Ironi Wisata Wakatobi


TERNYATA pariwisata di Wakatobi hanya menjadi komoditas yang menguntungkan bagi sedikit orang. Pariwisata hanya indah sebagai senandung bagi turis yang gandrung dengan hal-hal yang eksotis. Pariwisata hanya menakjubkan bagi mereka yang tak pernah lihat laut yang masih biru dan indah. Sementara bagi warga setempat, wisata justru menjadi mimpi buruk dan bencana karena tidak memberi manfaat bagi mereka.
Persoalan sebutan taman wisata yang indah itu hanyalah konsep belaka dari yang datang dari para pelancong. Sementara bagi orang Wakatobi sendiri, tak ada yang berubah. Hari-hari berjalan dengan biasa dan mereka masih harus melemparkan jala ke laut demi mendapatkan ikan. Malah, sejak konsep wisata itu kian dipertegas, penduduk Wakatobi justru semakin kesulitan. Para nelayan mulai dibatasi untuk menangkap ikan jenis tertentu sebab disebut pemerintah sebagai ikan langka. Tiba-tiba saja mereka harus diajari cara menangkap ikan yang benar –yang katanya tidak merusak karang. Ini jelas mengabaikan fakta bahwa sejak dulu bangsa Wakatobi telah kenyang asam garam di laut. Sejak dulu mereka sudah terbiasa menyaksikan ombak ganas dan punya setumpuk pengetahuan lokal tentang cara menangkap ikan sejak masa nenek moyang mereka dahulu.
Parahnya, belakangan ini pemerintah punya program baru. Sejumlah nelayan dilarang melaut. Mereka hanya diberi tugas menjaga sejumlah kawasan agar tidak terjadi perusakan karang. Mereka digaji Rp 600 ribu dan dilarang melaut. Seorang nelayan yang kutemui merasa stress dengan kondisi itu. Larangan melaut bagi nelayan ibarat merusak sebuah kanvas yang dimiliki pelukis. Larangan itu adalah upaya menjauhkan sang nelayan dari medan aktivitas serta panggung ekspresi bagi dirinya. Melaut bukan sekadar upaya menangkap ikan, namun upaya menemukan koordinat eksistensi dirinya. Melaut adalah panggung di mana nelayan menemukan kebahagiaan sekaligus mengaktual segenap pengetahuan lokalnya. Namun apa yang didapat sejak era wisata merambah di Wakatobi? Tidak lebih dari sebuah petaka baru.(*)


Bau-Bau, 29 April 2008

Pukul 08.26 (saat bangun pagi dan usai antar ibu)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam kenal,

Saya berminat untuk berlibur ke Wakatobi, apakah mas Yusran bisa memberi saran tempat2 apa saja yang cocok buat dikunjungi? Saya tipe petualang backpacker, beberapa tahun lalu sudah pernah naik bus dari Makassar ke Tentena, Poso, Ampena, Luwuk, Palu. Saya juga pernah bertualang ke Aceh, Sabang, keliling Jawa Tengah dan Timur nyari bangunan tua dan candi.
Minat saya adalah budaya asli, peninggalan sejarah, pantai pasir indah, alam bawah laut. Tapi cuma bisa snorkling, saya takut laut dalam...
Sebelumnya terimakasih banyak.
Salam,
Elly di Surabaya ellykookoo@yahoo.com

Anonim mengatakan...

Salam kenal,

Saya berminat untuk berlibur ke Wakatobi, apakah mas Yusran bisa memberi saran tempat2 apa saja yang cocok buat dikunjungi? Saya tipe petualang backpacker, beberapa tahun lalu sudah pernah naik bus dari Makassar ke Tentena, Poso, Ampena, Luwuk, Palu. Saya juga pernah bertualang ke Aceh, Sabang, keliling Jawa Tengah dan Timur nyari bangunan tua dan candi.
Minat saya adalah budaya asli, peninggalan sejarah, pantai pasir indah, alam bawah laut. Tapi cuma bisa snorkling, saya takut laut dalam...
Sebelumnya terimakasih banyak.
Salam,
Elly di Surabaya ellykookoo@yahoo.com

Posting Komentar