Perenang Koin di Pelabuhan Murhum

Menjelang kapal yang kutumpangi akan merapat di Pelabuhan Bau-Bau, Buton, saya sempat mengedarkan pandang ke sekeliling dan menyaksikan banyak kapal layar yang berlabuh. Tak hanya itu, perahu berukuran kecil –warga setempat menyebutnya koli-koli-- juga memenuhi pesisir pulau. Ketika kapal yang kutumpangi mendekat, banyak koli-koli yang ikut mendekat dan didayung oleh anak-anak berusia sekitar lima hingga tujuh tahun.

Saya tersentak. Dalam usia semuda itu, anak-anak telah belajar menaklukan laut. Dengan penuh riang gembira, mereka mendayung koli-koli ke dekat kapal yang kutumpangi. Tercengang oleh kemampuan mereka mendayung, saya masih tak paham apa yang hendak mereka lakukan. Namun, ketika beberapa penumpang melempar koin ke laut, maka sang anak langsung mencebur ke laut dan menyelam hingga tak nampak dari permukaan. Tak lama kemudian, ia muncul dari laut sembari memperlihatkan koin yang berhasil didapatnya.

Laksana pemain sirkus, anak itu seakan mempertontonkan kemampuannya berenang hingga semua orang bertepuk tangan. Saya ingat, beberapa tahun lalu sebuah televisi swasta nasional menyebut anak-anak itu sebagai pengemis lautan. Saat itu, banyak orang Buton yang memprotes penyebutan tersebut. “Anak-anak itu bukan pengemis. Mereka anak para haji dan juragan kapal. Mereka menyelam koin demi kesenangan semata. Sementara ayahnya senang melihat itu karena menilai anaknya sedang latihan menaklukan laut,” demikian salah seorang tokoh masyarakat yang mengomentari itu.(*)


Bau-Bau, 19 Maret 2009



0 komentar:

Posting Komentar