Ironi Kisah Dua Bocah Cilik


Isabella Barrett dan Tasripin

Perkenankan saya untuk bercerita tentang sebuah ironi.

DI negeri Paman Sam, seorang anak kecil bernama Isabella Barret menghabiskan uang sebesar 4,8 juta rupiah setiap kali ke salon. Saat bepergian, ia selalu memilih tinggal di hotel mewah dengan biaya hingga 2000 dollar AS atau sekitar 18 juta rupiah. Ia bermewah-mewah dan bergelimang harta. Ia kehilangan waktu untuk bermain dan belajar di sekolah.

Isabella ibarat boneka barbie yang hidup dalam sangkar emas. Di usia 12 tahun, ia benar-benar menjelma sebagai sosok sebagaimana barbie setelah memenangkan kontes “Toddlers and Tiara”, kontes kecantikan khusus anak-anak yang disiarkan di TV. Orangtuanya membuka jalan restu atas semua kemewahannya. Tak ada edukasi bahwa gaya hidup itu bisa jadi bom waktu baginya di masa depan.

Saat menjadi peserta kontes kecantikan tersebut di tahun 2011, Isabella sudah mengundang kontroversi. Ia menggunakan kostum Julia Roberts di film “Pretty Woman”. Ia memilih kostum seksi saat Julia berlakon sebagai wanita pekerja seks di film itu. Seksikah ia? Mungkin. Tapi banyak penonton yang kemudian sinis melihatnya. Ia dianggap meniru-niru orang dewasa. Ia seolah dikarbit untuk melebihi usianya.

"Bagaimana mungkin aku tak suka jadi miliuner? Aku superstar, aku punya label perhiasanku sendiri dan aku sangat suka jadi bos. Aku tak pernah kalah, aku menang hampir semua kontes kecantikan yang kuikuti. Tapi yang lebih kusukai, aku sangat suka sepatu. Hingga saat ini aku memiliki 60 pasang sepatu," ujarnya pada harian Daily Mirror dengan pongah, sebagaimana dikutip Yahoo.


Ibunya, Susanna, sengaja memanjakannya. Sang ibu khawatir kalau kelak anaknya akan depresi dan hendak membunuh diri. "Kalian lihat kan apa yang terjadi pada Britney Spears? Aku tak ingin itu terjadi pada anakku. Tapi ia memang menyukai barang-barang mewah, jadi ya kita biarkan ia mendapatkannya," katanya.

Uang yang dimiliki Isabella adalah hasil dari label Glitzy Girl yang menjual lipgloss, gelang dan sebagainya. Ide membuat label aksesori dan perhiasan itu datang saat Isabella mengikuti banyak kontes kecantikan. Banyak fans yang menginginkan perhiasan milik gadis cilik tersebut, dan Susanna dengan cerdik mengambil kesempatan itu dan menjadikannya bisnis yang bagus. Dan Isabella lalu menjadi boneka kapitalis yang mnjadikan tubuh kecilnya sebagai lanskap untuk pemasaran produk.

***

Di negeri Banyumas sana, seorang anak usia 12 tahun bernama Tasripin harus hidup sebagai seorang ayah bagi ketiga adiknya. Sebagaimana Isabella, Tasripin juga kehilangan waktunya untuk bermain atau belajar di sekolah. Ia terpaksa menjadi buruh tani dei menghidupi ketiga adiknya. Ia juga berperan sebagai kepala rumah tangga bagi adik-adiknya.

Kemiskinan adalah bencana yang memisahkan anak itu dengan ayahnya. Tasripin membuktikan dirinya sekuat baja. Ia menolak untuk menyerah. Ia berkeras untuk bekerja sebagai buruh tani, yang gajinya ibarat setitik nila pada jumlah uang yang dihabiskan Isabella untuk gaya hidup ke salon.

Di subuh hari, sang bocah telah bangun pagi. Ia menanak nasi di dapur yang lembab. Ketiga adiknya dibangunkan, lalu satu per satu dimandikannya. Setelah itu, ia bersiap-siap untuk kerja sebagai buruh tani yang mengangkut gabah. Lalu ke rumah, demi mengurus adik-adiknya. Di usia sekecil itu, ia adalah seorang pekerja tangguh yang menolak untuk dikalahkan nasib.

Saya sedang memikirkan betapa kontrasnya dunia. Ada yang bermandikan fasilitas, ada pula yang tak berfasilitas. Namun, jika kehidupan adalah proses melalui terjalnya beragam tantangan serta karang-karang persoalan, maka bocah Tasripin itu telah menunjukkan watak seorang petarung yang tak pernah mau kalah.

Tasripin dan ketiga adiknya (foto: Kompas)

Ia seorang prajurit yang bertarung di medan kehidupan demi sesuatu yang luhur, demi mempertahankan hidup orang lain. Ia mempertatuhkan masa depannya demi masa kini. Ia melakukan sesuatu yang besar demi menyelamatkan sesuatu yang kecil. Namun, apakah kita punya tafsiran tentang perkara besar dan kecil dalam kehidupan kita?

Saya juga memikirkan hal yang lain. Bagi saya, potret Isabella dan Tasripin adalah potret dari dua bangsa. Isabella adalah potret kemajuan secara ekonomi, namun miskin secara spiritual. Sementara Tasripin adalah potret matangnya sebuah pribadi, namun terpuruk secara material. Potret Tasripin adalah potret buram dari jutaan anak Indonesia yang masi harus berkelahi dengan nasib.

Selama puluhan tahun merdeka, bangsa kita tak juga merasakan tinggal landas. Jutaan anak harus bekerja sebagaimana orang dewasa, mempertaruhkan masa depan, lalu menggadaikan masa kini. Puluhan tahun bangsa ini lepas dari kolonialisme, negara ini tak juga berhasil mengangkat harkat dan nasib warganya, khususnya mereka yang tinggal di pelosok negeri, yang dipaksa oleh nasib lalu meninggalkan keluarganya.

Inilah negeri yang membiarkan warganya hidup dengan duit yang tak sampai satu dollar dalam sehari. Ketika Tasripin hidup membanting tulag demi seusap nasi, banyak pembesar negeri hidup bergelimang kekayaan dan memperbesar kantung pribadi.Ketka anak kecil 12 tahun itu bekerja untuk hidup, banyak pejabat yang bekerja untuk membangun kemegahan pribadi, dan memakan uang sejatinya diperuntukkan bagi bocah sekecil Tasripin.

Maka menjadi amat lucu ketika presiden Indonesia hanya mau membantu seorang Tasripin, tanpa membersihkan jajarannya sendiri yang menilep uang rakyat kecil, tanpa mampu menghardik wakil presidn yang konon juga memakan uang negara.

Sungguh ironis ketika Tasripin dibantu dengan segala daya oleh presiden, padahal sejatinya, Tasripin yang harus menajari presiden bagamana membanting tulang demi amanah yang dijaganya.

Bagaimanakah dengan kekayaan Isabella? Mungkin kita perlu menunggu beberapa tahun untuk melihat ending kisah ini. Yang pasti, waktu tidak sedang diam. Waktu sedang mencatat.(*)


Athens, 21 April 2013


8 komentar:

Anonim mengatakan...

Perbandingan yang tepat utk menjdi bahan ren
ungan bersama para pemimpin negeri ini...

Yusran Darmawan mengatakan...

tengkyu bang. nanti sy berkunjung ke blognya.

Unknown mengatakan...

Nice share,,,,

Yusran Darmawan mengatakan...

tengkyu

guntur novizal mengatakan...

Aku salah satu pembaca dari setiap tulisanmu mas....selalu inspiratif...

Ety Abdoel mengatakan...

Salam kenal, ini kunjungan pertama saya. Baru baca satu tulisan, dan saya langsung terkesan, inspiratif. Judul-judul yang lain juga menarik hati, lain waktu sy berkunjung lagi.

Yusran Darmawan mengatakan...

makasih mas guntur. sy senang karena anda berkunjung ke blog sy.

Yusran Darmawan mengatakan...

makasih atas kunjungannya.

Posting Komentar