Saya Ingin Mewariskan Pengetahuan. Bukan Kekuasaan! Bukan Kekayaan!

DI negeri ini para penguasa selalu berusaha mewariskan kekuasaan kepada anaknya. Ketika menjabat pada posisi penting, maka mati-matian seorang pejabat mewariskan kekuasaan kepada anaknya. Meski sang anak punya kapasitas yang payah, pejabat itu tidak peduli. Di Indonesia, tema politik dinasti sedang marak-maraknya. Ada banyak pejabat yang hendak mewariskan jabatan pada anak atau keluarganya. Tak ditiliknya sejauh mana kapasitas sang pewaris. Pokoknya, kekuasaan harus diwariskan. Uang juga harus tetap di kelompok itu. Payah!


Masyarakat kita sedang digiring ke era kebodohan massal. Jaringan dan uang yang dimiliki pejabat itu diarahkan segenap rupa untuk mendukung sang anak. Polanya sederhana. Sang pejabat akan memperbanyak proyek, kemudian uang lalu mengalir, lalu uang itu dipakai untuk 'membeli' jaringan demi memperkuat diri. Maka mendekatlah para penjilat dan masyarakat yang pikirannya telah ditumpulkan. 

Berdatangan pulalah para intelektual yang lalu mengemas pencitraan, mengemas sesuatu yang bego hingga nampak seolah-olah cerdas. Jaringan penjilat ini lalu bekerja untuk membodohi rakyat. Mereka menyerahkan segepok uang sambil dititipi pesan agar kelak memilih si bodoh itu. Rakyat terpedaya. Berkat uang segepok, harga diri tergadaikan. Gara-gara uang ratusan ribu, miliaran rupiah uang pajak akan dikeruk oleh si bodoh dan komplotan bodoh itu.

"Mungkin kelak ketika kita menjadi bapak, kitapun akan melakukan itu pada anak kita," demikian kata seorang kawan. Tapi maaf! Saya berjanji pada diri saya untuk tidak melakukan tindakan bodoh itu.  

Jika kelak saya membesarkan seorang anak, saya ingin memperkenalkannya pada kerja keras serta upaya menghargai hal-hal kecil atau tahap-tahap menjadi manusia paripurna. Saya ingin menyekolahkannya pada tempat tertinggi, tempat-tempat yang dahulu hanya bisa saya khayalkan. Saya ingin memenuhi semua kebutuhan bacaannya untuk menjadi manusia hebat hingga kelak akan menjadi kaki-kaki yang memberinya kemampuan untuk bergerak ke manapun.

Maaf! Saya tidak ingin mewariskan kekuasaan. Saya tidak ingin mewariskan kekayaan. Saya ingin mewariskan khasanah kemampuan, serta sikap menghargai proses atas kerja keras yang tak pernah surut. Saya ingin mengajarinya sikap menghargai segala pencapaian, serta hasrat untuk terus memyempurna. Saya ingin mewariskan kapasitas, sesuatu yang kelak membedakannya dari orang lain, dan menjadi kail untuk menjerat banyak peluang-peluang emas di masa mendatang. Saya ingin mendedikasikan diri saya sebagai busur dan dirinya adalah anak panah yang akan melesat mengikuti garis takdirnya.

Kelak, masa depan akan mencatat. Saya ingin menjadi pihak di belakang semua kisah-kisah yang akan dituliskan orang lain tentang dirinya. Saya ingin dirinya mengenang saya sebagai ayah yang memberinya kekuatan, mengisi tubuhnya dengan semangat serta mimpi-mimpi untuk merebut sesuatu, mimpi untuk menaklukan dunia. 

Mungkin orang lain akan menganggap tulisan ini sebagai bualan. Mungkin orang lain akan menganggap ini sebagai dongengan di siang bolong. Saya sudah terbiasa dengan cap pendongeng, tapi secara perlahan tapi pasti saya akan mewujudkan apa yang disebut dongengan itu. Bukankah sayapun berhak untuk menganyam impian untuk anak saya kelak?

3 komentar:

Patta Hindi Asis mengatakan...

berbagi dan mewariskan pengetahuan dari kanda yusran yang kami tunggu...

Dwi Ananta mengatakan...

Kasian ya negara ini ._. Tapi semoga masih banyak orang-orang di bumi Indonesia ini yang berfikiran sama dengan kak Yusran :) Untuk saya, anak ku tak perlu menjadi hebat, pintar, atau mengenyam pendidikan setinggi-tingginya (kecuali itu yang dia inginkan), cukup dia bahagia, berguna, & melayani orang-orang disekitarnya.

Tim Harry Y. Tang mengatakan...

Artikel yang menarik..Kapan kapan mampir ke blog kami ya.. :)
TipsKilat

Posting Komentar