Senang atas Hasil Toefl IBT


SATU misi telah sukses ditunaikan. Saya datang ke Jakarta dengan harapan untuk menaikkan skor kemampuan bahasa Inggris. Ini bukan misi yang mudah. Meskipun saya menjalani training di lembaga bahasa di kampus Universitas Indonesia (UI), semuanya tidak semudah yang dibayangkan orang-orang. Sebab semuanya akan berpulang pada kapasitas seorang individu.

Saya bukan tipe orang yang senang belajar bahasa. Apalagi harus mempelajari tata bahasa atau grammar. Sejak memutuskan untuk menerima beasiswa, saya mesti menjalani pelatihan bahasa ini dengan baik. Saya datang ke Jakarta dengan mengantongi skor TOEFL 470. Ini termasuk skor yang rendah. Dalam waktu sebulan, saya sukses menaikkan skor hingga 513. Bulan selanjutnya, skor itu mulai turun hingga 500, dan selanjutnya naik sedikit jadi 520. Saya merasa jalan di tempat. Padahal, saya butuh skor 550 sebagai prasyarat belajar di kampus luar negeri.

Ada beberapa sebab yang mempengaruhi skor yang stagnan. Pertama, sistem belajar didesain dengan sangat padat ala anak sekolahan. Saya masuk kampus setiap pukul 08.00 pagi hingga pukul 15.00 sore hari. Anda bisa bayangkan betapa lelahnya saya setiap hari. Itupun tiba di rumah saya tidak bisa segera istrahat sebab masih harus mengerjakan tugas harian, menulis jurnal dalam bahasa Inggris, atau mengerjakan tugas esaay. Kedua, kejenuhan. Dengan jadwal yang ketat serta tugas yang banyak, nyaris tak ada waktu buat saya untuk melakukan hal lain. Gara-gara pelatihan ini, saya mengabaikan banyak pekerjaan yang mestinya harus dituntaskan. But what can I do?

Tiga bulan pertama, saya merasakan puncak kejenuhan. Memasuki Januari, saya diwajibkan belajar Toefl IBT. Kata banyak orang, dari sisi kesulitan, Toefl IBT jelas jauh lebih sulit dari Toefl ITP. Sebab IBT menuntut kemampuan aktif. IBT terdiri atas empat bagian yakni membaca (reading), mendengar (listening), berbicara (speaking), dan menulis (writing). Jumlah soalnya juga jauh lebih banyak. Sementara Toefl ITP hanya terdiri atas tiga bagian yakni mendengar (listening), struktur (grammar), dan membaca (reading).

Mulanya saya agak pesimis. Saya mudah putus asa kalau mendengar kesaksian banyak orang tentang susahnya IBT sebab kita diharuskan menjawab soal di depan komputer, mesti berbicara atau menjawab pertanyaan yang diajukan komputer, serta mesti menulis di tempat yang sama. Itupun semuanya dibatasi waktu yang sempit. IBT benar-benar menguji sejauh mana kemampuan kita dalam bahasa Inggris. Tidak hanya sebagai pemakai pasif, namun juga sebagai pemakai aktif. Mungkin IBT bersandar pada filosofi bahwa bahasa itu bukan hanya untuk mengerti sesuatu, melainkan untuk mentrasmisikan pesan.

Dengan pesimisme itu, mulailah saya belajar IBT. Tapi setelah beberapa minggu belajar, saya mulai merasakan kalau IBT lebih mudah ketimbang ITP. Dalam IBT, tidak ada pertanyaan yang sifatnya menjebak. Semua pertanyaan pada listening selalu berdasarkan pada materi yang diajarkan seorang professor. Kita tidak dijebak dengan kalimat-kalimat yang dibuat mirip sebagaimana ITP, namun diminta untuk menjelaskan substansi, ide pokok, serta mengetahui apa substansi yang diinginkan seorang pembicara. Bagian tersulit dari IBT adalah berbicara (speaking). Pada bagian ini, kita mesti terbiasa dengan spontanitas dan memberi respon dengan cepat dalam bahasa Inggris.


Setelah dua bulan belajar, akhirnya saya memberanikan diri untuk menjalani tes Toefl IBT. Prosesnya agak rumit karena saya mesti mendaftar secara online pada website ETS, lembaga penyelenggara tes ini di Amerika Serikat (AS). Biayanya juga mahal, sekitar 150 dollar AS. Dengan penuh deg-degan saya menjalani tes di kampus UI. Meskipun koneksi dengan provider ETS di Kuala Lumpur, Malaysia, sempat terganggu, akhirnya saya melewati tes Toefl IBT.

Setelah lebih seminggu, semalam saya menerima pemberitahuan lewat email. Skor saya adalah 85. Apakah jumlah ini cukup tinggi? Bagi saya, ini capaian yang fantastis. Sebab batas requirement yang dibutuhkan kampus-kampus di seluruh dunia adalah rata-rata 79 dan 80. Ini jumlah yang setara dengan 550 pada skor Toefl ITP. Sementara saya mencapai 85 atau ekuivalen dengan 563 dalam ITP. Saya telah melampaui target saya sebelumnya yang hanya mengincar skor 73 atau setara dengan 530 sebagai prasyarat melanjutkan pelajaran bahasa di luar negeri.

Pelajaran besar yang saya dapatkan dari upaya ini adalah bekerja keras tanpa kenal lelah selalu akan membuahkan hasil. Ketimbang duduk pesimis di rumah tanpa melakukan sesuatu, maka jauh lebih baik jika menghadapi semua masalah dan bekerja keras. Hanya dengan kerja keras, kita akan sanggup melewati masalah dengan tidak menjadi pecundang. Tak ada kata mustahil dalam kerja keras. Gunung tinggi sekalipun akan sukses kita ratakan sepanjang kita percaya sanggup melakukannya. Bahkan bintang di langit bisa kita kumpulkan selagi kita yakin sanggup melakukannya. Sebagai mana kata Paolo Coelho, “Bermimpilah setinggi langit, sebab Tuhan akan memeluk semua impianmu.”(*)

9 komentar:

murti mengatakan...

Halo Mas Yusran.
Terima kasih sudah berbagi. Saya berencana ambil IBT juga, cuma belum pasti waktunya. Masih belum siap mental :D . Saya pernah ambil TOEFL ITP sewaktu masih kuliah di Yogyakarta, skor 577. Skor IBT Mas Yusran tinggi sekali, saya yakin Mas berhasil melanjutkan pendidikan di luar negeri. Amiin. :)

Yusran Darmawan mengatakan...

makasih mbak murti. dalam tes IBT, yang paling penting adalah ketenangan menghadapi soal, khususnya speaking. kelemahan saya di sini. makanya, saya berjuang mengatasi speechless hingga akhirnya percaya diri saat menjawab semua soal

Unknown mengatakan...

Asslm. Mas Yusran,
Terima kasih atas sharingnya, sangat inspiratif terutama pada waktu-waktu ini saya juga ingin mendaftar beasiswa yang salah satu persayaratannya adalah IBT Toefl. Terus terang saya sempat tercenung lama pada saat membaca blog mas Yusran karena kondisi hasil test Teofl saya sama dengan mas Yusran, yaitu naik turun lembah.... :D .... ya mudah-mudahan nasib saya juga jadi lebih baik : )
O ya mas Yusran dari blog-nya yang mau saya tanyakan adalah bagaimanakah proses lengkapnya pendaftaran yang dilakukan mas Yusran? karena dari hasil telusuran saya bahwa untuk tes IBT harus dibayar pakai kartu kredit sedangkan saya tidak punya kartu kredit,apakah tidak ada prosedur pembayaran lain?
Yang kedua, ada info bahwa ada lembaga di Indonesia namanya ITC yang dapat memfasilitasi tes IBT sedangkan dikatakan lembaga resminya hanya ada di Amerika,bagaimana mas Yusran?
Terima kasih mas Yusran, and good luck 4 all of us!

Setiawan mengatakan...

Ada prosedur pembayaran lain, yaitu berupa voucher. Caranya langsung menghubungi tempat yg menyediakan tes iBT terdekat dan bilang kalau mau daftar tes iBT. Nanti tinggal ikuti instruksi dr orangnya.

nancy john mengatakan...

If any one gone to take the TOEFL test, they should practice the exams before the actual TOEFL Exam.

TOEFL Exam overview

sara mengatakan...

TOEFL is a language test generally taken by those students who want to take admission in any foreign universities. The test score works as a proof of their language proficiency and knowledge.

reading knowledge

Anonim mengatakan...

TOEFL is a language test generally taken by those students who want to take admission in any foreign universities.

graduate school scholar program

Mediyan Rahmad Saputra mengatakan...

inspiratif berbagi kisahnya
jika berkenan, bisa berbagi e book toeflnya lewat email?
medysneu@gmail.com

Ida S.Pd. M.Sas Translator mengatakan...

Could you please give me the e book toefl? I am going to have a toefl test next week...

Posting Komentar