SELAMA dua hari ini, pikiran saya dibanjiri gagasan dari Thomas Friedman.
Maklumlah, seminggu silam, saya membeli bukunya yang berjudul The Lexus and Olive
Tree (1999). Membaca buku ini, saya serasa diajak tamasya untuk memahami
bagaimana globalisasi bekerja.
Bagi
Friedman, Lexus adalah merek mobil mewah yang diproduksi di Jepang. Mobil ini
nyaris seluruh aspek produksinya ditangani oleh robot-robot canggih sehingga
kualitasnya amat baik. Wajar saja jika harganya sangat mahal. Di mata Friedman,
Lexus adalah simbol dari kemewahan serta pembangunan pesat. Sedangkan Olive
tree adalah pepohonan Olive yang disaksikannya di tepi sungai di Yordania. Olive
Tree adalah simbol dari kesederhanaan serta tradisi yang berurat akar di semua
masyarakat.
Kata
Friedman, dunia saat ini digerakkan oleh dua kekuatan yakni dorongan untuk
menggapai kemakmuran (yang disimbolkan oleh Lexus), dan hasrat untuk
mempertahankan identitas (yang disimbolkan oleh Olive Tree). Dua kekuatan ini
mewarnai wacana global, seiring dengan globalisasi yang ibarat gelombang telah
menyapu bersih semua negeri-negeri yang batasnya nyaris lenyap.
Saya
menyenangi Friedman bukan karena isu yang dikemukakannya amat penting untuk
memahami dunia yang tabiatnya makin aneh, namun juga karena bentuk dan style kepenulisan
yang sangat khas dan amat menghentak. Dalam beberapa uraian, saya seakan tak
mau berkedip sedetikpun disebabkan sebegitu piawainya pria, yang tiga kali
memenangi Pulitzer ini, membangun retorika yang ditulis dengan gaya bahasa yang
amat meyakinkan.
Di
tengah kesibukan tugas-tugas kuliah yang mulai memasuki puncaknya, saya mengunyah-nguyah
karya Friedman dengan amat lahap. Sayangnya, selama dua hari ini, saya hanya bisa membaca hingga bab tiga. Mudah-mudahan saja dalam waktu dekat ini,
saya bisa menuliskan resensi atas buku ini di blog. Semoga saja, buku ini kelak
bisa menginspirasi.
Athens, 20 November 2012
0 komentar:
Posting Komentar