Imaji tentang Masa Depan

TADI siang, usai ngajar Media Relations, saya singgah jalan-jalan ke Penerbit Ininnawa di Jalan Abdullah Daeng Sirua, Makassar. Di sana, saya ketemu sama Jimpe, direktur sekaligus pengelola lembaga penerbitan tersebut. Jimpe adalah salah seorang sahabat sewaktu masih kuliah di Unhas. Ia menjalani masa-masa yang menyenangkan sebab bergelut dengan buku-buku yang menarik. Maklumlah, ia menjadi direktur sekaligus editor pada lembaga penerbitan tersebut.

Berbincang dengan Jimpe, membuat saya sangat betah dengan suasananya. Saya ingin berlama-lama di situ. Betapa tidak, di sekitar kami ada begitu banyak buku yang kesemuanya sangat menarik untuk dibaca.

Selama berbincang, pikiran saya menerawang ke mana-mana. Melihat rumah itu, saya serasa melihat rumah masa depan yang saya idamkan. Berbincang di situ, seakan membangkitkan semua mimpi dan khayalan tentang masa depan.

Saya selalu menginginkan masa depan yang dipenuhi buku-buku. Saya ingin punya rumah yang tidak terlalu besar, namun penuh dengan buku. Rumah itu harus dilengkapi perpusatakaan tempat menyimpan buku serta berbagai jenis film. Bukankah telah beberapa kali saya katakan bahwa buku dan film adalah dua hal yang membuat saya betah dan senang menjalani hari-hari?
Saya membayangkan, di rumah itu kelak ada ruang baca sebagai tempat di mana saya bisa membaca dan menulis dengan tenang. Alangkah bahagianya jika kelak ruangan itu ada di lantai 2, kemudian banyak cahaya matahari serta sejuk karena dikitari tanaman. Saya ingin ruang itu hanya untuk membaca, tidak untuk ruang keluarga atau ruang bermain. Sebab membaca dan menulis adalah aktivitas yang butuh ketenangan dan sikap khusyu sehingga bisa menangkap banyak makna yang tersmbunyi dalam setiap teks.

Dunia masa depan adalah dunia yang tenang dan membahagiakan. Saya ingin banyak anak-anak yang berlarian ribut ketika saya pulang dari kesibukan. Saya ingin mendongeng dan mengenalkan mereka dengan beragam cerita. Ingin rasanya menerbangkan anak-anak menjangkau dunia impian, bercengkrama dengan para peri,bidadari, kemudian berceloteh dengan kurcaci. Sesekali saya ajak keluarga berkelana ke satu tempat, bermukim di rumah ibu dalam waktu lama, kemudian sama-sama terbang ke lapis-lapis terjauh imajinasi yang bisa dijangkau.

Saya punya mimpi tentang dunia. Saya rasa mimpi itu tidak terlalu muluk dan bisa digapai. Why not?




0 komentar:

Posting Komentar