Magnet Obama di Negeri Adidaya


usai membacakan pidato kemenangan di Chicago

PRIA itu bernama Victor Sherrick. Ia sedang mengamati layar televisi yang menampilkan pidato yang hendak menayangkan Presiden Obama di Chicago, Selasa (6/11). Beberapa kali Victor gelisah saat menunggu pidato. Baginya, pidato itu adalah puncak dari rasa gembira yang meluap-luap setelah mengetahui kemenangan Obama atas pesaingnya Romney dari Partai Republik. Mengapa ia demikian mencintai Obama? “Sebab Obama membawa satu keping harapan, sesuatu yang lama saya nanti dan tunggu. Ia mengenalkan saya pada satu kata yakni keajaiban,” katanya.

Di saat Obama nampak di televisi, ia tak henti-hentinya bertepuk tangan sambil berteriak histeris. Semalam, AS tengah merayakan nasionalisme yang ibarat bendera telah dikerek tinggi-tinggi. Pemilihan presiden itu bukan saja arena untuk mencari seorang pemimpin, melainkan menjadi momen untuk membicarakan tentang bangsa itu di masa depan, momen untuk menguatkan nasionalisme, momen untuk memancangkan kembali posisi penting negeri itu di belahan bumi.

Saat pidato itu, saya dan Victor tidak sedang berada di Chicago. Kami berada di Athens, Ohio, yang jaraknya cuma beberapa jam dari Chicago. Namun, kami bisa merasakan denyut nadi, degup jantung, serta pesona Obama. Melalui kata, Obama seolah membawa pendengarnya menelusuri tebing-tebing tinggi di Grand Canyon, dan setelah itu membumbung tinggi dan menggapai mega-mega hingga menembus langit, lalu menjejak bulan. Ia memang seorang pembicara hebat yang bisa melambungkan para pendengarnya.

Kemenangan Obama disambut sukacita oleh warga Ohio. Maklumlah, Ohio dikenal sebagai penentu kemenangan Obama. Bahkan koran-koran besar seperti USA Today senantiasa menyebut kemenangan itu ditopang oleh masyarakat Ohio. Wilayah ini memang dikenal sebagai basis swing voter atau pemilih yang tidak punya ketetapan pada satu kandidat. Warga Ohio akan memilih siapapun yang disukainya, tanpa menanam rasa fanatik yang amat tinggi pada satu partai politik.

Selama beberapa bulan ini, para kandidat presiden berlomba memperebutkan Ohio. Obama beberapa kali datang ke sini demi untuk menyapa warga serta menyebut prestasinya. Ia juga menyebut janji-janjinya pada kampanye sebelumnya yang telah ditepatinya. Sementara Romney juga tak henti-hentinya ‘membobardir’ Ohio dengan iklan-iklan politik.

koran-koran yang memberitakan kemenangan Obama

Bagi saya, kampanye mereka terbilang unik. Mereka tak memasang baliho yang mengotori kota. Perang mereka adalah perang udara yakni melalui media televisi ataupun internet. Meskipun bukan warga Amerika, selama beberapa bulan ini, saya sering sekali menerima email dari Obama, Michelle Obama, serta Bill Clinton, yang isinya adalah kalimat-kalimat motivasi serta permintaan untuk memberikan bantuan atau donasi. Salah satu kalimat dari Michelle Obama adalah: “We can win this the right way, but it's going to take every single one of us getting on board and pitching in what we can, when we can -- whether that's time, energy, or a few hard-earned dollars. I know Barack is going to be out there fighting hard up until the very end -- taking his case straight to the American people, talking with voters all across the country.”

Di saat bersamaan, saya juga sering menerima surat dari Romney yang isinya gambar Obama serta kalimat-kalimat yang menunjukkan kegagalan Obama. Nampaknya, tim Romney juga bekerja dengan baik. Mereka memaparkan data statistik betapa banyaknya pekerjaan yang hilang di masa pemerintahan Obama. Setelah itu, ia meyakinkan bahwa dirinya punya skema untuk mengatasi masalah itu.

Semalam, kampanye yang amat melelahkan itu akhirnya terjawab. Warga Ohio dan negara bagian lain lebih banyak yang berkiblat ke Obama. Kampanye dan kerja keras tim sukses itu Obama lebih diterima warga Ohio. Menurut saya, itu disebabkan kampanye tim Obama yang lebih membumi serta menyentuh jantung permasalahan yang dihadapi banyak orang. Obama banyak membahas isu-isu domestik seperti jaminan kesehatan, yang memang dirasakan sebagai hal yyang mendesak bagi warga. Lewat isu itu, ia menuai simpati.

Kemenangan Obama mencatat sejarah. Empat tahun silam, ia adalah presiden Amerika pertama yang tercatat berkulit hitam. Ia sukses mengampanyekan isu perubahan dan harapan. Kini, ia kembali mencatat sejarah sebagai presiden pertama setelah Roosevelt yang memenangkan periode kedua ketika pengangguran teramat tinggi dan dilemma ketidakpastian atas negara itu. Ia bisa sukses karena strategi tim yang merekrut semua kelompok seperti kelompok Afro-Amerika, Hispanics, generasi muda, serta pemilih perempuan. Ia sukses menyatukan berbagai kemlompok berbeda, di saat pesaingnya Mitt Romney hanya solid di kalangan pemilih tua dan berkulit putih.


Magnet Obama

Di layar televisi itu, Obama mulai berpidato. Di atas podium di Chicago, ia sempat terdiam sesaat sambil melihat ribuan orang yang mengelu-elukan namanya. Ia lalu memulai kalimatnya dengan kata-kata yang sederhana, namun penuh daya ledak. Ia menyebut sejarah berdirinya sebuah bangsa sembari beberapa kali mengumandangkan kalimat “Wahai warga Amerika.”

Obama memang magnet yang luar biasa. Ia amat berbeda dengan pendahulunya, Presiden George Bush yang sering nampak gagap dalam berkata-kata. Obama menyimpan pesona. Kata-katanya serba terukur. Diksinya sanggup melumerkan kekerasan hati seseorang, atau kebencian terhadap sosoknya. Ia bisa menjadi perekat bangsa Amerika yang terdiri atas berbagai suku bangsa dan ras.

saat Obama berkunjung ke kampus Ohio University

Bagi pria seperti Victor, kata-kata Obama bisa menjadi inspirasi yang tak henti mewarnai hari-harinya serta menjadi peta tentang masa depan negeri itu. Ia menikmati setiap kata yang dikeluarkan Obama. Saya pun demikian. Saya menyenangi bagian-bagian ketika Obama membakar semangat dengan kalimat-kalimat yang berapi, namun setelah itu mengeluarkan kata yang serupa embun menyejukkan.

“Kita telah memenangkan perang ini, Kita melakukannya karena kita sama-sama mencintai negeri ini dan amat peduli tentang masa depan,” kata Obama yang kemudian disambut tepuk tangan. “Terlepas dari semua perbedaan, banyak dari kita sedang berbagi harapan tentang masa depan Amerika. Kita ingin anak-anak kita tumbuh di satu negeri di mana mereka bisa mengakses sekolah terbaik dan guru terbaik. Negara yang hidup atas warisan sebagai pemimpin global pada teknologi, penemuan, dan inovasi,” katanya.

Ia lalu melanjutkan, “Kita ingin menjadi negara yang aman, direspek, dan dikagumi seluruh dunia. Bangsa yang dijaga oleh militer dan pasukan terkuat dan terbaik yang pernah dikenal di dunia. Tapi kita juga ingin dicatat sebagai negara yang bergerak yang membentuk perdamaian, yang dibangun di atas janji kebebasan dan kehormatan semua manusia. Kita percaya pada Amerika yang penuh kebajikan, penuh toleransi, membuka diri pada mimpi-mimpi dari anak imigran yang datang belajar di sekolah kita dan menghormati bendera kita,” katanya yang lalu disambut applaus.

Buat saya sendiri, kemenangan Obama di negeri adidaya itu membersitkan beberapa pelajaran penting. Pertama, mungkin saatnya kita melihat politik sebagai arena yang melibatkan banyak orang sebagai partisipan aktif. Jika di tanah air, posisi rakyat hanya sebagai pengumpul suara, maka ke depannya, mereka mesti dilihat sebagai subyek utama. Politik mesti menjadi arena untuk mewujudkan setiap kata yang pernah diucapkan. Langkah Obama untuk berkutat pada isu dalam negeri membersitkan satu pelajaran bahwa di masa depan, peran-peran negara mesti hadir secara nyata bagi warganya. Warga tak ingin banyak tahu apa peran satu negara di tingkat global, namun mereka lebih peduli pada isu-isu keseharian yang menyentuh hajat hidup orang banyak, serta dirasakan sehari-hari.

Kedua, politik adalah upaya untuk merebut hati banyak orang. Ketika Obama selalu menyebut isu pendidikan, keluarga, serta ribuan keluarga prajurit yang gugur di medan laga adalah upaya-upaya untuk metrebut simpati banyak orang. Rakyat seolah melupakan bahwa pada dasarnya pemerintahan Obama belum banyak memberikan perbaikan dari sisi ekonomi. Romney benar bahwa pemerintahan ini punya prestasi yang biasa saja, namun sontak dilupakan warga sebab terlanjur dijerat hatinya oleh Obama. Pada titik ini, Obama adalah seorang yang membuktikan bahwa dirinya tidak sedang meninggalkan rakyat Amerika.

antri untuk menyaksikan Obama

bersama keluarga, saya ikut kampanye Obama di Ohio

Sebagaimana dikatakan Victor sahabat saya, “Obama memang tak banyak berprestasi. Tapi ia tidak sedang lari dari kenyataan. Ia jujur mengatakan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama-sama. Maka, saya sebagai rakyat ingin memberinya kesempatan sekali lagi. Saya percaya, pada periode kedua, ia bisa berbuat lebih banyak. Ia telah membangkitkan kebanggaan sebagai bangsa Amerika, sekaligus bisa menghadirkan harapan di hati kami.”

Saat itu, saya langsung memikirkan negeri saya yang jauh di sana. Kini, pemerintahan telah masuk periode kedua sebagai hasil dari pemilihan langsung. Namun, adakah prestasi yang bisa dikisahkan pada banyak orang? Atau minimal, adakah tersisa kebanggaan ketika sang presiden berpidato sambil membaca teks lalu memaksa agar anak kecil yang tertidur dibangunkan untuk mendengar pidatonya?



Athens, Ohio, 7 November 2012

0 komentar:

Posting Komentar