Ode buat Istriku

DI sini, aku masih memandang dirimu yang sedang terlelap. Di atas ranjang butut yang sudah kutiduri sejak bangku sekolah menengah ini, dirimu sedang tertidur pulas. Aku tak pernah bosan memandangmu yang sedang pulas. Tak pernah terpikir bagiku untuk mengganggu tidurmu, sebagaimana yang sering kamu lakukan atas nama kemanjaan (sesuatu yang juga kunikmati). Aku lebih suka melihatmu dalam diam, melihat napasmu yang mengalir satu demi satu, merasakan denyut jantungmu, menikmati senyummu saat tertidur. Apakah gerangan yang sedang dikau pikirkan? Apakah dirimu sedang memimpikanku?

Istriku sayang. Ini adalah hari keenam buat kita yang sedang menganyam mimpi di pulau kecil ini. Pernikahan serasa baru kemarin. Semuanya masih seperti impian yang tiba-tiba menjelma di hadapan kita. Bahwa kau tiba-tiba menerima pinanganku membangun sebuah rumah bersama di hati masing-masing, memberikan testamen pada semesta tentang tekad kita untuk bertaut, dan biarlah zaman yang akan memncatat apakah kasih kita akan seperti kalimat yang kubaca di setiap markas tentara: setia hingga akhir. Hari ini, sejarah di tangan kita. Aku menerima amanah untukmu, dan kaupun berjanji untukku.

saat di Pantai Nirwana, Bau-Bau
wisata Tirta Rimba
Istriku sayang. Kadang kupikir semua amanah itu adalah hal yang abstrak dan berdiam di langit sana. Sering aku bertanya apa yang harus lakukan demi menariknya turun ke bumi hatimu. Aku menerjemahkannya dengan amat simpel yakni menjalani hidup menyenangkan, tanpa memelihara masalah. Amanah itu mungkin dijelmakan dalam sikap menyayangimu lebih dari pada apapun. Orang bijak sering mengatakan segala sesuatu di alam adalah refleksi atasu pancaran cahaya keilahian. Jika itu benar maka mencintaimu juga merupakan refleksi dari kecintaan kepada-Nya. Izinkanlah diriku mencintaimu dengan dahsyat. Izinkan aku menjadi hambamu yang mengasihi dan tak pernah menuntut apapun padamu. Izinkan aku menjadi pembuka gerbang bahagiamu, menghadirkan tawa dan senyum yang tak pernah habis.

Aku ingat, kaupun pernah mengatakan ini. Kaupun sering berpikir demikian. Kita sama-sama pencinta. Biarlah waktu yang kelak akan mencatat, apakah kasih kita akan tertoreh sebagaimana kisah Khais dan Layla Majnun, atau kisah Jayaprana dan Layonsari. Maka biarlah waktu yang akan bertutur apakah kita menjadi martir yang mengorbankan segalanya demi cinta kasihnya. Biarlah kita menorehkan jejak kita sendiri. Bukankah cinta kasih itu adalah refleksi dari cahaya Ilahi?

Bukit Kolema, Bau-Bau
Istriku sayang. Kita sama-sama pencari telaga bahagia. Aku sering merenung, barangkali kebahagiaan tidaklah terletak pada segala sesuatu yang ada di luar diri kita. Kebahagiaan terletak pada seberapa sering kita tersenyum dan tertawa, terletak pada seberapa banyak kita terkekeh menyaksikan hidup yang berjalan. Kebahagiaan adalah oksigen yang selalu memenuhi hati kita masing-masing. Kita tak perlu mencarinya, sebab ia melingkupi segala sesuatu. Untuk bahagia kita tak perlu mendaki Himalaya. Kita hanya hanya perlu menjentikkan jari dan mengatakan “Inilah saatnya bahagia.” Hari ini, matrilah kita sama-sama meyakini kalau inilah saatnya untuk bahagia. Bukankah ini akan sangat indah?

Istriku sayang. Hari ini aku sudah mengantarmu ke mana-mana. Aku sudah menunaikan tugas sebagai fotografer yang memotretmu setiap saat. Aku amat bahagia melihat dirimu yang tersenyum saat melihat foto-foto indah itu. Kau terkesima melihat tempat-tempat eksotik; pantai, gunung, manusia, kebudayaan, alam-alam perawan. Dan aku juga terkesima melihat caramu mengagumi semesta yang kupijak sejak kecil. Kau demikian bahagia mengabadikan kenanganmu atas alam. Dan aku jauh lebih bahagia karena telah menghadirkan api kecil kebahagiaan untukmu.

Pantai Nirwana
Istriku sayang. Kita sama-sama sosok yang menikmati segala anugerah yang kita terima pada setiap inchi helaan napas kita. Kita ibarat celengan yang mengisi hari-hari kita dengan sesuatu yang bermakna. Kita adalah penikmat atas segala karunia yang tak terbatas. Kita adalah dua sosok yang akan saling belajar, saling mengayakan pengalaman masing-masing, saling belajar bagaimana berdiri tegak memandang matahari. Kita akan saling mengisi dan memberi makna. Hei… bukankah ini juga membahagiakan?


CATATAN

Nah, aku yakin pasti dikau akan bertanya apa makna kata “ode” dan apa bedanya dengan kata “Elegi.” Nah, menurut kamus, Ode adalah syair yang berisi pujian. Sedangkan elegi adalah syair yang berisi ratapan sedih. Paham??
ciee.... manisnya


8 komentar:

Anonim mengatakan...

apa bedanya ode sama waode ?

Anonim mengatakan...

pantainya cantik ka'...

mila mengatakan...

sungguh sebuah getaran cinta dan kebahagiaan yang maha dahsyat..

Riana mengatakan...

ya ampuun...manisnya tulisannya.

deviansejati mengatakan...

huaaa,,, menangiska saya boss T_T..


sangat keren!

anto sugiarto mengatakan...

two thumbs up,,,

Pakdhe Sam mengatakan...

Indah

Pakdhe Sam mengatakan...

Indah

Posting Komentar