Saat Menimang Novel Tanah Tabu


SETIAP kali mendengar seorang sahabat menerbitkan buku baru, saya dilanda rasa iri hati. Saya cemburu amat sangat dan berharap agar kelak sayapun bisa pula meniru jejaknya yaitu menerbitkan buku-buku baru. Sungguh..!!! Saya tak pernah iri melihat kawan yang berlimpah harta, juga tidak iri melihat teman yang memamerkan mobil baru. Tidak iri melihat kawan yang rumahnya mentereng.

Namun saya iri melihat teman yang menerbitkan buku baru. Sebab saya berpikir bahwa buku adalah sesuatu yang kekal. Buku adalah lapis-lapis aksara yang abadi dan akan tersimpan hingga ribuan tahun. Buku adalah mesin waktu yang bisa membawa siapa saja untuk mengenali kita lebih jauh, menelusuri lorong-lorong pemikiran kita, hingga menyeret orang-orang untuk bersepakat atau tidak bersepakat dengan gagasan yang kita lepaskan. Meskipun kelak sang penulisnya sudah dimakan ulat-ulat tanah, namun namanya akan tetap abadi sebab karya-karyanya akan menjadi jejak-jejak yang bertutur tentang dirinya.

Sudah beberapa hari ini saya menimang-nimang novel Tanah Tabu karya Anindita S Thayf. Saya ingin membacanya hingga tuntas dan menuliskan kesan tentang novel itu. Namun niat itu saya urungkan karena saya menunggu suasana yang tepat untuk membacanya dengan tenang. Penulis novel --yang menjadi pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2008 ini—adalah sahabat saat masih kuliah di Universitas Hasanuddin. Anin dulunya terdaftar di Fakultas Teknik Unhas, seangkatan dengan saya yaitu angkatan 1996. Saya kagum saat melihat novelnya yang jadi pemenang sayembara tersebut. Betapa tidak, juri sayembara itu adalah para sastrawan yang tersohor seperti Seno Gumira Adjidarma, ataupun Linda Christanty.

Saya benar-benar iri melihat novel karya Anin pemenang sayembara yang sangat prestisius sebagaimana novel Saman karya Ayu Utami juga pernah menang pada tahun 1998. Inilah yang membuat saya juga tercengang. Saya tak tahu sejak kapan Anin menulis. Yang jelas, selama kuliah di Unhas, saya tak pernah menemukan tulisannya di media cetak kampus, maupun media massa yang terbit di level nasional. Pada masa itu, saya cukup mengenal msiapa saja mereka yang sering menulis dan meramaikan rubrik sastra di level Makassar maupun nasional. Tetapi Anin tiba-tiba saja menerobos kepungan nama-nama para penulis yang hingga kini seolah hanya jalan di tempat dan terancam kutukan “bisa mati kafir karena tidak punya karya.”

Anin seakan menampar banyak orang yang selama ini mengklaim dirinya sastrawan dan hingga kini tak kunjung melahirkan tulisan yang segar dan berkualitas. Atas semua pencapaiannya itu, saya menyampaikan rasa salut sekaligus harapan agar kelak saya bisa meniti di jejak yang sama dengannya.

Saat menimang novelnya, saya selalu membayangkan saat-saat perkenalan dengannya. Saya mengenalnya melalui internet, melalui friendster dan selanjutnya komunikasi dilakukan melalui yahoo messenger. Saat itu, saya tidak pernah memberitahu Anin bahwa saya berprofesi sebagai jurnalis di satu koran terbitan Makassar, dan menjadi kontributor di sebuah majalah nasional. Seingat saya, saat itu kami tidak banyak membahas karya-karya sastra. Ia juga tidak pernah secara spesifik menjelaskan bahwa dirinya suka menulis sastra.

Penah pula saya janjian untuk ketemu dengannya di satu mal di Makassar. Sayang sekali, seminggu setelah bertemu, saya dipindahtugaskan ke Jakarta. Saat itulah saya mulai kehilangan kontak dengannya. Setekah memutuskan berhenti sebagai jurnalis dan lanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia (UI), Anin seolah ditelan bumi. Saya tidak tahu di manakah ia gerangan. Hingga suatu hari, ia menyapa saya di facebook dan menunjukkan link berita tentang novel barunya. Saat itulah saya menyadari bahwa Anin sudah menjadi sastrawan yang bebicara banyak di level nasional.

Tulisan di blog ini saya buat sebagai bentuk kekaguman dan apresiasi atas novel yang dihasilkannya. Selamat buat Anin..!!!

1 komentar:

anin mengatakan...

Hehe... Yusran yang ngakunya Timur Angin. Yg dulu pasang foto Tikus tapi kini (setelah wara wiri ke sana-kesini) jadi lebih narsis pasang foto diri melulu :P
Makasi atas apresiasinya, ya. Semoga menikmati novel saya dan ditunggu komentar atau resensinya. Juga ditunggu bukunya... (masih Khalil Gibran mania? :p) Keep the writing spirit ON

[^-^]
anin

Posting Komentar