Dicegat Kampanye WWF

SAAT melintas di Plaza semanggi, saya dicegat seorang gadis yang segera mengatakan, "Maaf, saya bukan penjual produk. Saya hanya ingin presentasi sesuatu." Saya menghentikan langkah. Gadis itu memakai baju dengan logo World Wildlife Fund (WWF). Ia juga memegang beberapa brosur tentang WWF yang isinya gambar-gambar tentang lingkungan. Tanpa saya minta, ia lalu nyerocos tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Sebenarnya saya agak malas memperhatikan. Tapi saya merasa penasaran karena ini adalah bentuk kampanye yang unik dan kreatif. Gadis itu memperkenalkan diri, kemudian mulai menjelaskan tentang kerusakan hutan, serta polusi di Indonesia, yang katanya menempati urutan ketiga di dunia setelah Cina dan Amerika Serikat (AS). Beberapa kali ia bertanya, apakah saya tahu tentang rusaknya lingkungan kita. Saya hanya memperhatikan dan sesekali manggut-manggut.

Di akhir pembicaraan, ia lalu mempromosikan pentingnya menjaga lingkungan. Ia mengajak saya berpartisipasi dengan mengirimkan donasi sebesar Rp 5.000 per hari. Mungkin dikiranya saya seorang profesional muda yang sukses, ia langsung mencatat nama, nomor telepon, serta alamat saya di Jakarta. Setelah itu ia meminta nomor kartu kredit. Saya agak gengsi mengakui kalau saya tidak memiliki kartu kredit. Saya katakan kalau lupa bawa. Ia agak kecewa karena data transaksi tidak bisa diproses. Padahal, saya memang tidak terlalu tertarik untuk menyumbang. 

Jangankan mau memikirkan lingkungan, masalah makan sehari-hari saja masih susah. Ia berjanji akan menghubungi dalam waktu dekat. Dalam hati, saya langsung memikirkan alasan untuk menolaknya.

Saya salut dengan model kampanye seperti ini. Pihak WWF cukup kreatif untuk mengumpulkan donasi pada masyarakat. Yang saya kritik adalah metode yang digunakan. dengan cara menahan seseorang di jalan raya, kemudian mencecar dengan presentasi yang disampaikan dengan kalimat serba cepat, yang terjadi bukannya publik akan paham dan mengamini gagasan WWF. Yang terjadi adalah kejenuhan dan harapan agar presentasi segera berakhir sehingga seseorang akan segera berlalu dari situ. 

Hal lain yang saya kritisi adalah saya merasa seolah terjebak. setelah mendengar penjelasan yang berentetan tentang lingkungan, tiba-tiba disodorkan isian untuk donasi setiap hari. Saya jelas terkejut dan tidak tahu harus berkata apa. Untunglah, saya punya alasan tepat kalau saya tidak bawa kartu kredit. Andaikan sejak awal mereka menjelaskan posisinya untuk mengumpulkan donasi, mungkin saya akan keberatan untuk mendengarkan.

Apapun itu, saya cukup salut dengan model kampanye yang kreatif tersebut.

1 komentar:

Dewi mengatakan...

metode yang sama juga dilakukan oleh greenpeace Om..

Posting Komentar