Aku Kesal pada Prof Fedyani?

AKU mulai kesal karena dosenku Prof Achmad Fedyani Saifuddin –yang disapa Prof Afid-- mulai jarang masuk mengajar. Hari ini adalah untuk kesekian kalinya ia tidak masuk mengajar. Di saat aku sudah mandi dan siap-siap untuk ke kempus, tiba-tiba pengelola jurusan menelepon dan berkata singkat, “Yusran, hari ini Prof Afid tidak masuk.“ Aku menghembuskan napas kecewa dan hanya bisa mengurut dada. Seingatku, kuliah Organisasi Sosial: Struktur dan Proses baru digelar empat kali. Itupun, aku tak masuk sehari. Sementara waktu perkuliahan akan segera berakhir pada 8 Desember mendatang.

Apakah aku kecewa? Yup, tentu saja aku kecewa berat. Apakah dia tak paham kalau perkuliahan akan segera berakhir, sementara belum ada serpih jejak pengetahuan yang disapukannya di kanvas otakku? Apakah dia tak paham kalau pikiranku mulai dijalari rasa gamang akan pengetahuanku yang hanya setetes? Ketakutanku untuk meninggalkan kampus Universitas Indonesia (UI) tanpa membawa amunisi pengetahuan yang mumpuni untuk membidik realitas. Ketakutan akan berjejalan di gerbong para pencari kerja yang berjalan kaki di tengah panas terik, memakai kemeja, dan membawa map berisi ijazah magister antropologi UI. Apakah dia tak paham kalau untuk bisa mengikuti kuliahnya, aku harus mengorbankan semua duit serta kekayaanku agar bisa bayar SPP di kampus yang mahal itu?

Dengan segala rasa takut serta gamang itu, apa yang dilakukan Prof Afid? Ia hanya menambah panjang baris ketakutan itu. Alih-alih menambah tebal pundi-pundi pengetahuan, ia malah menjadi katalis dari kian bodohnya aku karena terhalang dari cahaya pengetahuan yang mestinya ia pancarkan..........


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Behalf of my dad, I apologize for the inconvenient situation that occured that day. Surely, there was an urgent circumstance that couldn't allow him to be present for the lecture. But, I salute for your alacrity of knowledge, which makes me even proud to be his daughter. Knowledge is power, keep searching for the light to prohibit the stupidity.


Regards,


Kartina W Saifuddin

Posting Komentar