Benteng menjadi artefak sejarah yang paling banyak ditemukan di Pulau Buton. Mulai dari Wakatobi, bisa ditemukan benteng di Pulau Kaledupa, Tomia, hingga Wanci. Bahkan benteng juga ditemukan pada titik terjauh di Buton Utara yaitu Benteng Kulisusu. Ratusan benteng, tapi hingga kini belum ada inventarisasi atau pendataan secara detail berapa sesungguhnya jumlah benteng tersebut. Ratusan benteng itu menimbulkan pertanyaan buat saya, mengapa orang Buton di masa silam harus membangun banyak benteng?
Pertanyaan ini mestinya dijawab dengan studi sejarah yang mantap. Mungkinkah masa silam di kawasan ini adalah masa barbar di mana yang kuat selalu mencaplok yang lemah? Mungkinkah di Buton dahulu ada masa kegelapan dan mencekam, tatkala bajak laut sering berdatangan dan menganggu ketenangan semua warga?
Pertanyaan ini mestinya dijawab dengan studi sejarah yang mantap. Mungkinkah masa silam di kawasan ini adalah masa barbar di mana yang kuat selalu mencaplok yang lemah? Mungkinkah di Buton dahulu ada masa kegelapan dan mencekam, tatkala bajak laut sering berdatangan dan menganggu ketenangan semua warga?
Saya kira studi-studi sejarah yang bisa mengungkap misteri, mengapa sampai banyak benteng bertebaran di Pulau Buton. Ini menjadi tantangan untuk studi lebih lanjut yang lebih kaya. Studi masa silam ini akan menjadi lapis-lapis ingatan yang bisa memperkaya khasanah kebudayaan kita hari ini. Studi masa silam tentang benteng itu bisa menebalkan identitas kebudayaan dan pembentukan karakter orang Buton di masa kini.
Pertanyaannya yang juga menarik dijawab adalah berapa sesungguhnya jumlah benteng di Pulau Buton? Beberapa orang yang saya wawancarai selalu menggeleng. Mereka hanya mengatakan banyak, namun tidak tahu pasti ada berapa benteng di sini. Kemarin, saya bertemu arkeolog muda yang tinggal di kawasan benteng keraton Buton. Namanya Rahmat Kurniawan, namun akrab disapa La Wong. Katanya, belum pernah ada riset yang pasti tentang berapa jumlah benteng yang ada di Pulau Buton. “Saya pernah mendengar publikasi tentang jumlah benteng hingga 33 buah. Tapi saya tidak terlalu yakin. Perkiraan saya ada ratusan benteng,“ katanya.
Bagi orang Buton, apa yang disebut benteng bukanlah kawasan yang dikelilingi tembok. Benteng adalah dataran tinggi yang difungsikan sebagai tempat pertahanan. Jadi, meskipun di satu kawasan hanya ada batu yang mengelilingi, maka itu juga disebut benteng.
Wong mengatakan, di kota Bau-Bau saja, jumlah benteng ada sembilan. Padahal yang selama ini diketahui masyarakat hanya empat yaitu Benteng Keraton Buton, Benteng Sorawolio, Benteng Baadia, dan Benteng Sulaa. Kata Wong, jumlah yang sesungguhnya ada sembilan di Kota Bau-Bau. “Sayangnya, sampai sekarang belum pernah ada inventarisasi berapa sesungguhnya jumlah benteng tersebut.“
Kata Wong, benteng selalu ditemukan di dataran tinggi dan berfungsi sebagai tempat pertahanan. Sebagai arkeolog ia beberapa kali menemani tim dari luar negeri yang memetakan benteng di Buton. Katanya, pengakuan bahwa Benteng Keraton Buton adalah benteng terluas di dunia bukanlah pernyataan sepihak. Bahkan para arkeolog asingpun mengakui pernyataan tersebut.
“Dari sisi luas, benteng kita paling luas di bandingkan benteng manapun. Bahkan jika dibandingkan Benteng Somba Opu, tetap masih jauh lebih luas Benteng Keraton Buton. Yang unik, benteng di Buton bukan hanya berfungsi sebagai pertahanan. Tapi juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan,“ kata Wong.
Di antara banyak benteng itu, Benteng Keraton Buton sudah mendapat pengaruh Eropa. Sebab banyak istilah di benteng itu yang juga ditemukan pada beberapa benteng di luar negeri. Misalnya Bastion, Baluara, serta Lawa. Saya kira, benteng ini punya lapis-lapis misteri yang mesti bisa dijawab oleh para peneliti sejarah dan arkeologi. Saya sendiri sudah punya jawabannya. Namun tidak akan saya kemukakan jawaban itu di ruang yang terbatas pada blog ini. Mungkin pada tulisan lain.(*)
Pertanyaannya yang juga menarik dijawab adalah berapa sesungguhnya jumlah benteng di Pulau Buton? Beberapa orang yang saya wawancarai selalu menggeleng. Mereka hanya mengatakan banyak, namun tidak tahu pasti ada berapa benteng di sini. Kemarin, saya bertemu arkeolog muda yang tinggal di kawasan benteng keraton Buton. Namanya Rahmat Kurniawan, namun akrab disapa La Wong. Katanya, belum pernah ada riset yang pasti tentang berapa jumlah benteng yang ada di Pulau Buton. “Saya pernah mendengar publikasi tentang jumlah benteng hingga 33 buah. Tapi saya tidak terlalu yakin. Perkiraan saya ada ratusan benteng,“ katanya.
Bagi orang Buton, apa yang disebut benteng bukanlah kawasan yang dikelilingi tembok. Benteng adalah dataran tinggi yang difungsikan sebagai tempat pertahanan. Jadi, meskipun di satu kawasan hanya ada batu yang mengelilingi, maka itu juga disebut benteng.
Wong mengatakan, di kota Bau-Bau saja, jumlah benteng ada sembilan. Padahal yang selama ini diketahui masyarakat hanya empat yaitu Benteng Keraton Buton, Benteng Sorawolio, Benteng Baadia, dan Benteng Sulaa. Kata Wong, jumlah yang sesungguhnya ada sembilan di Kota Bau-Bau. “Sayangnya, sampai sekarang belum pernah ada inventarisasi berapa sesungguhnya jumlah benteng tersebut.“
Kata Wong, benteng selalu ditemukan di dataran tinggi dan berfungsi sebagai tempat pertahanan. Sebagai arkeolog ia beberapa kali menemani tim dari luar negeri yang memetakan benteng di Buton. Katanya, pengakuan bahwa Benteng Keraton Buton adalah benteng terluas di dunia bukanlah pernyataan sepihak. Bahkan para arkeolog asingpun mengakui pernyataan tersebut.
“Dari sisi luas, benteng kita paling luas di bandingkan benteng manapun. Bahkan jika dibandingkan Benteng Somba Opu, tetap masih jauh lebih luas Benteng Keraton Buton. Yang unik, benteng di Buton bukan hanya berfungsi sebagai pertahanan. Tapi juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan,“ kata Wong.
Di antara banyak benteng itu, Benteng Keraton Buton sudah mendapat pengaruh Eropa. Sebab banyak istilah di benteng itu yang juga ditemukan pada beberapa benteng di luar negeri. Misalnya Bastion, Baluara, serta Lawa. Saya kira, benteng ini punya lapis-lapis misteri yang mesti bisa dijawab oleh para peneliti sejarah dan arkeologi. Saya sendiri sudah punya jawabannya. Namun tidak akan saya kemukakan jawaban itu di ruang yang terbatas pada blog ini. Mungkin pada tulisan lain.(*)
0 komentar:
Posting Komentar