Setajam PEDANG, Selembut BUNGA LOTUS

Cina, Ekspresi Kultural, dan Testimoni

ALUNAN musik ghuzeng (sejenis kecapi) terdengar lembut di dalam ruang ganti itu. Di belakang panggung pertunjukan di Templeton, Blackburn Alumni Memorial di kota Athens, Ohio, gadis itu sedang menyapukan lipstick tipis berwarna merah darah di bibir tipisnya. Ia memakai baju merah, jenis yukata, yang agak panjang. Rambutnya disisir lurus ke belakang dan diikat dengan pita merah. Wajahnya putih kemerahan, semerah bunga teratai di kaki tembok raksasa Cina yang perkasa. Ketika saya mendekat, ia memandang saya melalui cermin, sambil berbisik, “Apakah saya nampak cantik?”

Tari Dinasti Han (foto: Rashmi Sharma)
menari dengan iringan suara lembut (foto: Rashmi Sharma)

Hari ini, Minggu (15/1), gadis bernama Shuyi (sebut saja demikian), yang kebetulan tetangga saya di Commons Apartment itu, akan tampil menari bersama beberapa rekannya. Menurut brosur yang saya pegang, mereka akan menampilkan tarian tradisional Dinasti Han. Saya tak punya pahaman sejarah yang baik. Namun setahu saya, Dinasti Han adalah dinasti terkuat di Cina setelah Dinasti Qing, yang muncul pada tahun 260 SM. Pada masa ini, musik dan sastra lahir bak cendawan di musim hujan. Pertama kalinya pula, seni tradisi seperti tari dipentaskan khusus di depan keluarga istana.

Bersama beberapa sahabat, saya lalu duduk di bangku paling depan. Saya tak ingin melewatkan pagelaran seni khas negeri tirai bambu pada acara 2012 Chinese New Year di kampus Ohio University at Athens. Pada acara yang diadakan oleh Chinese Students & Scholar Association (CSSA) ini, berbagai atraksi ditampilkan. Namun nampaknya, acara ini bukan hanya menampilkan para mahasiswa Cina, yang merupakan komunitas internasional terbesar di kota Athens. Mereka yang tampil adalah kombinasi antara para mahasiswa dan komunitas warga keturunan Cina, termasuk anak-anak, remaja, hingga mereka yang berusia lanjut. Acaranya dikemas dalam satu panggung, yang menampilkan kesenian tradisi, puisi, hingga atraksi kungfu.

tarian naga yang membuka acara (foto: Rashmi Sharma)

Mulanya adalah lampu di panggung tiba-tiba meredup. Selanjutnya, sebuah tarian naga dipentaskan. Beberapa mahasiswa membawa naga tersebut dari tepi gedung, kemudian membawanya ke panggung lalu turun dan berputar. Saya mendengar suara gendang bertalu-talu, sebagaimana dulu sering saya dengar saat menyaksikan film Kungfu Master. Saya tiba-tiba teringat bahwa menurut kalender Cina, tahun ini adalah tahun naga. Tahun ini diyakini akan membawa kesejahteraan, keamanan, sekaligus kepemimpinan. Tahun ini juga diyakini akan membawa pencerahan. Benarkah? Izinkan saya berharap demikian.

Usai tarian naga, Shuyi memasuki panggung bersama enam orang rekannya. Saya memperhatikan bajunya yang merah. Kalau tak salah, warna merah melambangkan kegembiraan. Pada masa Dinasti Han, para penari mengenakan pita merah yang panjang di lengan sebagai simbol penghormatan pada Kaisar Hsiang Po yang menyembunyikan pedang di balik kain lengannya yang panjang demi berjaga-jaga. Ternyata, penghormatan itu justru melintasi zaman hingga akhirnya dipentaskan sore ini.

Saya memandang Shuyi di panggung. Musik mengalun pelan, dan ada suara nyanyian lirih dari seorang gadis. Lagunya terdengar seperti lagu sedih. Saya serasa berada di tengah dataran tinggi Cina yang sejauh mata memandang adalah bukit-bukit. Ekspresi para penari itu datar. Mungkin mereka sama-sama mengikuti musik yang lirih dan sesekali bergelombang sebagaimana air mata yang mengalir deras. Saya seperti merasakan kesendirian. Saya merasa hampa. Saya sepi. Saya ingin pulang. Tapi tiba-tiba niat itu diurungkan saat melihat ada kerling mata dari panggung yang menghujam ke dada ini. Ah, saya akan menunggunya hingga pertunjukan ini usai.

kombinasi tari tradisional dan modern (foto: Rashmi Sharma)

Acara 2012 Chinese New Year 2012 ini tidak hanya menjadi ajang bagi mahasiswa Cina untuk menujukkan kiprahnya, akan tetapi juga untuk menunjukkan pengaruh mereka pada dunia. Dalam salah satu bagian acara, terdapat tayangan di atas panggung yang menampilkan ucapan selamat dari berbagai negara.

Saya melihat ini sebagai sebuah testimoni bahwa penduduk Cina sudah menyebar ke seluruh dunia. Pemerintah negeri itu sukses menjadikan fakta demografis yakni jumlah penduduk sebagai satu kekuatan besar, lalu menyebarkannya ke banyak negara demi memperkuat pengaruh dan jaringan kekuasaan. Di awal abad ke 21 ini, kita bisa menemukan mereka di mana-mana. Dengan nasionalisme yang laksana bendera terkerak tinggi, mereka siap setiap saat melakukan sesuatu demi negara. Harap catat, komunitas Cina di Amerika tidak cuma mahasiswa. Mereka tersebar di semua lini. Bahkan banyak di antara mereka mejadi professor yang ikut menentukan apa wacana yang akan bersarang di benak warga Amerika. Bisakah kita membayangkan seberapa dahsyatnya kekuatan mereka?

lantunan puisi (foto: Rashmi Sharma)

Saya memang menyenangi segala topik tentang Cina. Saya juga menyenangi topik tentang India. Bagi saya, kedua negara ini telah lama menjadi ikon Asia dan tinggal menunggu saat yang tepat untuk mencengkeram dunia. Fakta demografis yang besar telah menebalkan solidaritas mereka di manapun berada. Sejak pertama datang ke AS, saya selalu tercengang melihat betapa banyaknya jumlah mahasiswa Cina di sini.

Menurut situs resmi pemerintah Cina, jumlah mahasiswa China yang belajar di luar negeri saat ini terbanyak di dunia, dengan jumlah 1,27 juta mahasiswa pada akhir tahun 2011. Sekitar 285.000 dari mereka adalah siswa baru yang mulai studi di luar negeri tahun lalu, naik 24 persen dibanding 2010 (Bandingkan dengan mahasiswa baru asal Indonesia di seluruh Amerika yang jumlahnya hanya sekitar 300 orang di tahun 2011). Uniknya, tidak semua datang dengan memegang beasiswa. Banyak yang datang dengan biaya sendiri. Maklum saja, dengan perekonomian yang maju pesat, rakyat Cina memiliki akses dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke mana-mana. Mereka tersebar di Eropa dan Amerika demi mengasah intelektualitas untuk kemudian akan kembali ke negaranya demi memperkuat barisan dan menjadikan negeri itu sebagai pemimpin dunia.

Harian The New York Times pernah mencatat bahwa puluhan perguruan tinggi dan universitas di AS juga melihat lonjakan dalam aplikasi siswa dari Cina. Misalnya Grinnell College di Iowa, hampir satu dari setiap 10 pelamar yang sedang dipertimbangkan untuk kelas 2011 adalah dari Cina. Nampaknya, pemerintah negeri tirai bamboo itu tidak sedang bermain-main dengan upaya mencetak barisan intelektualnya. Mereka menyiapkan dengan matang, menggelontorkan dana dalam jumlah besar agar generasi mudanya bisa menjadi bagian dari dinamika ilmu pengetahuan dunia internasional, yang kelak akan memperkokoh laju perekonomian negeri itu.

atraksi wushu (foto: Rashmi Sharma)
atraksi kungfu (foto: Rashmi Sharma)

Dengan melonjaknya jumlah mahasiswa Cina, jangan berpikir bahwa mereka rata-rata fasih bahasa Inggris. Tidak sama sekali. Sebagaimana saya, sebagian besar dari mereka juga mengalami kendala bahasa. Makanya, mereka banyak tersebar di kelas bahasa dan mengambil mata kuliah yang sama dengan saya. Tapi yang bikin saya kagum adalah mereka tidak saling mencemooh. Mereka saling belajar dan saling membantu untuk mengatasi kendala tersebut. Mereka menjadikan dirinya sebagai lahan subur agar rekan-rekannya tumbuh dan kelak menjadi pohon kukuh dengan ranting yang menjangkau mega-mega. Salah satu di antara yang mengambil kelas bahasa itu adalah Shuyi, yang hari ini menari dengan memukau.

Hari ini, saya duduk menyaksikan pertunjukan seni yang mereka sajikan. Ada tarian Dinasti Han, atraksi kungfu, lagu, hingga puisi yang dilafalkan dengan cepat, namun maknanya seringan salju yang turun di Shanghai dan sedalam laut Cina Selatan. Memang, kesenian dan tradisi Cina punya dua sisi yang saling melengkapi. Di satu sisi amat indah semerbak seperti bunga lotus, di sisi lain amat cepat bertenaga serta menikam nurani dengan pedang-pedang puisi.

berdebar-debar seusai menari

Setelah tiga jam menyaksikan acara itu, saya lalu beranjak bersama teman-teman asal Indonesia. Saya lalu menyusuri halaman depan kampus Ohio demi menuju restoran terdekat. Sungguh sial, karena saya tiba-tiba melupakan kupluk dan sarung tangan di kursi penonton. Saya lalu pamit untuk mengambil dua benda itu. Hawa dingin menusuk-nusuk. Tiba dalam gedung, saya lalu mengambil barang saya yang tertinggal. Saat hendak beranjak, ada seraut wajah manis berbaju yukata merah di atas panggung yang tersenyum ke arahku. Saya melihat Shuyi yang matanya berbinar-binar dan tiba-tiba memanggilku. Ya Allah.. cantik nian gadis ini.(*)



Athens, Ohio, 18 Januari 2012

3 komentar:

Patta Hindi Asis mengatakan...

pas sekali dengan perayaan imlek tulisanta kanda...inspiratif

Yusran Darmawan mengatakan...

makasih kanda patta. saya juga suka tulisanta tentang bunga. mantap!

Yusran Darmawan mengatakan...

test....

Posting Komentar