Haru Biru CINTA yang Tumbuh di Dasar Hati

THAILAND identik dengan film horor. Itulah kesan yang selama ini tertanam di benakku. Tapi setelah menyaksikan film Crazy Little Thing Called Love, aku harus merevisi gambaran tersebut. Film yang barusan kutonton ini adalah jenis film romantis, mengharu-biru, dan menguras air mata bahagia. Pantas saja jika film ini dinobatkan sebagai film terlaris dan terromantis di Thailand pada tahun 2010.

Menyaksikan film ini, serasa menyaksikan film Ada Apa dengan Cinta? yang dibintangi Dian Sastro dan Nicholas Saputra. Kisahnya rada-rada mirip. Tentang persahabatan di masa sekolah menengah, kemudian ada cinta yang tidak sempat terucapkan, namun tumbuh mengakar hingga ke dasar hati, namun tak pernah bisa terucap. Mereka tak saling tahu betapa kuatnya gejolak cinta itu. Satu pihak menutup diri, lebih suka menyaksikan dari kejauhan, hingga akhirnya cinta itu harus menjauh.

Dan suatu hari, keduanya kembali dipertemukan. Kali ini cinta memenangkan hati keduanya. Setelah sedih yang menikan-nikam, kini bahagia yang memekar dan membuncah. Kita menyaksikan indahnya cinta yang mempertemukan. Dengan segera kita bisa menarik konklusi bahwa setelahnya cinta akan tumbuh hingga sebuah kembang merah yang indah menghiasi pucuk tanaman tersebut.

Mulanya aku tak begitu tertarik sebab genre film Thailand cukup kuhapal. Akan tetapi setelah menyaksikan resensi yang dibuat istriku (baca DI SINI), aku mulai merevisi image yang terlanjur melekat di benak. Ternyata sineas Thailand pandai juga membuat film yang ada nuansa komedi, dan penuh adegan mengharukan.

Satu-satunya kerikil (untuk tidak menyebutnya kelemahan) dalam film ini adalah alur kisah yang lambat dan agak membosankan di awal. Terlampau banyak sisipan adegan yang tidak penting, tapi cukup efektif untuk memberi efek komedi hingga menghilangkan kebosanan. Jika kita melewati setengah jam pertama, maka kisah selanjutnya mulai masuk tanjakan, kerikil persoalan, konflik hingga konklusi pada sepuluh menit terakhir. Satu hal yang membuatku salut adalah transformasi sang gadis dari 'si buruk rupa' menjadi si cantik rupawan. Aku sendiri sempat pangling pada awalnya. Mungkin ini adalah kehebatan para tim rias (make up) di balik layar produksi film. 

Usai menonton film ini, tiba-tiba saja aku jadi merutuki diri sendiri. Mengapa aku tak punya kisah seromatis itu di masa sekolah menengah? Apa yang kulakukan pada usia belasan tahun? Mungkin aku telah kehilangan satu demi satu momen-momen indah yang membahagiakan saat cinta mulai bertunas dan disirami oleh imajinasi kemudian disuburkan oleh kasih sayang. Pertanyaannya, apa yang kulakukan saat usia belasan tahun?


Catatan:

Sinopsis film ini bisa dibaca DI SINI

1 komentar:

ningsyafitri mengatakan...

pemainnya 'bening2' euy...
penasaran pengen nonton...
:)

Posting Komentar