SERING saya beranggapan bahwa menjadi
juara lomba menulis atau ngeblog ibarat memenangkan sebuah lotre atau undian.
Namun bagaimanakah halnya jika secara berturut-turut label juara didapatkan
dari lomba berbeda yang diikuti ratusan penulis. Masihkah kita menyebutnya
sebagai kebetulan? Adakah rahasia khusus untuk memenangkan sebuah lomba
kepenulisan?
Hampir setiap hari ada saja lomba menulis.
Banyak lembaga besar, instansi, serta perusahaan yang menggelar lomba menulis
demi menjaring partisipasi yang tinggi dari masyarakat. Melalui lomba itu, berbagai
instansi menjaring harapan dan keinginan masyarakat tentang sesuatu hal, yang
kemudian menjadi masukan berharga untuk dikembangkan.
Hadiah untuk lomba menulis juga mengalami
evolusi yang menggembirakan. Dahulu, hadiahnya adalah berupa gadget terbaru. Belakangan ini, lomba
menulis mulai menawarkan hadiah yang lebih prestisius. Beberapa hari lalu, saya
beruntung karena memenangkan lomba menulis yang diadakan Sekretariat Kabinet
RI, yang hadiahnya adalah uang tunai senilai puluhan juta. Bukankah ini
menggiurkan untuk sebuah artikel yang hanya tiga lembar?
Di beberapa lomba menulis yang saya ikuti,
saya selalu terpilih sebagai juara pertama. Saya belum pernah juara kedua atau
juara ketiga. Saya menganggapnya sebagai kebetulan. Akan tetapi, beberapa teman
justru menganggap itu bukan kebetulan. Mereka meyakini bahwa ada satu rahasia
atau formula khusus yang saya gunakan ketika menulis. Demi memenuhi permintaan
mereka, kali ini saya akan berbagi pengalaman tentang bagaimana memenangkan
lomba kepenulisan.
Saya ingin secara khusus menyoroti
lomba-lomba yang diikuti banyak orang. Saya akan berbagi pengalaman kiat
menjadi juara di Kompasiana, Oxfam International, dan Sekretariat Kabinet RI
(pengumuman juara lomba bisa dilihat DI SINI, DI SINI, dan DI SINI). Pada
setiap lomba itu terdapat ratusan hingga ribuan peserta. Nah, bagaimanakah cara
agar tulisan kita bisa sedemikian menyala dan menembus perhatian semua juri?
Keunikan Gagasan
Sering orang berpandangan bahwa gagasan
yang keren adalah yang menyangkut tema-tema politik atau isu yang sedang aktual.
Dalam satu lomba menulis, banyak orang mengajukan naskah yang berisikan kritik
atau cacian pada pemerintah. Saya yakin, para juri tidak akan pernah melirik
naskah-naskah seperti ini. Mengapa? Sebab tulisan-tulisan demikian hanya berisi
keluhan dan cacian, tanpa memiliki bangunan argumentasi yang kokoh.
Di satu lomba menulis tentang ekonomi,
banyak peneliti yang mengajukan tulisan serupa karya ilmiah. Mereka
mengeluarkan banyak dugaan (hipotesis), lalu diuji dengan beberapa eksperimen
lalu dianalisis. Malah, ada yang membandingkan berbagai hasil riset dan
angka-angka kuantitatif. Lagi-lagi, tulisan ini tak akan dlirik oleh juri.
Argumennya memang kokoh. Namun penyajian yang bikin kening berkerut tersebut
hanya pas untuk tampil di jurnal, bukan di lomba-lomba menulis.
pengumuman lomba menulis Setkab RI |
pengumuman lomba menulis Kompasiana |
pengumuman lomba menulis Oxfam |
Hal pertama dan wajib dimiliki seorang
penulis adalah gagasan yang unik, orisinil, sedikit nyeleneh dan melawan arus. Gagasan yang unik akan tampak menonjol
di tengah arus ribuan artikel yang masuk dan hendak diikutkan lomba. Ketika
semua orang berpikir A, maka kita harus berani berpikir berbeda.
Ada beberapa patokan dasar dalam mengolah
ide untuk lomba menulis. Pertama, sajikan sesuatu yang beda. Kalau sama dengan
yang lain, yakinlah, naskah itu tak akan dilirik. Kedua, hadirkan orisinalitas
atau keaslian. Usahakan untuk menemukan gagasan yang baru atau orisinil.
Bagaimana caranya? Catat pengalaman yang unik, sesuatu yang ada di sekitar
kita, namun seringkali luput dari pandangan. Tajamkan semua indra demi
mengenali hal-hal menarik, namun sering terabaikan.
Ketika mengikuti lomba menulis yang
diadakan Oxfam yang bertemakan perubahan iklim, saya membayangkan bahwa
kebanyakan peserta akan melihat aspek-aspek lingkungan atau studi tentang
bagaimana iklim, cuaca, dan ekosistem. Pada saat itu, saya tak ingin terjebak
dengan cara berpikir kebanyakan orang. Saya lalu memilih untuk menulis tentang
nelayan kecil di pulau.
Dalam pandangan saya, para nelayan tidak
paham tentang wacana perubahan iklim, namun mereka memiliki konsep lokal atau
kearifan tentang tabiat iklim yang selalu berubah. Saya teringat pada artikel
bahwa lembaga-lembaga internasional tidak lagi berpikir untuk membawa
pengetahuan dari negara lain, melainkan menggali pengetahuan dan kearifan lokal
yang kemudian dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi berbagai masalah.
Ketika mengikuti lomba yang diadakan
Kompasiana, saya juga menerapkan cara berpikir yang sama. Demi lomba itu, saya
lalu melakukan reportase atau peliputan. Saya mengikuti seorang anak kecil yang
berprofesi sebagai perenang penangkap koin. Saya mencatat pengalaman bersama
anak itu. Setelah itu, saya lalu mengungkap ironi negeri kita sebagai negeri
maritim, namun pemerintahnya jarang menoleh ke laut.
Perkaya dengan Riset
Ketika anda punya satu ide yang unik, maka
anda sudah menang satu langkah. Selanjutnya adalah bagaimana mengolah gagasan
tersebut hingga menjadi sebuah tulisan yang bernyawa. Di sinilah kita mesti
terbiasa dengan riset atau penelusuran data.
Demi mendapatkan satu pahaman yang
komprehensif atas satu topik, saya membiasakan untuk selalu mengumpulkan
berbagai informasi tentang topik itu, kemudian membacanya satu per satu. Saya
percaya bahwa tulisan yang baik akan selalu lahir dari proses membaca yang
baik. Tanpa membaca, sebuah tulisan akan kehilangan energi sebab boleh jadi
akan mengulang-ulang sesuatu yang sudah pernah ada.
Tanpa membaca, sebuah tulisan akan kering,
sebab penulisnya hanya berputar-putar pada topik, tanpa berkesempatan untuk
meninjau hal-hal menarik tentang topik itu yang bisa dilihat dari berbagai
sisi. Tulisan yang baik adalah tulisan yang bisa menyajikan amatan dari
berbagai sisi sehingga pembaca mendapatkan gambaran yang utuh.
Ketika mengikuti lomba esai mengenai
kredit usaha rakyat (KUR) yang diadakan oleh Sekretaris Kabinet RI, saya
membiasakan diri untuk membaca beberapa publikasi tentang ekonomi. Saya sadar
benar bahwa ekonomi bukanlah bidang yang saya sukai. Makanya, saya berusaha
untuk memahami topik yang hendak ditulis dengan cara mengumpulkan beberapa
bacaan, serta menelusuri riset-riset mengenai topik tersebut. Bahan-bahan itu
kemudian saya baca, lalu mencari celah-celah menarik yang bisa dituliskan.
Demi memahami berbagai bacaan, saya selalu
melakukan proses turun lapangan untuk melihat langsung kalau-kalau ada gap
antara bacaan dan kenyataan. Ketika ada gap, maka pastilah itu menarik untuk
ditulis. Demikian pula ketika banyak hal baru di lapangan, pastilah tulisannya
akan jauh lebih menarik.
Narasikan dengan Memikat
TERAKHIR adalah narasikan semua gagasan
yang sudah diperkaya dengan riset ke dalam aliran yang memikat. Mulailah dengan
hal-hal sederhana, bermula dari sebuah mata air, selanjutnya mengalir pelan,
lalu memasuki jalan yang berkelok-kelok, lalu menggapai samudera. Jangan pernah
lupa untuk memasukkan karang-karang persoalan serta arus-arus deras di sungai
kepenulisan, perkuat dengan pertanyaan kritis, serta jawaban-jawaban sederhana
yang bisa dipetk dari perjalanan tersebut.
ilustrasi |
Bagi saya, tulisan yang baik adalah
tulisan yang sesaat bisa membuat seseorang merenung, lalu mengalir mengikuti
gagasan penulis, dan sesuai membacanya, kita tiba-tiba saja melihat sesuatu dengan
lebih jernih. Tulisan yang baik serupa embun yang membasahi dahaga pengetahuan
kita atas sesuatu, serta bisa menjadi mutiara yang dibawa para pembacanya.
Biasanya, sebelum menulis, seorang penulis
akan membangun gambaran-gambaran sederhana tentang rancang bangun tulisan itu. Ia
akan membuat coretan-coretan, tentang awal tulisan, inti yang hendak
disampaikan, permasalahan, lalu konklusi yang ditawarkan.
Bgaimanakah kiat membuat tulisan memikat?
Kita akan mendiskusikannya pada kesempatan lain. Yang pasti, membuat tulisan
memikat jauh lebih penting daripada memenangkan lomba. Sebab ketika tulisan
memikat, maka saat itu kita telah membantu orang lain untuk melihat keindahan
di sekitar, serta membantunya memetik pelajaran dari keindahan itu.
Baubau, 12 September 2013
0 komentar:
Posting Komentar