Tidak Nyaman Naik Ferry Bajoe-Kolaka


PERJALANAN dengan ferry Kolaka-Bajoe bukanlah perjalanan yang nyaman. Tapi saya tak punya banyak pilihan karena ingin segera tiba di Kendari, Sulawesi Tenggara. Dua hari yang lalu, saya terpaksa memilih perjalanan dengan ferry karena tidak berhasil dapat tiket pesawat.

Untuk naik ferry, kita harus berkendara dengan mobil menuju Bajoe. Tarifnya tidak terlalu mahal yakni Rp 60 ribu. Jarak jauh itu tidak melunturkan niat saya untuk tetap menempuh perjalanan. Saya mesti cepat bergegas menuju Kendari, lalu lanjut ke Bau-Bau.

Saat ini, mereka yang hendak ke Kendari lebih memilih naik pesawat daripada lewat ferry Kolaka-Bajoe. Selain karena tarif pesawat tidak terlalu mahal (sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu), juga karena soal kenyamanan.

Namun buat kelompok masyarakat menengah ke bawah, ferry ini amatlah penting. Tarifnya murah (hanya Rp 60 ribu). Para pedagang di Sulawesi Tenggara juga memilih menumpang ferry karena bisa memuat barang-barang dalam truk yang kemudian dibawa ke Kendari. Pantas saja,ferry yang hendak saya naiki sesak dengan truk yang memuat barang. Malah, ada pula mobil bis besar yang isinya adalah ayam dan itik. Baunya menyengat.

Tempat penumpang adalah di lantai atas. Di situ, terbagi dua sekat. bagi penumpang kelas ekonomi menempati bagian belakang yang bersentuhan dengan angin laut. Sementara bagian dalam adalah kelas AC. Ruangannya tertutup dan hanya ada kursi-kursi duduk.

Saya merasa tidak nyaman melihat tidak ada tempat tidur. Suasananya seperti pasar malam. Banyak orang yang memenuhi lorong-lorong dan menggelar karpet serta meletakkan barang di sembarang tempat. Untuk melewati lorong itu, saya mesti hati-hatib kalau-kalau salah menginjak bagian tubuh orang yang sedang tidur. Saya singgah ke WC dan menemukan WC yang jorok. Tapi saya tetap memaksakan kencing, tanpa membersihkan.

Saya ingin sekali bisa istirahat. Tapi, baik kelas AC maupun kelas ekonomi tidak menyediakan tempat tidur. Saya lalu mencolek seorang anak buah kapal (ABK) menanyakan apakah ada kamar tidur yang bisa disewa. Ia lalu menawarkan harga Rp 100 ribu untuk menyewa kamarnya semalam. Tanpa menawar, saya langsung mengiayakan.

Kamar ABK terletak di bagian bawah, berseberangan dengan kamar mesin sehingga asap solar --yang memusingkan itu-- juga memenuhi kamar. Kamarnya kecil, sekitar 1,5 x 2 meter. Di situ cuma ada meja kecil, seperangkat radio, serta ranjang kecil. Suasananya pengap. Kipas angin kecil yang ada di sudut ruangan seakan tidak kuasa mengatasi udara yang pengap. Ranjangnya juga sama pengapnya.

Saya tidak peduli. jaket yang saya kenakan lalu dibuka dan digelar menjadi selimut. Saya lalu tidur di situ, tanpa peduli dengan situasi. Mungkin karena saya lelah, saya langsung terlelap. Suasana yang pengap itu tidak membuat saya terganggu. Paginya saya terbangun dan mulai berkemas. Saya naik ke lantai atas dan mulai tersenyum melihat Kolaka yang tidak jauh lagi. Sementara di sekeliling saya semua orang sudah bangun dan bersiap-siap. Pukul 09.00 saya lalu turun dari ferry.

Sesaat setelah meninggalkan pelabuhan, saya masih sempat memandang ke arah ferry. Saya tak mau lagi naik ferry itu untuk kedualinya.(*)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

makanya jangan asal naik ferry boss...
1 lagi...
kapal ferry bajoe-kolaka adalah yg terbaik.

Posting Komentar