Ngeseks Gara-gara Facebook

FACEBOOK serupa pisau Swiss bermata dua. Bisa dipakai untuk keperluan dapur, bisa pula untuk kejahatan. Facebook bisa menjadi medium komunikasi, sekaligus medium penyaluran syahwat.

Hari ini saya tercengang saat membaca berita tentang seorang anak baru gede (ABG) usia 14 tahun, sebut saja namanya Ina.  Ia tinggal di Sidoarjo, namun saat ke Jakarta, ia kabur dengan Arie Power seorang remaja yang dikenalnya melalui Facebook. Melalui Facebook, mereka berkenalan, dan pada pertemuan pertama, mereka sepakat untuk kabur dari orang tua gadis itu. Saat ditemukan, Arie mengakui dirinya sudah bersetubuh dengan gadis itu sebanyak tiga kali. Lihat DI SINI atau DI SINI

Saya tersentak. Luar biasa! Seorang remaja yang baru saling kenal melalui Facebook bisa meruntuhkan pagar batas ketaatan seorang anak kepada orang tuanya. Di tengah kungkungan orang tua yang ketat dengan seabrek aturan, Ina bisa menerobos semuanya, hanya dengan berbekal Facebook yang bisa diintipnya melalui ponsel kecil yang dimilikinya. Ia berbohong pada orang tua, kemudian memilih kabur dengan seorang remaja pria yang baru dikenalnya. Ia menerobos aturan yang ketat, demi seorang pria yang belum lama dikenalnya.

Kita memang tiba pada era di mana teknologi seperti Facebook telah memutus jarak sosial. Facebook telah mengobrak-abrik batasan mana wilayah privat dan mana wilayah publik. Di berbagai kota di negeri ini, para remaja rata-rata memiliki ponsel, yang kemudian menjadi pintu baginya untuk memasuki dunia tanpa batas, dunia tanpa sensor. Facebook menyelusup hingga ruang pribadi seperti kamar tidur seorang remaja. Melalui Facebook, remaja itu bisa membangun dunia impiannya. Ia berkenalan dengan seseorang, menjalin keakraban, hingga membangun komitmen untuk memadu kasih pada satu kesempatan. Internet berkembang liar, tanpa sempat dikontrol.

Meskipun seorang remaja berada dalam payung aturan ketat, namun tak ada yang menghalanginya saat ingin mengetahui kabar seorang kekasih di kejauhan, tanpa harus menemui banyak rintangan sebagaimana yang dijalani seseorang beberapa tahun yang lalu.

Dulunya, untuk menemui seorang gadis ada banyak pintu yang harus dilewati. Mulai dari mencari alamat rumahnya, memasuki kompleksnya, mengetuk pagar, menghadapi anjing yang menyalak, hingga bertemu dulu keluarga. Jika ayahnya galak, maka siap-siaplah untuk dimarahi atau ditatap seperti seorang kriminal. Begitu banyak rintangan yang ditemui jika hendak menemui seorang gadis pujaan hati. Ini belum termasuk bagaimana kita merumuskan metodologi untuk menyatakan cinta. Apakah lewat puisi, lagu, ataukah pertanyaan langsung.

Kini, cukup kirimkan sms, maka pesan itu bisa langsung sampai ke kamar pribadi sang gadis, tanpa harus disensor dulu oleh orang tuanya. Cukup menyapa lewat facebook dan segera setelah itu, rantai otoritas orang tua bisa dilebur. Orang tua mungkin mengira saat itu anaknya telah tidur ketika mengunci kamar di malam hari, padahal saat itu anaknya sedang berselancar di dunia maya, mengaktifkan facebook, menemui banyak orang, saling sapa, dan –boleh jadi—saling memaki lewat beragai situs pertemanan.

Facebook membuat para remaja merayakan kemerdekaan dari berbagai jarak sosial.Mereka memasuki dunia baru yang merdeka dari kungkungan nilai-nilai dunia sosial. Mereka merayakan peran orang tua yang kian mengikis. Jika dulunya masih bisa pasang tampang bengis, dan bisa menghardik. Namun tak berdaya menghalangi semua pesan yang masuk langsung ke kamar tidur seseorang.

Dalam kondisi seperti ini, saya lebih sepakat jika rajutan hubungan orang tua - anak harus diperkukuh kembali. Anak harus mendapatkan prioritas perhatian sehingga tidak begitu saja terjerembab di dunia internet.(*)

0 komentar:

Posting Komentar