Mempertimbangkan Australia

SAYA sedang mempertimbangkan untuk belajar di Australia. Setelah lama merenungi kelebihan di berbagai negara, Australia masuk dalam salah satu pilihan saya. Apalagi pihak Ford memang mengizinkan pilihan ke Australia selain pilihan ke Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa seperti Inggris dan Belanda.


Saya mulai berpaling ke Australia dengan beberapa alasan. Pertama, Australia adalah negara yang sangat terbuka kepada mahasiswa yang hendak membawa keluarga. Mereka tidak pernah mempersulit VISA. Tidak pernah menahan-nahan seseorang yang hendak masuk ke negaranya. Bahkan untuk para pencari suaka sekalipun, Australia adalah pilihan tepat. Dengan negara seluas itu, mereka butuh penduduk. Rasanya mustahil untuk memaksa penduduk punya banyak anak agar laju pertumbuhan penduduk meninggi. Jalan terbaik adalah menerima para imigran. 

Alasan ini yang paling masuk dalam pikiran saya. Saya tidak bisa membayangkan harus belajar dalam situasi ketika istri terpisah jauh. Saya ingin dekat bersama istri serta anak. Saya tidak punya banyak ambisi akademik dengan beasiswa ini. Bersama keluarga kecil, saya hanya ingin memaksimalkannya untuk belajar dalam satu lingkup pergaulan internasional. Tentu saja, saya ingin anak saya bisa tumbuh dalam lingkungan yang jauh lebih baik dari yang pernah saya jalani. Kepadanya saya titipkan harapan untuk jadi lebih baik.

Kedua, siapapun yang pernah ke Australia pasti bercerita tentang mudahnya mendapat pekerjaan di sana. Ini wajar saja. Sebab daratan di negeri itu amat luas dan populasi penduduknya sangat sedikit. Penduduknya hanya sekitar 20-an juta, setara penduduk Jakarta. Padahal mereka mendiami daratan yang sangat luas, kira-kira sebesar gabungan Jawa, Kalimantan, dan Papua. Dengan jumlah penduduk yang sedikit, mereka berhasil mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi. Negerinya kaya-raya. Makanya, tidak banyak orang yang bersedia melakukan pekerjaan janitor seperti mencuci piring atau membersihkan.

University of Queensland
Ketiga, beberapa kampus di Australia masuk dalam jajaran perguruan tinggi top dunia. Kampus terbesar di sana: Australian National University (ANU) masuk dalam rangking 20 dunia, sementara University of Melbourne, University of Queensland juga masuk dalam peringkat 30-an dunia. Tentu saja, peringkat dunia ini menjadi catatan penting betapa mereka sangat menjaga kualitas, kualifikasi pengajar, serta ketersediaan buku-buku di perpustakaan. 

Keempat, jarak Australia dan Indonesia tidak seberapa jauh. Biayanya juga tidak seberapa mahal. Seseorang hanya perlu mengeluarkan uang hingga tujuh juta rupiah untuk tiket pesawat terbang dari Brisbane ke Denpasar. Nah, kata teman-teman yang pernah ke sana, biaya tiket pesawat itu hanya setara dengan waktu bekerja selama sebulan di sana. Bukankah itu jumlah yang mudah didapatkan?

Setelah mempelajari beberapa hal ini, saya jadi tertarik untuk ke Australia. Saya akan memasukkannya dalam satu pilihan, bersama-sama dengan dua kampus di Amerika Serikat. Saya kira ini adalah pilihan terbaik.(*)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam dari Malaysia pak. Saya bersetuju skali dgn pandangan bpk. Sy pernah studi di sana, tapi tak lama, cuma setahun saja. Mungkin bpk boleh mempertimbangkan University of Sydney dan University of New South Wales juga kerana kedua-dua universiti ini juga bagus dan terletak di bandar Sydney. Kekurangannya, biaya hidup di Sydney agak tinggi. Sewa rumah per minggu sekitar AUD250. Kalau di Canberra, kos hidupnya memang rendah, tapi bandarnya sunyi.

Yusran Darmawan mengatakan...

terimakasih atas komentarnya...

Posting Komentar