Menanti Senyuman Dewi Themis

LEGENDA Yunani kuno menuturkan kisah tentang Dewi Themis, dewi keadilan yang sebelah tangannya memegang sebilah pedang, sedang satunya timbangan. Matanya terutup sebagai pertanda kalau hukum dan keadilan tak pernah memandang siapa pun.

Kisah tentang Themis adalah kisah tentang keadilan yang coba dihadirkan manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Hukum hadir untuk menyempurnakan ritus perjalanan manusia menuju kesempurnaan. Melahirkan satu tatanan sosial yang berkeadilan dan berkeadaban.

Dalam konteks hukum, Indonesia hingga kini tak juga mampu menemukan satu formula untuk memangkas korupsi sistematik di lembaga negara. Inilah negeri yang hanya mampu mengadili koruptor "teri" sementara koruptor "kakap" terus berkeliaran dan lari ke luar negeri.

Segala pranata hukum yang dilahirkan dari pemerintahan ke pemerintahan seakan tak berdaya ketika harus menyentuh sejumlah pengusaha the Untouchables (tak tersentuh). Mereka dengan bebas melangkah, bahkan bisa bertingkah di tengah situasi silang sengkarut dan carut-marut di belantara hukum.

Apalagi, data tingkat korupsi Indonesia yang dikeluarkan lembaga Transparecy International di tahun 2005, masih menunjukkan kalau Indonesia berada pada peringkat enam dari 158 negara. Ini masih jauh lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2004, di mana Indonesia berada pada peringkat kelima.

Sebagai spirit, Dewi Themis adalah mimpi bagi pendamba keadilan di manapun. Tak terkecuali Indonesia. Tahun 2005 bisa ditahbiskan sebagai tahun di mana pemberantasan korupsi sedang mengalami musim semi.

Berbagai kasus korupsi di antaranya korupsi Komisi Pemilihan Umum (KPU), korupsi dan suap di lembaga peradilan hingga korupsi yang melanda Bank Mandiri dan PT Jamsostek. Semuanya perlahan tersingkap dan terjawab.

Ini tak lepas dari persepsi atas beberapa prestasi KPK. Kehadiran lembaga ini, berawal dari Inpres No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Keppres No 11 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Gaung pemberantasan korupsi terus didengungkan pemerintah seiring dengan hadirnya KPK. Prestasi KPK adalah menyeret koruptor "kakap" ke pengadilan adhoc Tipikor, membongkar tender di KPU, menangkap basah pengacara Puteh, Popon, di Pengadilan Tinggi Jakarta. Paling akhir adalah "menohok" kasus mafia peradilan di benteng keadilan Mahkamah Agung RI.

Dalam struktur penegakan hukum kita, KPK tidaklah sendirian. Lembaga lain adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang mulai mengumumkan hasil investigasinya pada korupsi anggaran negara, baik itu di KPU, BLBI, ataupun departemen agama.

Sayangnya, dari sisi kelembagaan KPK seakan-akan bekerja sendirian. Seakan-akan, lembaga in tidak mendapatkan dukungan berarti dari lembaga lain yaitu eksekutif dan legislatif. Ini menjadi agenda bagi pemerinta untuk menata sistem pengawasan agar tidak saling tumpang tindih.(yusran darmawan)

0 komentar:

Posting Komentar