Misteri 'Neraka' Alifian Mallarangeng


sampul novel Inferno yang ditulis Dan Brown
 
TERLEPAS dari debat tentang benar-salahnya politisi Andi Alifian Mallarangeng, saya menyimpan sejumput kekaguman kepada beliau. Di rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ia tak meminta sebuah ruang mewah untuk karaoke sebagaimana terpidana Artalyta. Ia hanya meminta dibawakan sebuah novel karya Dan Brown berjudul Inferno atau neraka. What?

Sebagai pembaca hampir semua novel karya Dan Brown, saya paham genre novel yang dibangun pengarang Amerika itu. Brown selalu berkisah tentang seorang pakar simbol asal Harvard University, Robert Langdon, yang seringkali memecahkan teka-teki terkait simbol yang membawa pesan tertentu.

Langdon memang sosok kontroversial. Lika-liku kasus yang dipecahkannya selalu mengejutkan. Ia bukan tipe jagoan seperti James Bond yang mengandalkan kelihaian bertarung serta aksi ranjang bersama wanita-wanita cantik. Langdon adalah profesor simbologi yang memecahkan makna simbol dalam sejarah, kemudian mencari relasinya dengan kasus kriminal di masa kini.

Dalam berbagai kisah Langdon, pengarang Dan Brown sering melawan arus. Ia menyerang otoritas gereja, ataupun sejarah resmi bangsa Amerika. Ia selalu punya tafsir atau interpretasi berbeda. Kontroversi itu lalu menjadi rel untuk membawa kereta kisahnya menelusuri berbagai alur. Dan kesimpulan akhirnya selalu mengejutkan dan sukar diprediksi sebelumnya.

Nah, jika politisi Alifian Mallarangeng ingin membaca Inferno selama dipenjara, apakah gerangan pesan yang hendak disampaikannya kepada khalayak? Apakah keinginannya membaca novel karya Dan Brown adalah sesuatu yang alamiah atau wajar, ataukah tersimpan pesan-pesan tertentu bagi masyarakat luas?

Di kelas-kelas political communication, saya belajar bahwa setiap tanda atau gerak dari seorang politisi selalu membawa pesan tertentu. Ketika seseorang menjadi politisi, maka ia paham benar bahwa semua tindakannya akan selalu memiliki konsekuensi dan bisa dibaca oleh publik dengan cara berbeda. Saya meyakini bahwa keinginan membaca fiksi karya Dan Brown itu memiliki beberapa pesan yang bisa ditafsirkan sendiri-sendiri. Apakah gerangan?

Pertama, buku adalah simbol dari ilmu pengetahuan. Melalui pesan bahwa dirinya membaca novel, Alifian hendak mempertegas posisinya seagai seorang intelektual, bukan sekadar politisi. Kita sama paham bahwa ada batas tegas antara politisi dan intelektual. Seorang politisi tak selalu punya kualitas intelektual yang baik. Banyak di antara mereka yang terkena kasus ijazah palsu, ataupun dianggap ‘asal bunyi’.

Andi Alifian Mallarangeng

Alifian tidak demikian. Sebagai doktor ilmu politik dari Northern Illinois University, Amerika Serikat, ia punya kualitas di atas rata-rata. Ia seolah hendak berkata bahwa mustahil ia hendak mengorbankan segala reputasi yang didapatnya dengan susah payah demi segepok rupiah serta kongkalingkong dengan sejumlah politisi lainnya. Kalaupun ia terbukti korupsi, maka boleh jadi, itu adalah bagian dari sebuah skenario politik di mana dirinya hanyalah noktah kecil dalam permainan itu.

Kedua, mungkin ia hendak berkata bahwa kasus yang sedang dihadapinya serupa teka-teki dalam novel Dan Brown. Ada intrik, konspirasi, serta tuduhan yang kemudian menimpa seseorang. Ada pula mastermind atau dalang yang mengendalikan kejadian serta menimpakan kesalahan itu kepada seorang tersebut.

Alifian Mallarangeng hendak menitip pesan bahwa realitas sesungguhnya dari kasus Hambalang tidaklah sesederhana yang dikira publik. Realitasnya jauh lebih rumit, dan sebelumnya telah dirancang oleh seorang mastermind atau dalang. Saking rumitnya, orang-orang bisa pnya banyak versi tentang kejadian tersebut.

Terhadap berbagai kontroversi hukum, publik akan melihatnya dalam berbagai versi. Ada versi para penegak hukum, dalam hal ini KPK. Namun, ada pula versi yang dibangun oleh para tersangka, yang meyakini bahwa mereka tak bersalah. Pengadilan adalah arena untuk mendialogkan berbagai kontroversi tersebut. Pemenangnya bukanlah yang benar, melainkan pihak yang dianggap memiliki bukti dan argumentasi yang lebih kokoh.

Kita bisa melihatnya pada kasus yang dihadapi Antasari Azhar. Meskipun semua insitusi hukum menyatakan dirinya bersalah, ia tetap memelihara kebenaran sendir yang diyakininya. Ia tetap setia mengumpulkan keping demi keping bukti demi untuk menunjukkan bahwa dirinya tak bersalah.

Ketiga, boleh jadi, Alifian Mallarangeng hendak mengasosiasikan dirinya sebagai Robert Langdon yang terjebak dan disangka menjadi bagian dari konspirasi kriminal tertentu. Dalam kisah Da Vinci Code, Robert Langdon sempat dicari-cari polisi karena namanya tertulis dengan darah di dekat mayat seorang kurator terkenal di Luovre, Perancis. Dalam kisah The Lost Symbol, kembali Langdon menjadi buronan aparat karena dianggap membantu seorang kriminal yang hendak memecahkan misteri pada piramida Mason.

Dalam berbagai novel karya Dan Brown, ada benang merah yang mempertemukannya. Yakni ada konspirasi, ada misteri, ada tertuduh, ada dalang atau mastermind, serta ada pihak yang dikorbankan. Dalam fiksi-fiksi itu, sosok yang dikira publik dan media sebagai dalang, ternyata hanyalah pion-pion catur yang dikendalikan oleh jaringan besar.

Di tanah air, kita sering menyaksikan kasus-kasus yang diduga dilakukan oleh sejumlah tokoh penting, pada akhirnya akan menguap dengan sendirinya atau malah mengorbankan pion tertentu. Kita bisa melihatnya pada kasus tewasnya Munir. Hingga kini, dalang utama kasus ini masih menjadi misteri bagi publik. Meskipun pilot Pollycarpus dituduh bersalah, namun publik meyakini bahwa dirinya hanyalah pion yang menjadi tumbal.

Menarik pula untuk melihat posisi Robert Langdon yang seringkali menjadi tertuduh, namun sering menjadi pengungkap misteri. Apakah Alifian akan mengungkap misteri ini sebagaimana Langdon? Kita akan tunggu perkembangan kasus yang sekarang ini mulai bergulir.

poster film Angel and Demon, yang dikembangkan dari naskah karya Dan Brown

Keempat, novel yang hendak dibaca Alifian berjudul Inferno atau neraka. Dalam novel itu, saya menemukan penjelasan bahwa inferno adalah dunia bawah yang dijelaskan dalam puisi epik Dante Alighieri, The Divine Comedy. Tentu saja, dalam konsepsi Dante, ada tingkatan-tingkatan atau level di neraka. Siapa yang menempati level tergelap?

Di awal novel, saya temukan kutipan “The darkest places in hell are reserved for those who maintain their neutrality in times of moral crisis." Dalam bahasa Indonesia, kutipan ini bermakna “Tempat tergelap di neraka dicadangkan bagi mereka yang tetap bersikap netral di saat krisis moral.

Saya sempat tertegun dengan kutipan ini. Para intelektual memang sering memosisikan dirinya pada posisi netral. Mereka sering berlindung di balik kata obyektivitas. Padahal, tanggungjawab ilmiah mensyaratkan proses keterlibatan serta pesan dalam perubahan sosial. Mereka harus menunjukkan peran aktif demi mendorong perubahan sosial serta menginspirasi masyarakat untuk berbuat lebih baik.

Entah, apakah kutipan itu menunjukkan komitmen Alifian Mallarangeng untuk masuk ke dunia politik dan membuat perubahan, ataukah takdir menunjukkan bahwa dirinya hanya menjadi kayu bakar dari sebuah sistem dan jaringan korup yang ibarat gurita telah lama membelit negeri ini. Yang pasti, sejarah akan mencatat apakah dirinya bisa menjadi intelektual pengubah, ataukah menjadi kayu bakar kekuasaan. Kita tunggu saja.


Baubau, 21 Oktober 2013


7 komentar:

Ahyar ros mengatakan...

Saya pun ikut terpegun membaca tulisan Mas Yusron. Mencerahkan sekaligus mendebarkan bagi Andi Malarangeng...

Ahyar ros mengatakan...

Mencerahkan dan Mencerdaskan. Cocok untuk dibaca untuk semua kalangan

Yusran Darmawan mengatakan...

makasih bung Ahyarros.

intanohana mengatakan...

Mas, apakah penyebutan nama Alifian Mallarangeng juga ada maknanya? Hehe soalnya biasanya publik bilangnya kan Andi Mallarangeng

Yusran Darmawan mengatakan...

Hallo Intan. Nama aslinya adalah Andi Alifian Mallarangeng. Itu nama yang dipakai di disertasi serta CV-nya. aneh saja karena media2 di Jakarta sering menyebut Alfian. atau malah menyingkatnya jadi Andi Mallarangeng.

Unknown mengatakan...

Korban,pengorbanan atau dikorbankan...barangkali petunjuk itu msh tinggal didasar kegelapan,,,,,

uba mengatakan...

Inferno dan Alifian, sungguh sebuah cerita yang entah dapat ide darimana sehingga penulis mampu menyusun korelasi yang masuk akal. Teruslah menulis brother, untuk hidup yang lebih baik

Posting Komentar