Lega, Ujian Proposalku Selesai

UJIANKU akhirnya selesai digelar. Perasaanku sangat lega, seolah lepas dari sebuah beban yang sungguh berat. Selama lebih dari dua bulan, saya berjibaku dan bekerja keras demi melewati ujian proposal ini. Banyak hal yang saya lakukan demi melewati hari yang sangat menegangkan ini. Mulai dari membaca banyak jurnal internasional, mengumpulkan banyak data, menuliskan proposal tesis, hingga mengeditnya.

Namun proses yang paling melelahkan adalah bagaimana menjinakkan kekalutan berpikirku yang menganggap ini proses yang berat dijalani. Ketakutan dan kekhawatiran adalah mimpi buruk yang sering membuat langkahku gemetaran sepanjang penyusunan proposal ini. Saya takut kalau-kalau proposal ini justru melenceng jauh dari yang semestinya. Selain itu, saya juga takut kalau-kalau tulisanku tidak standar dan asal-asalan. Selama dua tahun perkuliahan, saya selalu merasa tulisanku jelek, sebagaimana yang pernah dikatakan dua dosenku yaitu Suraya Afiff dan Ninuk Kleden. Keduanya pernah mengkritik caraku menulis. Kalimat kritik mereka seakan mengiang terus di telingaku. Saya ingin membuktikan bahwa mereka salah. Saya ingin mereka tahu bahwa saya bisa melahirkan karya.

Saat konsultasi tesis adalah saat yang melegakan bagiku. Ketua programku Dr Iwan Tjitradjaja (Pak Iwan) mengatakan proposalku tidak cocok diajukan sebagai tesis. Ia bilang, mestinya proposal itu diajukan untuk program doktoral. Malah, beberapa hari sebelumnya ia meneleponku dan berkomentar bahwa proposalku punya kualitas yang excellent. Sementara Prof Achmad Fedyani Saifuddin (Pak Afid) menuliskan catatan di proposalku bahwa proposal ini intensinya besar dan sudah dikerjakan dengan sangat baik. Ia minta agar aku menajamkannya secara metodologis sehingga punya kesahihan yang bisa diandalkan.

Saya sungguh tersanjung dan tak bisa berkata apa-apa. Ternyata, dosen di UI ini begitu gentle dan mengatakan sesuatu secara apa adanya. Ketika proposal itu bagus, mereka tidak segan-segan memujinya. Demikian pula ketika satu proposal jelek, maka mereka akan mengatakan juga hal yang sama secara apa adanya. Inilah bentuk kejujuran ilmiah. Untuk itu, saya merasa diapresiasi.

Saat ujian berlangsung, saya tidak menyangka banyak peserta yang hadir. Mungkin karena judul proposalku cukup menarik dan mencolok mata, menyebabkan begitu banyak mahasiswa pascasarjana yang hadir. Saya melihat ada peneliti sejarah yang namanya cukup populer di kalangan penggiat studi sejarah, ikut hadir dan membuatku agak tegang. Pada awal presentasi saya agak nervous. Namun saat mulai menjawab pertanyaan, saya sudah merasa rileks. Saya mulai bisa menguasai forum sehingga bisa menjawab semua hal-hal yang ditanyakan. Kebanyakan orang-orang menganggap pendekatan memory studies adalah hal yang baru dalam kepustakaan antropologi dan sejarah. Pertanyaan yang muncul berkisar pada hubungan antara memory, sejarah, serta posisi penelitian. Bagiku, semua pertanyaan itu kian menunjukkan bahwa studi ini sangat penting dan bisa menyibak banyak hal. At least, saya merasa lega karena bisa mempertahankan tesis ini dan memberikan jawaban atas semua hal yang ditanyakan. Komentar Direktur Ong Hok Ham Institute, Andi Achadiat, masih mengiang di telingaku. “Saya kira ini adalah sumbangan penting dalam studi sejarah Indonesia.” Saat itu saya cuma menjawab singkat. “Tidak Mas. Saya cuma mau bermaksud menyusun tesis, tanpa punya pretensi sejauh itu. Saya hanya ingin pulang kampung dan menjadi orang biasa,” kataku.(*)

Depok, 17 September 2008


1 komentar:

joe sukisman mengatakan...

hallo yus, masih ingat aku nggak? aku joe kosmik 95. senang bisa membaca tulisanmu tapi aku tentu lebih senang lagi dapat bukumu dengan tanda tanganmu di dalamnya. Apa kabar? membaca tulisanmu, aku jadi ingat pada kecerdasanmu dan kemampuanmua memahami segala sesuatunya secara tekstual, konseptual, dan practical. Aku salut dengan pencapaianmu trus berkarya ya ciao!!!

Posting Komentar