Tradisi Haroa yang Lestari


ASAP putih mengepul dari dupa yang diletakkan di atas keramik tanah liat. Seorang pria menabur kulit buah delima ke atas dupa hingga asapnya kian mengepul. Selanjutnya pria itu membaca ayat Al Quran dengan suara yang cepat. Suasananya mistis.

Pria itu disebut lebe atau pembaca ayat. Pada hari-hari tertentu, ia sangat sibuk menerima undangan membaca ayat Al Quran di rumah-rumah. Ia akan berkeliling dan bisa saja makan di banyak tempat. Rata-rata para lebe sudah berusia lanjut. Mungkin, perlu semacam regenerasi atau kaderisasi pada generasi lebe yang lebih muda.

Pagi ini, acara haroa diadakan di rumah saya. Menurut mama, haroa kali ini demi memperingati hari besar Islam yaitu nisifu sya’ban. Hingga kini, haroa masih menjadi tradisi kultural yang dipertahankan. Sejak masih kecil, saya sudah terbiasa mengikuti haroa. Saat itu, saya sangat girang karena membayangkan bahwa setelah selesai haroa, akan ada makan yang enak-enak secara bersama. Makanya, saya setia mengikuti proses pembacaan doa, hingga akhirnya makan bersama. Meskipun saat itu pikiran tidak sabar menunggu saat-saat makan.

Haroa adalah ritual perayaan hari besar Islam. Pelaksanaannya dilaksanakan di rumah-rumah warga yang diikuti semua anggota rumah dan tetangga yang diundang. Mereka duduk mengumpul di satu ruangan, dan di tengahnya ada nampan yang berisikan kue-kue seperti onde-onde, cucur (cucuru), bolu, baruasa (kue beras), ngkaowi-owi (ubi goreng), dan sanggara (pisang goreng). Semua kue tersebut mengelilingi piring yang berisikan nasi dan di atasnya ada telur goreng.

Usai pembacaan doa, acara selanjutnya adalah makan-makan. Saya teringat antropolog Victor Turner yang mengatakan bahwa makna ritual adalah memperkukuh jaringan sosial di antara seluruh anggota masyarakat. Mungkin, inilah maksud lain dari haroa. Silaturahmi dengan tetangga, serta kian akrab dengan semua keluarga. Kelak, ketika saya berkeluarga, sayapun merayakan haroa secara rutin. Insyaalllah, saya akan meneruskan tradisi itu.

Dalam setahun, haroa bisa dilaksanakan selama beberapa kali, sesuai dengan hari besar yang dirayakan. Banyaknya haroa ini membuat saya tidak tahu persis kapan dan apa makna haroa tersebut. Namun, setelah bertanya sama lebe, saya jadi tahu kapan saja haroa dilaksanakan. Nah, saya akan menampilkannya secara singkat:

Pekandeana anana maelu

Haroa ini diadakan setiap tanggal 10 Muharram. Tanggal 10 Muharram dirayakan oleh para sufi dengan tersedu-sedu. Pada hari ini, cucu Rasulullah, Hussein bin Ali, dibantai bersama seluruh keluarga dan pengikutnya. Makanya, di kalangan penganut ahlul bayt atau syiah, tanggal 10 Muharram senantiasa dirayakan agar menjadi pelajaran bagi generasi penerus.

Ketika Hussein wafat, maka putranya Imam Ali Zainal Abidin (atau dalam sejarah dikenal sebagai Imam Sajjad karena saking seringnya bersujud) menjadi yatim. Dalam bahasa Buton, yatim disebut maelu. Demi memberi kekuatan bagi Imam Ali Zainal Abdiin agar tegar dalam meneruskan amanah Rasululah untuk menegakkan agama Islam, orang-orang Buton mengadakan haroa pekandeana anana maelu (makan-makannya anak yatim).

Pelaksanaannya adalah dengan cara memanggil dua orang anak yatim berusia 4 sampai 7 tahun (sesuai umur Imam Ali). Kemudian dari kalangan keluarga yang melakukan upacara, secara bergiliran ikut menyuapi dua anak tersebut. Sesudahnya, mereka diberi uang sekedarnya. Tradisi ini sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun silam. Saya meyakini tradisi ini menunjukkan kuatnya tradisi sufistik di masyarakat Buton sejak masa silam.

Haroana Maludu

Haroa yang dilakukan pada bulan Rabiul Awal untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Lahirnya Muhammad adalah berita gembira yang menjadi berkah bagi semesta. Muhammad adalah representasi dari sosok yang membawa jalan terang bagi manusia. Untuk itu, kelahirannya dirayakan dengan haroa dan membaca doa syukur bersama-sama. Menurut adat Buton, haroa tersebut dibuka oleh sultan pada malam 12 hari bulan. Kemudian untuk kalangan masyarakat biasa memilih salah satu waktu antara 13 hari bulan sampai 29 hari bulan Rabiul Awal. Setelah itu ditutup oleh Haroana Hukumu pada 30 hari bulan Rabul Awal.

Masyarakat menjalankannya setiap tahun dengan membaca riwayat Nabi Muhammad. Kadangkala selesai haroa, dilanjutkan dengan lagu-lagu Maludu sampai selesai, yang biasanya dinyanyikan dari waktu malam sampai siang hari.

Haroana Rajabu

Haroa ini dilakukan untuk memperingati para syuhada yang gugur di medan perang dalam memperjuangkan Islam bersama-sama Nabi Muhammad SAW. Haroana Rajabu dilakukan pada hari Jumat pertama di bulan Rajab dengan melakukan tahlilan serta berdoa semoga para syuhada tersebut diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah.

Malona BanguaRata Penuh
Haroa ini dilaksanakan pada hari pertama Ramadhan. Pada masa silam, hari pertama Ramadhan dimeriahkan dengan dentuman meriam. Kini, dentuman meriam itu sudah tidak terdengar. Masyarakat merayakannya dengan doa bersama di rumah serta membakar lilin di kuburan pada malam hari.

Qunua

Upacara yang berkaitan dengan Nuzulul Qur’an (Qunut). Upacara ini biasanya dilaksanakan pada pertengahan bulan suci Ramadhan atau pada 15 malam puasa. Dulunya, masyarakat memeriahkannya dengan membawa makanan ke masjid keraton dan dimakan secara bersama-sama menjelang waktu sahur. Qunua dilakukan usai salat tarwih dan dirangkaian dengan sahur secara bersama-sama di dalam masjid.

Kadhiri

Upacara yang berkaitan dengan turunnya Lailatul Qadr di bulan suci Ramadhan. Upacara ini tgata pelaksanannya mirip dengan Qunua, yakni setelah salat Tarwih dirangkaikan dengan sahur secara bersama-sama di dalam masjid. Biasanya dilaksanakan pada 27 malam Ramadhan karena diyakini pada malam itulah turunnya Lailatul Qadr.


Nah, itu adalah sebagian dari haroa yang dilakukan oleh masyarakat Buton. Masih banyak jenis haroa yang lain, namun akan saya sampaikan pada tulisan yang lain. Thanks….


4 komentar:

Anonim mengatakan...

nampaknya ode ini berkompeten untuk dikader jadi lebe spy ada regenerasi lebe-lebe yang lebih muda, gaul n bersahaja. sy takt nnt terjd lost generasi dari para lebe :)

nur israfyan mengatakan...

sa speechless Kak. makasih sdh mengajak sy membaca ini.hehehehe

Unknown mengatakan...

Bang, saya merasakan banyak pemuda Buton melakukan semua itu hanya sebagai bentuk keren-kerenan karena telah melakukan ritual adat, saya juga seperti itu.

Saya masih berusaha memahami, jangan sampai semua ini menjadi sia-sia..

hasmin mengatakan...

thanks, info haroanya semoga bisa dilanjutkan tuk penelitian

Posting Komentar