Konro La Guntu, Kedermawanan, dan Sepakbola

konro La Guntu
HARI ini saya singgah makan sop konro La Guntu yang terletak di samping Bank BNI di Kota Bau-Bau, Buton. Konro adalah sejenis sop yang bahannya berupa daging hewan yang disajikan bersama tulangnya. Untuk memakannya, kita harus mencabik daging tersebut dari tulangnya. La Guntu adalah nama pemilik warung sop konro dan coto yang terkenal sejak lama bagi penduduk di sepanjang Pulau Buton. Sedangkan konro adalah makanan sejenis sop yang bahannya berupa daging sapi yang disajikan bersama tulangnya.

Setahu saya, makanan ini adalah khas Sulawesi Selatan. Namun, La Guntu berhasil mengolah kembali makanan tersebut dengan sejumlah bumbu yang khas dan akrab di lidah orang Buton. Dengan bumbu dan aroma yang khas dan sangat enak tersebut, konro La Guntu menjadi salah satu makanan yang terlaris di kota Baubau. Hampir semua orang yang pernah berdomisili di Baubau, pasti mengetahui letak warung konro La Guntu. Meskipun tidak semua orang pernah mencobanya, namun semua orang tahu bahwa sop konro La Guntu ini sangatlah terkenal dan menjadi branding atau cap tertentu buat mereka yang ingin menikmati hidangan daging ala sop konro. Sejak kecil, saya sudah sering mendengar kabar enaknya sop La Guntu ini. Meskipun saya juga belum pernah mencobanya, namun popularitas sop konro La Guntu sudah lama saya ketahui. Hari ini adalah kesempatan emas buat saya karena pertama kali mencoba sop yang sangat terkenal tersebut.

Keterkenalan sop ini jelas kian mempertebal pundi-pundi kantong La Guntu. Meskipun warung sejenis juga didirikan di banyak tempat di Baubau, namun tak ada yang menyamai popularitas warung La Guntu. Bayangkan saja, dengan jumlah pengunjung yang tak pernah sepi, omzet warungnya bisa mencapai puluhan juta rupiah dalam sehari. La Guntu langsung menjadi orang kaya raya. Rumahnya berdiri megah. Hartanya melimpah. Ia juga menjadi salah satu dermawan di kota Bau-Bau. Terakhir, ia menyumbang seluruh bata dan tegel demi membangun Masjid Raya Baubau yang tengah direnovasi. Kedermawanannya ini menjadi buah bibir bagi hampir semua orang di kota ini. Ketika orang menyaksikan konstruksi masjid raya yang indah, maka selalu ada bisik-bisik bahwa penyedia batu merah dan tegel untuk pembangunan masjid ini adalah La Guntu, sang pemilik warung sop dan coto.

Sedemikian terkenalnya pria ini, hingga membuat saya sangat penasaran. Bersama teman La Lulu, hari ini saya berkesempatan untuk singgah makan di warung tersebut, sekaligus bertemu langsung dengan the famous La Guntu. Saya selalu bertanya-tanya, apa sih rahasia konro La Guntu. Apakah karena rasanya yang enak dan resep rahasia? Pertanyaan itu bersarang di benakku saat pertama memasuki warung tersebut. Saya melihat warung ini tidaklah istimewa secara fisik. Suasana di dalamnya tidak jauh beda dengan warung-warung konro yang ada di tempat lain. Jumlah mejanya sekitar 20 buah. Di atas meja terdapat ketupat, kecap, garam, serta cabe. Tak ada yang istimewa. Sementara di sudut warung, di dekat pintu keluar, duduklah La Guntu sebagai kasir yang melayani mereka yang hendak membayar harga makanan.

Perawakannya sederhana. Tubuhnya agak tambun. Bajunya bukanlah baju yang mewah, melainkan baju yang sangat sederhana dan berharga murah. Hari ini ia mengenakan pakaian berupa sarung dan baju kemeja lengan pendek dengan kancing yang terbuka. Ia mengenakan topi haji berwarna hitam. Sambil melayani pembeli, ia sibuk berbincang-bincang dengan beberapa orang di situ dalam bahasa Buton yang fasih. Sesekali, satu kakinya ditopangkan ke atas kursi.

Di sela-sela mengamati La Guntu, makanan pesanan datang. Saat saya mencoba, sop konro ini rasanya enak, namun tidak begitu istimewa di lidah. Bagi saya, rasa konro ini tidak jauh berbeda dengan konro Makassar. Lantas, kalau rasa konro ini tak banyak berbeda dengan yang ada di tempat lain, lantas apa rahasia konro La Guntu? Saya masih bertanya sambil mencicipi makanan itu. Saat itu, saya kembali memperhatikan La Guntu. Ternyata, kebanyakan pengunjung warung ini cukup akrab dengannya. Atau boleh jadi, La Guntu yang sok akrab dengan pengunjung warung. Hampir semua pengunjung warung yang hendak membayar, sempat bercakap-cakap dengannya.

Dengan gayanya yang cuek, La Guntu menyapa semuanya dan berbincang. Beberapa orang pengunjung, malah sengaja mendekatkan kursi kemudian berbincang dengan bahasa Wolio sembari mengepulkan asap rokok. Mereka bercerita banyak hal, mulai dari bisnis kayu jati hingga pengalaman berlayar atau melaut. Saya serasa menemukan jawaban atas misteri warung La Guntu. Rahasia keterkenalan warung ini terletak pada sikap familiar pemiliknya. Dengan sikap santai dan memakai bahasa Wolio, ia mengakrabkan diri dengan pelanggannya. Ia melayani siapapun yang berbincang sambil merokok dan kadang-kadang tertawa terbahak-bahak. Dengan gaya komunikasi seperti ini, La Guntu berhasil membangun ikatan yang kuat dengan pelanggan warungnya. Ternyata, hobinya yang suka akrab dengan orang ini adalah strategi jitu untuk tetap mempertahankan pelanggan. Orang yang singgah ke warungnya tidak sekedar berniat makan, namun mendapatkan kenyamanan karena pembicaraan yang mengasyikkan dengan isu-isu lokal yang hangat di Buton.

Meskipun kaya, La Guntu tidak bergaya hidup seperti kelas gedongan. Mungkin ia paham bahwa ketika ia bergaya gedongan, maka pelanggannya bisa lari darinya. Ia tetap mempertahankan gaya hidup sederhana sebagai pilihan hidupnya, sekaligus menjadi strategi untuk mempertahankan pelanggannya. Ia juga berusaha mempertahankan dunia sosialnya sebab dunia itulah yang telah melimpahkan kekayaan dan anugerah kepadanya. Berjarak dengan dunia sosial adalah bencana baginya.

Mungkin alasan itu jugalah yang membuatnya suka membahas hajatan sepak bola. Entah benar apa tidak, ada teman yang bilang kalau banyak orang yang datang ke warungnya untuk bertaruh siapa yang akan menang dalam kompetisi sepak bola yang diadakan di Buton. Baru-baru ini, ada kompetisi sepak bola di Buton yang pada babak final mempertemukan tim Anoa Masega melawan tim Gabatom. Menurut seorang teman, La Guntu meramaikan suasana hajatan bola dan rajin membahas di warungnya. Di Baubau, setiap ada hajatan bola, pasti banyak para petaruh alias orang yang memasnag taruhan. Saya tidak tahu apa La Guntu ikut bertaruh apa tidak. Tapi saya yakin ia senang dengan keramaian itu. Ia menjaga hubungannya dengan dunia sosial sekaligus membangun loyalitas orang untuk selalu ke warungnya. Itulah kehebatan La Guntu.(*)

0 komentar:

Posting Komentar