BELAKANGAN ini, saya agak malas nonton tivi. Betapa tidak, televisi kita semuanya seragam. Saya tak menemukan ada isu berbeda dan unik dari sebuah stasiun tivi. Semuanya sama saja. Ketika satu tivi mengangkat isu tertentu, maka tivi yang lain akan ikut-ikutan mengangkat isu yang sama. Pantas, apa perbedaan antara satu stasiun tivi dan yang lain?
Dalam kaitan dengan liputan pemilihan presiden (pilpres), semua tivi kita menerapkan jurnalisme pacuan kuda. Mereka hanya sibuk meliput persiapan para joki, bagaimana persaingan antar kuda, serta jalannya pacuan kuda. Mereka mengabaikan bagaimana kehidupan mereka yang menonton tivi. Mereka hanya sibuk meliput bagaimana persaingan antar kandidat presiden, drama di balik pernyataan kandidat presiden yang saling sentil atau saling serang, hingga bagaimana tim sukses saling berdebat di televisi.
Coba saja hitung, berapa banyak acara tivi yang sejenis. Hitung juga berapa banyak acara tivi yang substantif mrngangkat bagaimana isu-isu yang berdenyut di jantung masyarakat kita. Kita akan menemukan betapa televisi kita tidak mendidik. Politik hanya dilihat sebagai tujuan, bukannya proses untuk menggapai sebuah tujuan. Makanya, negeri ini seolah jalan di tempat, tanpa jauh melaju ke depan.
Televisi kita mengabaikan bagaimana masyarakat yang menjadi saksi atas peristiwa tersebut. Semua isu-isu dan permasalahan yang ada di masyarakat hanya menjadi pelengkap penderita. Tidak menjadi sesuatu yang diperhatikan dan didesakkan kepada seorang capres. Makanya, jurnalisme yang dominan di sini adalah jurnalisme pacuan kuda. Jurnalisme yang sibuk memperhatikan kuda dan joki dan tidak peduli dengan bagaimana kekumuhan mereka yang menonton. Jurnalisme yang melihat politik sebagai panggung untuk disorot, tanpa mengetahui bahwa para penonton sudah mati kelaparan karena lapar yang mendera. Inilah jurnalisme pacuan kuda.(*)
0 komentar:
Posting Komentar