Lelaki Pengenggam Hujan


APAPUN yang terjadi, saya ingin jadi pembaca pertama novel Muhammad, Lelaki Pengenggam Hujan karya Tasaro. Saya adalah penggemar Tasaro sejak membaca novel Galaksi Kinanthi. Saya menempatkan Tasaro sebagai salah satu novelis yang karyanya wajib untuk saya miliki. Ia setara dengan Dewi Lestari yang beberapa karyanya sudah saya koleksi.

Hari ini, saya membaca blog yang khusus membahas novel itu (lihat DI SINI). Baru baca beberapa paragraf, saya sudah tergila-gila. Isinya adalah beberapa cuplikan naskah pada buku itu. Tentang perbincangan dua pendeta di satu gereja di Palestina, tentang perbincangan seorang guru dan murid di India, hingga perbincangan dua orang kuli pelabuhan di Barus, Nusantara. Mereka semua membahas satu nama yang menggetarkan dunia. Mereka membahas Muhammad, seorang pria yang dikenal bisa membelah rembulan. Seorang pria yang menggenggam hujan dan dari tangannya memancar air deras.

Baru baca sebentar, saya sudah tergila-gila. Saya jadi sakaw untuk membacanya. Awal Maret terlalu lama untuk membaca buku ini. Bukan saja soal tema, tapi sejak lama saya merindukan kisah tentang Muhammad yang bukan kisah sejarah. Saya ingin kisah tentang Muhammad yang sangat dekat sebagaimana syair kasidah Burdah karya penyair Mesir Al Bushiri atau syair Barasanji. Saya merindukan Muhammad yang personal, yang dalam dirinya terletak amanah besar untuk membawa ajaran.

Saya merindukan ketegaran dan welas asih Muhammad ketika dilemapri di Bukit Thayf, saat Jibril datang dan hendak membenamkan bukit, sebagaimana dilakukan pada umat terdahulu. Saya rindu dengan tatap kasih Muhammad ketika berkata, "Jangan Jibril. Mereka adalah umatku. Aku menyayangi mereka."

Duh....awal Maret terlalu lama untuk peluncuran novel ini....

1 komentar:

Sinta Nisfuanna mengatakan...

iya pak setuju luama sangat...saya pernah baca review awal tentang novel ini tahun kemarin...dan bener2 menunggu karya Tasaro yang satu ini

Posting Komentar