Sejarah Kecil Tribun Timur

Saat belajar jadi jurnalis tahun 2003. Di manakah diriku?

KISAH sebuah suratkabar adalah kisah tentang upaya mengabadikan setiap keping peristiwa ke dalam ruang-ruang sejarah. Kisah itu bisa berupa himpunan pengalaman dan segala sesuatu yang pernah terjadi, namun masih memiliki denyut hingga masa kini. Dengan cara itu, sebuah suratkabar atau media membekukan pengalaman, menyimpan butiran hikmah dan catatan kearifan untuk mengisi zaman kini. 

Kita sering mengabaikan fakta bahwa sebuah media tidak sekadar pencatat sejarah. Media massa juga berada pada satu kurun sejarah tertentu. Ibarat janin, media massa juga memiliki tahapan, proses pembentukan, hingga saat-saat menegangkan ketika bayi media itu lahir dan tumbuh dewasa. Dalam konteks itulah, tulisan ini dibuat demi merekam kejadian kecil tentang satu media di kota Makassar. 

Delapan tahun silam, harian Tribun Timur lahir di bumi Anging Mammiri. Saya masih ingat persis fase demi fase lahirnya koran yang kini kian tumbuh dan menghujamkan akar di sanubari masyarakat. Delapan tahun silam, tepat tanggal 9 Februari 2003, semuanya serba bergegas. Malam itu, bertempat di Jalan Perintis Kemerdekaan, sebanyak 50 jurnalis muda berdebar-debar menanti lahirnya media yang konsepnya telah dipelajari selama enam bulan. 

Saat itu, ada kebutuhan yang mendesak untuk lahirnya sebuah media baru. Publik Sulawesi Selatan dan Indonesia timur menunggu lahirnya media yang tidak hanya merekam dinamika di level atas politik, namun dinamika di masyarakat sehari-hari, yang di masa itu tidak seberapa punya posisi tawar di politik dan pemerintahan. Pendidikan bagi para jurnalis dimulai sejak bulan September. Saat itu, para jurnalis dilatih beragam teori hingga praktik jurnalistik. Selama enam bulan, mereka diterjunkan ke masyarakat demi mengumpulkan berita dari berbagai sisi. 

Sebagai calon jurnalis Tribun, saya diwajibkan untuk datang tepat waktu, wajib untuk membuat catatan harian, serta wajib untuk mengubah berita media lain, lalu menuliskannya sesuai dnegan standar berita Tribun. Pelatihan ini cukup berat buat saya. Sebab yang paling penting adalah bagaimana mengasah kepekaan demi melahirkan berita yang lebih baik. Tentu saja, kapasitas serta penguasaan konsep berita menjadi sesuatu yang amat penting dan tak bisa diabaikan begitu saja. 

Saat itu, kami diajarkan konsep berita yakni berita menarik dan mikro. Konsep ini dimaksudkan agar Tribun tidak ikut membingungkan masyarakat dengan berita-berita yang problematik dan melangit. Tribun berfokus pada hal-hal sederhana, merekam denyut sehari-hari yang merupakan bagian dari denyut nadi peristiwa di masyarakat, serta menjadi realitas keseharian yang dialami dan dijalani masyarakat. 

*** 

Dalam pahaman saya, konsep berita yag diusung lebih bersifat induktif yakni memulai dari satu kejadian atau fakta, kemudian dijelaskan kembali dengan melihat realitas pada dimensi yang lebih luas. Tribun mengusung konsep berita yang mudah dipahami banyak orang, namun tetap tidak kehilangan sentuhan holistik yakni menjelaskan peristiwa itu dengan melihat asal-muasalnya, latar belakang, hingga proses-proses sosial yang menyebabkan munculnya sebuah kejadian. 

gadis berbaju adat Bugis.
foto karya Abbas Sandji,
redaktur foto Tribun Timur


Satu hal yang menarik dari konsep ini adalah kemasan. Tribun memolopori tampilan media yang lebih dinamis dan menyegarkan. Pada masa itu, layout atau tampilan media amat kaku dan tidak direncanakan dengan matang. Media ini lalu memolopori kemasan yang menarik, dengan isi (content) yang dinamik, serta menarik dipandang. Saya melihat ini sebagai strategi agar media ini dengan segera bisa diserap oleh pasar. 

Pada saat itu, dilakukan satu riset pasar untuk melihat kecenderungan pembaca media di Makassar. Hasil riset ini yang kemudian menjadi rekomendasi untuk menyusun rubrikasi yang saat itu meliputi politik, olahraga, ekonomi, kota, daerah hingga nasional dan inernasional. Saya masih ingat persis. Ruh Tribun Timur ditiupkan oleh jurnalis senior Kompas yakni Valens Doy (kerap disapa Om Valens). Pria asal Flores inilah yang banyak melatih para jurnalis, sekaligus menyusun konsep berita. Valens punya visi besar untuk menaikkan bendera Tribun agar tidak hanya berkibar di Sulawesi Selatan saja. Ia ingin agar Tribun bisa berkibar hingga ke Indonesia Timur. Itu bisa dilihat dari pemilihan nama media yakni Tribun Timur, yang agak berbeda dengan grup Tribun di daerah lainnya. 

Valens pulalah yang kemudian menentukan kapan latihan bagi para jurnalis serta pematangan konsep itu dianggap cukup untuk menerbitkan satu media yang diharapkan kelak akan besar. Sungguh amat disayangkan karena Valens berpulang ke Rahmatullah sebelum sempat menyaksikan bagaimana koran ini akhirnya tumbuh mengakar dan rantngnya menjangkau mega-mega. Setelah latihan selama enam bulan, akhirnya koran itu terbit juga. Saya masih mengenang, di sepanjang jalan-jalan protokol kota Makassar terdapat banyak spanduk putih bertuliskan pesan berwarna biru “Bandingkan Beritanya.” 

Saat itu, banyak Sales Promotion Girl (SPG) yang dikerahkan di jalan-jalan demi menjual harian Tribun. Koran dibagikan secara gratis agar pembaca bisa mengetahui seperti apa konsep yang diusung media ini. Selanjutnya, Pada saat terbit, saya tidak berposisi sebagai jurnalis. Saya diserahi amanah menjadi Litbang (entah apa posisi ini masih ada ataukah tidak) yang bertugas untuk memberikan sentuhan media dengan data serta analisis. Saya sring menangani halaman 24 yang berisikan analisis politik. 

Tentu saja, saya bukan orang yang tepat di posisi itu. Namun, Redaktur Pelaksana Dahlan Dahi meyakinkan kalau posisi itu harus dilihat sebagai proses belajar untuk menyempurnakan diri. Ia memberikan saya kesempatan dan juga pengetahuan agar belajar keras demi posisi tersebut. *** Saya bertugas di Tribun hingga tahun 2006. Dengan membawa bekal pengetahuan serta konsep-konsep berita di Tribun, saya lalu berkelana ke beberapa tempat. 

Saya menganggap setidaknya ada beberapa ciri yang menjadi karakter Tribun, yang bisa menjadi butiran hikmah bagi media apapun. 

Pertama adalah daya belajar. Tribun memposisikan dirinya sebagai wadah yang terus belajar. Setiap hari, Tribun belajar dari setiap peristiwa dan bagaimana mengemas peristiwa itu. Di sini, saya melihat sinergi yang sangat baik antara lini redaksi dan lini bisnis, sesuatu yang sering menimbulkan konflik di media lain. 

Kedua adalah penempatan posisi. Media ini selalu jeli memilih posisi dalam pemberitaan. Meskipun sering memuat berita politisi, sebab inilah dinamika yang hangat di Sulsel, namun media ini bisa berada pada posisi public yang menginginkan ada dinamika yang serimbang. Dengan penempatan posisi ini, Tribun bisa menjadi kekuatan baru yang kemudian mengharu-biru politik di Sulawesi Selatan. 

Ketiga adalah kreatifitas. Saya menyaksikan kreatifitas ini sejak media ini pertama terbit. Dengan konsep agar beritanya “beda dan lebih baik”, awak Tribun selalu berusaha menyajikan hal-hal berbeda, serta melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda, dan tidak terjebak dengan cara berpikir media mainstream. Dengan cara ini, berita bisa dibuat dari banyak sisi (multiangle). Ketiga rumus ini terkesan sederhana, namun begitu sulitnya menerapkan ini secara konsisten dan terus-menerus hingga delapan tahun. 

Kini, Tribun berulangtahun kedelapan. Serasa baru kemarin saya menyaksikan dinamika, semangat, serta daya tahan belajar yang hebat sebagaimana diajarkan di Tribun. Media ini telah mengajarkan sesuatu yang kemudian mengalir dalam pembuluh darah saya, menghadirkan kekuatan, kejernihan melihat kabut peristiwa, serta embun kepekaan untuk mengenali setiap inchi realitas di depan mata. Selamat ultah buat Tribun!

11 komentar:

Muh Huldi mengatakan...

saya ingat soal kewajiban menyetor catatan harian setiap pagi ke bang Dahlan. itu mengajarkan kita disiplin, hal terpenting dalam menaati deadline. saya baru menyadarinya setelah tidak lagi di tribun. selain, catatan harian itu sangat membantu kita mendekatkan antara jari-jemari yang menari di keyboard komputer dengan gagasan mentah di kepala. selamat ultah buat Tribun Timur. jaya selalu.

Ibrahim Halim mengatakan...

luar biasa, bang...! kangen sekali mau reuni setelah membaca tulisanta.

Yusran Darmawan mengatakan...

benar. sy jg kangen utk reuni sm semua teman2

Dahlan Dahi mengatakan...

Mantap Bos.

Yusran Darmawan mengatakan...

thanks kak dahlan

Unknown mengatakan...

Akhirnya jd tahu..mksh tulisan'y bang. ;)
Sy salut jg dgn trobosan program2 marketing dr Divisi Sirkulasi (Manejer ; Abd.Haris Suardi)

By. Oce'
SP.Tribun Area kec.Biringkanaya
(Agency binaan Sirkulasi)

Unknown mengatakan...

Mantap bang!.
Akhirnya jd tau...
Sy jg salut utk trobosan2 program mrketing dr Divisi Sirkulasi Tribun Timur
(Maneger ; Abd.Haris Suardi)

By. Oce'
SP.Tribun Area kec.Biringkanaya,Mks
(Agency binaan Sirkulasi)

Unknown mengatakan...

Akhirnya jd tahu..mksh tulisan'y bang. ;)
Sy salut jg dgn trobosan program2 marketing dr Divisi Sirkulasi (Manejer ; Abd.Haris Suardi)

By. Oce'
SP.Tribun Area kec.Biringkanaya
(Agency binaan Sirkulasi)

Yusran Darmawan mengatakan...

iya. sy jg masih ingat dgn saat2 itu.

Yusran Darmawan mengatakan...

makasih atas komennya

Jumwal mengatakan...

Pada saat Tribun Timur terbit, Harian Fajar sempat goyang, banyak pelanggan yg beralih.
Dalam suatu rapat grup di Makassar sesaat setelah terbitnya Fajar, kami para pemimpin media grup Fajar diultimatum agar bergerak cepat melakukan pembenahan

Posting Komentar