Masak-Masak di Kota Athens

restoran cina di Athens, Ohio

SEKARANG, marilah kita membahas makanan. Mulanya saya menyangka akan kesulitan beradaptasi dengan makanan. Saya tidak seberapa familiar dengan makanan seperti pizza, spagheti, atau berbagai jenis makanan lain. Setiba di Amerika, ternyata makanan yang dimakan sama saja dengan di Indonesia. Semuanya tergantung selera.

Bukan hanya orang Indonesia yang suka makan nasi. Hampir semua orang Asia suka makan nasi. Makanya, beras --sebagai bahan baku nasi-- mudah ditemukan di mana-mana. Bagi yang suka makan di restoran, nasi mudah ditemukan di restoran-restoran Cina. Tapi bagi yang suka memasak di apartemen, beras mudah ditemukan di semua supermarket. Konon, banyak warga Amerika Serikat (AS) yang bergantung pada pasokan beras dari Asia. Jangan terkejut. Bukan hanya beras. Di sini, indomie juga mudah ditemukan.

Harga makanan di restoran dan bahan makanan yang dibeli sangatlah beda. Makanan restoran jauh lebih mahal daripada bahan makanan. Sebagai ilustrasi, harga 30 butir telur di supermarket hanya 2 dollar. Sementara jika membeli satu butir telur yang telah digoreng, maka harganya bisa 4 dollar. Sangat jauh bukan?

Makanya, selama di sini, saya membiasakan untuk memasak. Kemarin, saya belanja bahan di supermarket, saya hanya membayar 20 dollar. Padahal bahan yang dibeli hampir sekeranjang. Mulai dari beras, telur, roti, berbagai jenis slei, garam, susu jergen, merica, garam, gula, minyak goreng, sereal, serta teh celup. Ini masih ditambah kebutuhan sehari-hari seperti payung dan sejenisnya. Bisa pula ditambah aneka minuman mulai jus hingga Pepsi Cola. Semuanya murah. Tapi kalau mau beli di restoran, harganya sangat beda.

Nah, sekarang soal minuman. Di sini, tak bakal ditemukan dispenser atau galon. Semua orang minumnya di keran air. Awalnya saya heran sebab dengan mudahnya orang memutar keran, menampung air dalam gelas, kemudian meminumnya. Tadinya saya protes, apakah air itu sehat? Seorang sahabat menjelaskan kalau air keran justru jauh lebih sehat jika dibandingkan dengan air aqua. Maknanya, di kampus amat mudah ditemukan keran air yang bisa menyebur dan langsung ditadah dengan mulut.

Mendengar penjelasan itu, saya pun mulai ikut-ikutan meminum air keran. Tapi, risih juga sih. Masak selesai cuci piring, tiba-tiba langsung minum air di keran itu. Rasanya agak aneh karena air yang dipakai mencuci, tiba-tiba diminum.(*)

4 komentar:

Uracute mengatakan...

posting hasil masak-memasaknya dong kak hhihihih

sarungtenun mengatakan...

hhhhh dijamin tetep bisa gemuk di ohio

Anonim mengatakan...

sipplah sukses slalu om,,semoga tiba di tanah air jd koki yg hebat heheehee

mila mengatakan...

Saya sendiri juga masih terbiasa minum air yang dimasak, demikian jg halnya dg beberapa Austalian yg saya jumpai...

Posting Komentar