Imajinasi dan Konstruksi Pengetahuan

"Apa yang paling susah saat menulis skripsi?"
"Imajinasi"

DUA percakapan di atas saya kutip dari dialog dua orang mahasiswa yang tengah menyusun skripsi. Mereka sama-sama mendiskusikan apa yang paling sulit dalam menulis skripsi atau laporan penelitian. Saya mendengarkan dialog ini secara tidak sengaja, saat hendak memposting tulisan di blog.

Saya sepakat dengan pernyataan teman tersebut. Imajinasi merupakan satu hal paling penting dalam penyusunan laporan penelitian. Betapa tidak, saat menyusun laporan, kita sedang berhadapan dengan timbunan data dan fakta-fakta lapangan. Kita kebingungan bagaimana data dan fakta itu hendak diorganisasi dalam satu bangunan yang utuh. Jika salah mengorganisir, maka yang terbentuk bukanlah konstruksi pemikiran yang kokoh, melainkan sebuah konstruksi yang rapuh dan mudah diambruk. Ketika diterpa dengan badai argumentasi, bangunan itu akan porak-poranda dan rubuh seketika.

Menuliskan laporan penelitian ibarat membangun sebuah rumah. Kokoh tidaknya bangunan itu, akan nampak pada bagaimana konsistensi serta keseriusan kita dalam menegakkan argumentasi, menyusun hubungan antara bagian-bagian, serta bagaimana melapisnya dengan semen. Dalam hal penelitian, yang disebut semen atau penaut berbagai elemen itu hingga kokoh adalah imajinasi. Imajinasi yang akan menentukan kokoh tidaknya bangunan pemikiran yang sedang kita narasikan. Imajinasi ibarat dua kepak sayap dalam tubuh pengetahuan yang kemudian memungkinkan pengetahuan itu mengangkasa.

"Setiap peneliti sekaligus sebagai author atau pengarang," demikian kata Geertz. Seorang peneliti ibarat pengarang yang sedang menyampaikan sesuatu. Bedanya adalah, jika pengarang menyusun bangunan berdasarkan bahan-bahan yang bersifat fiksi atau pemikiran semata dan tanpa harus mengacu pada realitas, maka seorang peneliti menyusun bangunan berdasarkan bahan-bahan dari fakta lapangan. Tapi, proses menyusunnya sama saja. Kedua-duanya sama-sama menggunakan imajinasi sehingga bangunan pemikiran itu bisa kokoh. Kita menghubungkan fakta satu dengan fakta lain melalui imajinasi. Memang sih, kita tidak harus mencari hubungan-hubungan kausal atau sebab akibat, namun kita bisa menarik garis-garis hubung dari semua cerita-cerita tersebut. Di sinilah letak pentingnya imajinasi.

Bagaimanakah cara membangun imajinasi? Pertanyaan ini agak sukar dijawab. Imajinasi tak bisa dipelajari dalam kelas-kelas perkuliahan. Imajinasi adalah sesuatu yang didapat dari pengalaman-pengalaman yang dijalani seorang manusia. Semakin banyak dan semakin kaya pengalaman kita, maka semakin melambunglah imajinasi kita. Seorang anak melatih imajinasinya dengan cara rajin-rajin membaca buku dongeng, diperkenalkan dengan tradisi kisah-kisah ajaib, hingga diperkenalkan dengan kisah-kisah mukjizat. Semuanya adalah cara-cara untuk mengasah imajinasi. Keajaiban adalah sesuatu yang memperkaya imajinasi. Kita melihat sesuatu tidak dengan cara biasa, dengan cara demikian, kita bisa menciptakan keajaiban-keajaiban dalam menuliskan laporan penelitian.

Keajaiban menuntut kita untuk selalu bersikap terbuka dan tidak menutup pandangan kita dari hal-hal yang rasional hingga hal-hal yang gila sekalipun. Keajaiban adalah bagian dari imajinasi. Jadi, cara mengasah imajinasi adalah cara belajar menciptakan keajaiban-keajaiban,(*)


0 komentar:

Posting Komentar