Sepenggal Kisah Mahasiswi Idealis


smile...

SEBUAH organisasi non pemerintah (NGO) masuk kampus. Para relawan (volunteer) direkrut dari kalangan mahasiswa. Mereka lalu berkampanye tentang perlunya membangun rumah-rumah bagi warga miskin. Para mahasiswa itu menjadi aktivis yang mulai memikirkan masalah-masalah di sekitarnya. Mereka merancang sesuatu, mereka mempersiapkan program-program yang kelak diterapkan bagi masyarkat sekitar. 

*** 

SEBUT saja namanya Ashley. Tingginya sedang. Rambutnya pirang. Matanya biru. Parasnya cantik. Saya menemuinya di gerbang kampus saat tergesa-gesa usai kuliah. Ia baru berusia 16 tahun, sebuah usia yang cukup muda untuk mahasiswa tingkat tiga. Bersama sahabat-sahabatnya, ia sedang menunggu di gerbang kampus sembari membagikan brosur. Saya pun disapanya dengan ramah. 

Tadinya saya tidak tertarik. Tapi ia tiba-tiba membicarakan lembaga yang sedang diikutinya. Ia membahas Habitat for Humanity, sebuah lembaga yang concern dengan upaya membangun rumah bagi kaum miskin di Athens. Ia lalu menyebut upaya-upaya yang sedang dilakukan. Dalam waktu lima menit, ia berhasil membuka mata saya tentang betapa pentingnya memberikan perhatian bagi segala hal di sekitar. Ashley lalu menunjukkan beberapa gambar. 

menunggu penanya
Katanya, realitas kemiskinan di Athens sudah terjadi dalam waktu lama. Ia cukup fasih menjelaskan sejarah tentang tempat itu yang dahulu adalah kawasan industri, kemudian setelah hasil alam itu dikeruk, kini menyisakan luka-luka ekologis dan sosial. Banyak yang miskin, kehilangan pekerjaan, sehingga perlu ada upaya untuk mengentaskannya. Perempuan muda usia ini lalu menunjukkan kiprahnya. Baru bergabung setahun, mahasiswa Global Studies ini telah menguasai berbagai persoalan sosial yang menderanya. Dalam waktu dekat ini, ia akan berangkat ke Tanzania, Afrika, untuk satu misi kemanusiaan. 

Saya mengagumi idealisme dan visi mahasiswa seperti ini. Saya yakin jika ia bisa saja memilih menjadi seorang mahasiswa mapan yang berkecukupan. Ia juga bisa saja menjadi seorang mahasiswa yang hobinya adalah pesta-pesta dengan alkohol. Tapi ia memilih jalan lain. Ia memilih untuk menghabiskan masa mudanya dengan aktivitas yang kemudian mengalirkan idealismenya. Ia memilih bersama masyarakat. Ia memilih melakukan sesuatu sebagai bentu tanggungjawab intelektual. 

bersama bahan presentasi
foto bareng
Pembicaraan dengannya cukup singkat. Ia lebih banyak bertanya tentang perjalanan jauh yang saya tempuh untuk mencapai Athens. Saya sendiri tidak begitu antusias dengan tema-tema seperti ini. Satu hal yang saya catat tentang warga Amerika yakni merea tidak punya pengetahuan geografi yang memadai. Banyak di antara mereka yang tidak tahu di mana posisi Asia, apalagi posisi Indonesia. Tapi saya sering menikmati ketidaktahuan itu. Saya jadi punya kesempatan untuk menceritakan Indonesia kepada mereka. 

Saat pamit, Ashley tiba-tiba menawarkan cupcake. Ia juga menjual kue itu demi mengumpulkan donasi. Saya menyodorkan satu dollar. Kemudian hendak beranjak. Baru berjalan 10 meter, ia tiba-tiba saja, ia memanggil namaku. Saya menoleh. Ia lalu berlari-lari kecil mendekat. Ia lalu membisikkan sesuatu di telinga. Hmm… Sesuatu yang sangat menyenangkan. 


Athens, 19 April 2012

6 komentar:

sarungtenun mengatakan...

wow :)

acemaxs mengatakan...

ashley dari wajahnya juga ramah...

Anonim mengatakan...

How smart you are MEN...!Any issues you found, expressed them in well organized words, senteces, and discourses! I like them, keep writing, find out of the experiences !

anugerah (ugha) mengatakan...

Heheh... Ashley yang cantik. Satu lagi sisi manis dari mahasiswa athens yang saya dapatkan dari blog ini. Terima kasih sudah berbagi kak :)

Anonim mengatakan...

Apa yang dibisikkan bang jadi penasaran...

Yusran Darmawan mengatakan...

hehehe. penasaran yaa?

Posting Komentar