Belajar dari Harry Potter untuk KalahkanTrauma

Harry Potter

TRAUMA adalah sebuah ingatan yang menikam kesadaran. Disebut ingatan sebab trauma selalu berasal dari sesuatu yang tersisa dalam ingatan, mekipun kita berupaya keras untuk menghapusnya. Semakin keras upaya untuk menghapusnya, maka semakin kuat pula trauma tersebut bertahta. Ibarat oksigen, trauma bisa menempati wadah apapun. Ia bisa hadir dalam berbagai benda. Bukan untuk mengisinya, namun menjelmakan benda itu sebagai obyek yang mengaliri pikiran dengan kesadaran tertentu, yang kemudian menikam diri kita. Benda-benda itu tiba-tiba memicu ingatan akan sesuatu yang menyakitkan. Itulah trauma.

Semua orang pasti punya ingatan paling menakutkan. Bahkan seorang yang angkuh dan pongah sekalipun, punya sisi lain dalam pikirannya yang menjadi sarang trauma. Di semak-semak pikiran tersebut, ia meletakkan ketakutan-ketakutan, hantu-hantu, atau kegagalan-kegagalan yang pernah dialami, atau dikhawatirkan terjadi di masa depan. Trauma itu menempati palung terdalam diri, yang berusaha untuk ditutupi agar tidak diketahui orang lain, namun sesekali hadir di saat pikiran dipicu oleh sesuatu.

Trauma ataupun ketakutan itu bisa disebabkan oleh banyak hal. Bisa jadi, sesuatu yang pernah kita pelihara di masa kecil, bisa jadi sesuatu yang kita temui di saat dewasa, bisa pula sesuatu yang --entah bagaimana caranya-- langsung membuat kita ketakutan. Seorang kawan selalu ketakutan melihat rumah sakit. Ia tak bisa menjelaskannya. Namun setiap kali melihat rumah sakit, ia langsung ketakutan. Ia menggigil dan menolak ke tempat itu, meski hanya sejenak.

The Tree of Fear
Pernah saya saksikan di televisi, seorang perempuan ketakutan setiap melihat kegelapan. Selama puluhan tahun, ia susah tidur dalam keadaan mata terpejam. Setelah dewasa, ia dihipnotis untuk ditemukan sebab ketakutannya. Ternyata, sewaktu bayi, ia adalah satu dari banyak penumpang kapal Titanic yang selamat di tengah malam gelap gulita. Melalui hipnotis, ia menemukan sebab trauma. 

Kisah ini menjadi kasus menarik sebab bisa menimpa siapa saja. Walaupun ada perbedaan derajat trauma, semua orang memilikinya. Bahkan Anda yang sedang membaca blog inipun pasti memiliki trauma tersebut. Bagi saya, perempuan yang trauma ini cukup beruntung sebab ia bisa menemukan sebab trauma. Lantas, bagaimana halnya dengan mereka yang tidak menemukan sebab trauma? Akankah ia khawatir untuk sesuatu yang tidak seberapa jelas? 

Dalam kisah Harry Potter, trauma itu disebut boggart. Dalam episode Harry Potter and the prisoner of Azkaban, dikisahkan tentang ketakutan masing-masing sosok. Salah seorang pengajar, Prof Remus Lupin, membawa lemari yang berisi boggart atau ketakutan setiap orang. Lupin punya penjelasan menarik tentang Boggart. Katanya:

"So the boggart sitting in the darkness within has not yet assumed a form. He does not yet know what will frighten the person on the other side of the door. Nobody knows what a boggart looks like when he is alone, but when I let him out, he will immediately become whatever each of us most fears."

Boggart adalah sebuah mahluk yang bentuknya mengikuti ketakutan terdalam kita. Sahabat Harry, Neville Longbottom, selalu ketakutan setiap melihat Prof Snape. Maka Boggart akan berubah wujud menjadi Prof Snape. Harry takut melihat dementor atau hantu-hantu yang mengisap kesadaran. Maka Boggart pun memilih wujud Dementor saat bertemu Harry. Padma Patil takut dengan kobra. Ron Weasley takut dengan laba-laba. Bahkan sang guru Prof Albus Dumbledore ketakutan bila melihat bayangan mayat saudaranya Ariana Dumbledore. Sementara Prof Lupin sendiri ketakutan setiap melihat bulan. Maka boggart akan memilh bentuk bulan saat bertemu Lupin.

Kita pun bisa meniru kisah dalam film ini demi menemukan Boggart dalam diri kita. Caranya adalah menemukan sebab trauma dengan melakukan kontemplasi atau permenungan. Dalam kontemplasi ini, kita menelusuri lorong-lorong terdalam pikiran kita demi menemukan trauma atau boggart, lalu belajar untuk berdamai dengan trauma tersebut. 

Riddiculous!
Selanjutnya, apa yang harus dilakukan? Bagaimana mengalahkan Boggart? Kata Prof Lupin, caranya adalah ubahlah trauma itu menjadi sesuatu yang lain. Mengubahnya tidak dengan tongkat sihir. Tapi dengan cara konsentrasi penuh lalu mendorong masa lalu yang menakutkan itu, temukan hal-hal lucu, lalu gabungkan dengan ketakutan itu. Hal-hal lucu akan membuat kita tergelak hingga mengubah ketakutan menjadi kelucuan. Kata Lupin, saat itu, ucapkanlah mantranya, “Riddikulus.” Saat diuji coba, Neville Longbottom – yang takut dengan Prof Snape— langsung membayangkan Snape dalam jubah perempuan tua yang hendak ke pasar. Ia berhasil.

Mungkin ini hanya fiksi. Tapi saya baru sadar kalau mantra riddikulus berasal dari kata ridiculous. Dalam bahasa Inggris, ridiculous artinya sesuatu yang menggelikan. Mungkin, kita harus mengubah trauma itu menjadi hal-hal yang menggelikan. Mungkin kita sebaiknya menemukan hal-hal lucu sebagai jubah yang kemudian dipakaikan pada trauma tersebut. Pada saat seperti ini, trauma itu jadi kehilangan fungsi menakutkannya. Ia menjadi hal yang menggelikan dan membuat kita tersenyum-senyum. Takut berubah jadi lucu. 

Nah, seberapa siapkah kita untuk mengalahkan boggart atau trauma terdalam pada diri kita?


2 komentar:

Meike Lusye Karolus mengatakan...

saya juga punya trauma kak. saya takut sekali dengan kolam renang karena pernah hampir tenggelam disana. Mungkin satu-satunya cara membuatnya lucu adalah ketika saya punya suami nanti *berenangberduadikolamrenang* wkwkwkkwkw...:p

Arsal Amiruddin mengatakan...

hahahayyyyy. klo begitu mba' meike harus cari cowo' pelaut.

Posting Komentar