Seribu Kasih di Hari Valentine

warga usia lanjut yang merayakan Valentine di Athens


SEMINGGU silam, orang-orang merayakan hari Valentine. Saya tak punya kenangan manis terhadap hari ini. Makanya, saya tak mematrinya dalam kenangan. Akan tetapi, suasana berbagai pusat perbelanjaan di Athens terasa berbeda. Warna pink—saya lebih suka menyebutnya merah jambu—memenuhi pemandangan. Di berbagai toko, hadiah-hadiah dijajakan. Kartu-kartu laris terjual. Mengapa harus ada hari valentine?

Kita manusia modern seringkali ingin menandai sesuatu. Kita selalu membutuhkan sebuah momentum untuk merayakan hari. Kita sering terperangkap dalam satu logika berpikir bahwa sebuah pernyataan membutuhkan saat-saat untuk diungkapkan. Kita menganggap bahwa pernyataan butuh momen khusus. Valentine menjadi satu arena untuk mengukuhkan konsepsi kita tentang pernyataan kasih sayang. Padahal, pernyataan itu bisa dibuat kapan saja dan di manapun. Kita tak harus menunggu Valentine untuk menyatakan cinta.

Mungkin, saya termasuk orang yang skeptis dengan Valentine. Tapi tidak dengan banyak orang di Athens, Ohio, Amerika Serikat (AS). Momen Valentine adalah satu momen yang mendongkrak penjualan banyak produk. Di beberapa rumah, saya melihat rangkaian bunga berwarna merah jambu tergantung di pintu. Saat natal beberapa bulan lalu, karangan bunga itu berwarna hijau serta pita merah. Kemudian, orang-orang saling bertukar kartu yang bertuliskan pesan kasih sayang dan kado yang berisikan hadiah. Bahkan anak kecil pun saling bertukar cenderamata.

salah satu iklan untuk Valentine

Di tanah air, Valentine hanyalah milik para ABG yang tengah dihangati api cinta. Para remaja ini lalu merayakannya dnegan ke mal, nonton film bareng pacar, serta hadiah berupa mawar merah. Namun di sini, di kota kecil Athens, Valentine adalah milik segala usia. Orang-orang merayakan kasih sayang dalam makna universal yakni kasih sayang yang melintasi segala batasan usia, kasih sayang yang mekar di tengah hamparan salju dan abadi dan semerbak merona hingga waktu-waktu mendatang.

Hari ini saya baru saja melihat liputan koran lokal tentang dua orang tua yang merayakan Valentine ala anak muda. Secara fisik, mereka sudah tua. Rambut sudah penuh uban. Kulit sudah keriput. Cinta mereka tetap membara dan tetap menghangatkan hati. Di hari Valentine, mereka merayakannya dengan makan malam romantis di satu kereta bersejarah, lalu berpelukan dan berciuman. Semua yang hadir turut bahagia dan bertepuk tangan. Hari itu, seribu kasih seolah dilepas untuk membumbung tinggi ke udara. Ketika melihat foto itu, sayup-sayup saya seolah mendengar suara bening Lionel Richi sedang bersenandung:

Your eyes, your eyes
They tell me how much you care
Ooh yes, you will always be
My endless love

Athens, 19 Februari 2013

4 komentar:

dwia mengatakan...

hei..u have to notice one of my pictures in this article http://terasimaji.blogspot.com/2013/02/relationship-versus-nasabah.html...that's how i saying happy val's day to u :P

gitadine mengatakan...

Hehehehehe... Cukup banyak juga orang yang saya kenal yang skeptis sama hari Valentine. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa hari Valentine itu cuma nguntungin produsen produk-produk yang sebenernya nggak begitu penting, semacem coklat. Saya juga setuju sama kata masnya yang bilang orang-orang modern kayak kita ini suka bikin momen untuk hal-hal tertentu, padahal momennya bisa diciptakan kapan aja di mana aja.

Tapi kalo saya sih seneng-seneng aja sama adanya hari Valentine, haha. Soalnya saya tau selain saya sendiri ada orang-orang yang susaaah banget mau nyampein sesuatu. Jadi dengan adanya momen-momen kayak begini, kita semacem kebantu, hehehe. Plus, saya suka ngerayain momen-momen spesial sama orang-orang spesial. Makin banyak makin bagus! LOL :P

Yusran Darmawan mengatakan...

hehehe. sorry yaa

Yusran Darmawan mengatakan...

sy jg seneng dengan hari valentine. hehehe

Posting Komentar