Kami Anak Muda, Bung!

HIDUP yang berkeadilan adalah milik mereka yang muda. Aku tak hendak menyalahkan mereka yang berpanas-panas ria dan saling berkelahi dengan aparat. Mereka yang muda itu punya idealisme, sesuatu yang mulai hilang di kalangan mereka yang tua, atau pada mereka yang muda namun berpikir ala orang tua. Idealisme anak muda itu menjadi bara yang selalu memanaskan ruang berpikir di kepala mereka. Bara itu lalu menyalakan sesuatu dalam dirinya. Lalu bergeraklah mereka. 

polisi bersiap menghadang mahasiswa Makassar (foto: Abbas Sandji)

Dengan tinju kepal yang masih muda itu mereka hendak meninju kekuasaan. Mereka tahu kalau tinju itu kelak akan berdarah dan menyisakan rasa perih. Mereka juga tak sepandai generasi tua, sebab generasi tua itu pernah melewati fase sejarah sebagaimana mereka. Tapi mereka punya semangat yang menjadi hulu ledak gerakan sosial. Mereka hendak menggurat namanya di buku-buku sejarah. Mereka percaya bahwa kebenaran harus disampaikan. Tak peduli apa hasilnya kelak, yang jelas kebenaran harus disuarakan. Keadilan harus disampaikan, meskipun untuk itu, manusia harus bertarung demi menggapainya. Dan anak-anak muda itu memilih untuk menjadi martir. Demi negerinya. 

Aku sangat paham bahwa banyak yang menuduh mereka sedang diperalat. Dalam iklim di mana politik menjadi panglima, politik sering menjadi kambing hitam atas segala situasi. Dahulu, generasi muda seperti Wikana dan Sukarni juga dituduh pemerintah kolonial Belanda telah diperalat oleh tokoh pergerakan Sukarno-Hatta. Dahulu, pemuda Sukarno juga dituduh diperalat oleh generasi Tjokroaminoto. Dahulu Tan Malaka pernah dituduh menghasut massa rakyat. Tapi, tanpa mereka, Indonesia tak pernah lahir sebagai bayi merdeka. Tanpa anak-anak muda itu (yang dituduh telah diperalat oleh pemerintah kolonial Belanda), republik ini hanya menjadi angan-angan kolektif. Tanpa mereka, bangsa ini tak akan mekar di tepi taman bangsa-bangsa.

Maka cuekkan saja tuduhan bahwa kalian sedang diperalat itu. Bangsa ini sedang bergolak dan tidak menyadari seberapa nyaring jeritan rakyatnya. Tak usah peduli dengan kalimat tuduhan dari kelas menengah yang hari-harinya adalah menyusu di putting penguasa negeri ini. Mereka sedang didera kenyamanan. Mereka sedang tak ingin kenyamanannya diganggu. Mereka adalah lapis-lapis kelompok angkuh negeri ini yang melihat persoalan hanya dari balik kaca mobilnya yang gelap. Anak-anak muda yang di jalan itu sedang menyampaikan banyak hal. Mulai dari jeritan anak bangsa, politik yang dipermainkan para pemegang kuasa, hingga pemerintah yang pekak telinganya. 

foto: Abbas Sandji

Di jalan itu, anak-anak muda sedang memendam harapan. Banyak yang menyebut mereka sebagai generasi kurang ajar. Jika mereka benar kurang ajar, bukankah generasi yang melahirkannya jauh lebih kurang ajar dari mereka? Mungkin mereka merusak kantor polisi. Sesekali tak apa. Sebab mereka melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa negara ini punya banyak duit untuk sekadar menggantinya. Bahkan pengelola negara ini malah senang dengan rusaknya fasilitas itu. Proyek baru akan muncul. Penguasa tersenyum membayangkan ada lagi duit yang akan ditilep. Dengan tindakan itu, mereka hendak merayakan masa muda yang semuda-mudanya. Mereka hendak merubuhkan tembok kuasa, yang untuk itu akan menelan ongkos yang tak sedikit. 

Maka teruslah mencari cara agar penguasa bebal itu bisa sekadar menoleh dan memahami nasib semua rakyat. Pak sopir tak akan marah jika dalam sehari rezekinya berkurang. Pak sopir akan jauh lebih sedih ketika semua harga-harga naik dan dirinya kesulitan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sesekali negeri ini harus dikejutkan biar mata dan pikiran mereka terbuka bahwa ada sesuatu yang salah di negeri ini. Sesekali semua orang harus dibangunkan bahwa dalam beberapa hari mendatang kemiskinan akan kian mencekik semua warga negara.

Tak perlu takut dengan kata-kata media massa yang menuduh kalian telah anarkis atau telah memacetkan ekonomi. Tak usah dengarkan suara para pengusaha-pengusaha yang sekarang menguasai media massa itu. Yang perlu kalian perhatikan adalah jeritan semua orang di facebook dan twitter yang mengabarkan naiknya harga-harga. Di tangan anak-anak muda seperti kalian, kita meletakkan harapan atas negeri ini. Kita menanam niat baik agar kelak negeri ini masih lebih baik dari negeri mereka yang sekarang menjadi generasi tua dan tak mau mendengar itu. Kita akan lebih baik dari generasi tua yang buta sejarah. Biarlah mereka dikutuk oleh sejarah. Jangan pernah takut untuk berteriak, "Kami anak muda, Bung!"



Athens, Ohio, Maret 2012
dari tanah yang menjadi rahim bayi kapitalisme


9 komentar:

Ayu Welirang mengatakan...

tak jarang pula ada anak muda yang sekedar ikut-ikutan saja. sok berdemo tanpa tahu tujuannya. :)

Anonim mengatakan...

izin di share kanda...

Anonim mengatakan...

entah kenapa mata saya terpaku melihat nama universitas akun facebook mahasiswa2 yg ijin "share" artikel ini................

Anonim mengatakan...

izin sharee :)
kami anak muda, Bung!

Perempuan Semesta mengatakan...

saya merasa menemukan "keluarga" ketika berda bersama mereka di jalanan...

Asrin Eka Yudha Prawira mengatakan...

izin share kanda

Anonim mengatakan...

Aksi Mahasiswa skrg TIDAK kreatif. Tutup jalan, bakar ban, teriak2. Lalu apa bedanya dgn aksi2 mahasiswa sebelumnya.....
Tidak punya ide otentik.

Yusran Darmawan mengatakan...

yup

Yusran Darmawan mengatakan...

silakan

Posting Komentar