Perangkat Komunikasi yang Mendefinisikan Kita


SAAT berkunjung ke Malili, handphone (HP) saya raib entah ke mana. Selama seminggu sejak HP itu raib, saya seolah tidak punya eksistensi. Di era serba digital ini, saya seolah lenyap. Kita terlanjur mendefinisikan kehadiran seseorang melalui koneksi pada dunia telekomunikasi. Tatkala perangkat komunikasi itu lenyap, maka seseorang seolah tak punya eksistensi. Ia tak punya keberadaan. Itulah yang saya rasakan selama tidak punya HP.

Sebenarnya, ada juga kenikmatan saat tak punya HP. Saya merasa terbebas dari telepon siapapun. Saya terbebas dari telepon mahasiswa yang ngajak kongkalikong untuk urusan nilai. Terbebas dari telepon teman yang tiba-tiba saja ngajak ketemuan, dan seolah tak mau mendengar alasan kalau saya sedang sibuk. Saya juga terbebas dari terror teman-teman di kampung yang mendesak agar saya segera pulang.

Artinya, HP kadang menjadi penjara buat diri kita. Ini amat berbeda dengan pengalaman saya ketika pertama kali punya HP.Dulunya, saya ingin agar HP itu berdering, khususnya di tempat keramaian, biar orang lain tahu bahwa saya punya HP. Pada masa itu, HP adalah barang mahal yang meningkatkan gengsi sang pemiliknya. Sayapun demikian. Sampai-sampai, saya sengaja menyuruh teman saya untuk menelepon pada saat saya berada di keramaian. Kriiinnggg…!! HP berdering. Semua menoleh, dan saya mengeluarkan HP itu setelah sebelumnya menoleh ke segala arah. Betapa bangganya.

Namun sejak kembali ke Makassar, saya mulai merasakan betapa tidak enaknya hidup tanpa HP. Saya tidak bisa menghubungi orang-orang terdekat, sekadar untuk menanyakan kabar atau informasi terbaru. Memang, banyak telepon yang tidak saya senangi, tapi jauh lebih banyak telepon yang amat saya harapkan. Jauh lebih banyak orang yang saya rindui kabar beritanya. Tanpa mereka, saya bukan siapa-siapa. Lama merenung, akhirnya saya putuskan untuk segera membeli HP baru serta mendatangi Grapari Telkomsel demi mendapatkan kembali nomor yang sempat hilang.

Selama dua hari mengurus nomor tersebut, akhirnya nomor HP saya bias keluar kembali. Saya juga sudah membeli Hp baru buatan Cina yang tengah laris di pasaran. Saya sudah tidak berpikir untuk punya HP mahal. Saya pernah punya HP merek Nokia Communicator, namun baru dua tahun di pakai, sudah mulai banyak masalah. Mulai dari baterai yang jebol, hingga layarnya yang kadang lenyap begitu saja. Ternyata, merek mahalpun bisa cepat rusak. Mendingan saya sengaja beli HP murah dan komplet, agar saat rusak nanti, saya tidak terlalu sakit hati.

Seteah punya HP dan mendapatkan kembali nomor yang hilang, saya serasa menemukan kembali posisi berpijak saya di dunia digital ini. Saya serasa melihat karpet merah yang bertuliskan “Selamat Datang di Era Indormasi, Era yang Akan Memenjarakan Anda..”


0 komentar:

Posting Komentar