buku telah terbit, maka ‘sang pengarang telah mati.’ Karya itu bukan lagi milik seorang pengarang, melainkan milik publik. Publik berhak memberikan penilaian, apakah suka ataukah tidak suka dengan apa yang dituliskan dalam buku itu. Mereka bebas-bebas saja hendak menghakimi ataukah menempatkan buku ke jajaran buku yang menginspirasinya.

Benar kata Dewiq, seorang pengarang lagu. Bahwa sebuah karya punya takdir masing-masing. Ada karya tulis yang disukai orang, namun ada pula yang bernasib sial sebab tak dilirik sedikitpun. Bagiku, respon publik tak seberaps penting, sebab respon publik bisa pula direkayasa.

Yang paling penting adalah bagaimana seseorang mengasah diri dan kapasitasnya, serta menjadikan buku yang ditulisnya sebagai saksi hidup atas segala upaya untuk menemukan dirinya. Karya itu menjadi rekaman tentang diri seseorang pada satu waktu, pada satu konteks. Karya itu menjadi tangga-tangga untuk mencapai penyempurnaan, sebuah derajat di mana seseorang akan mengolah setiap kata demi mengayakan batinnya, lalu menggemburkannya dengan segala tetes kebaikan.
 
bunga yang sedang mekaran

Ketika merenungi kenyataan ini, batinku tiba-tiba saja siap menghadapi beragam kemungkinan. Aku menerima dengan ikhlas, apapun kesan orang lain atas buku itu, apakah baik ataukah buruk. Toh, itu cuma konsep. Yang pasti, semua karya memiliki takdirnya masing-masing.



0 komentar:

Posting Komentar