Melihat "Baduy" di Amerika


mencoba kereta kuda

Jangan kira Baduy hanya ada di Jawa Barat. Di Amerika Serikat (AS) pun, ada pula suku seperti Baduy yang dalam hal isolasi pada dunia luar, serta keengganan mereka untuk menggunakan perangkat modern dalam kehidupan sehari-hari.

Suatu hari saya berkenalan dengan Ralph. Ia memiliki jenggot yang memenuhi seluruh dagunya. Ia bekerja sebagai pengemudi dokar atau bendi yang ditarik seekor kuda. Penampilannya mengingatkan pada situasi abad pertengahan, ketika para pria mengenakan topi seperti koboi. Ia adalah warga Amish, satu kelompok masyarakat yang masih hidup ala abad pertengahan di Amerika.

pemandangan dari kereta kuda
warga Amish sekeluarga
menyentuh kuda yang baru saja dimandikan

Hampir seluruh warga Amerika yang berumah di Ohio mengenali kelompok mereka. Ciri khas lelakinya adalah memelihara jenggot, topi lebar, dan semacam tali yang bersilangan di kemeja bagian belakang. Sementara yang perempuan memakai rok payung, pelindung kepala, serta hanya memakai baju warna dasar, tanpa pernah memakai warna mencolok seperti merah atau kuning.

Dahulu, mereka datang ke Amerika sebagai imigran Eropa. Meskipun waktu terus berubah, mereka tetap mempertahankan pola hidup ala masa silam. Mereka menolak kemajuan. Setiap hari mereka bertani dan berkebun. Sedang para wanitanya memerah susu, atau membuat kerajinan.

perempuan Amish
seorang anak menunggu dekat kereta
sekeluarga

Mereka juga mempertahankan bahasa ala nenek moyangnya yakni bahasa Jerman. Juga pakaiannya tetap ala abad pertengahan. Bertemu komunitas Amish, serasa memutar ulang waktu untuk kembali ke masa silam. Mereka bisa beradaptasi dengan alam. Mereka bisa mengelola apa yang ada di alam demi memenuhi kebutuhannya. Mereka tak ingin kaya. Tapi mereka ingin hidup yang cukup, di mana seluruh keluarga bisa senantiasa berkumpul bersama dan saling berbagi.

Sayang sekali, hari itu, saya tak banyak berbincang dengan Ralph. Tapi saya beruntung karena isa menumpang pada kereta kuda yang disewakannya sebagai atraksi wisata. Di perkampungan itu, saya ingin tinggal lebih lama dan menyelami khidupan mereka. Sayangya, saya hanya singgah sejenak untuk beristirahat, kemudian melanjutkan perjalanan. Semoga selalu ada hari lain untuk menyapa mereka.(*)




2 komentar:

duniaku bakso mengatakan...

Kenapa hanya sebentar Mas Yus,tinggalah lama-lama,kemudian posting pengalamannya disini,supaya kita-kita tahu dunia luar. Tp omong-omong saya suka baca tulisannya. Bisa membuat kulitku merinding dan saya bangga menjadi bangsa Indonesia.

Unknown mengatakan...

keren, keserhanaan,kebersamaan, tolong menolong

Posting Komentar