Membunuh Sepi di Jakarta

AKU di Yogya mulai Jumat hingga Senin. Di hari Selasa, aku mulai gelisah. Aku ingin ke Jakarta. Rencanaku, aku ingin mencari informasi pendaftaran di Universitas Indonesia (UI).

Aku tahu betul kalau aku tak punya banyak duit untuk melanjutkan kuliah di jenjang magister. Namun, aku rasa segala sesuatu haruslah dicoba. Barangkali butuh sedikit kenekadan untuk memenuhi ambisiku yang tengah bergejolak.

Aku berangkat dari Yogya naik bus malam menuju Jakarta. Saat berangkat, aku sempat clash dengan seorang calo di Terminal Giwangan. Calo itu menipuku dan membelikan bis kelas ekonomi. Padahal, aku minta dibelikan kelas eksekutif.

Terpaksa, aku tukar dengan tiket bis eksekutif malam hari Meskipun, konsekuensinya adalah harus melewati perjalanan jauh melalui Pantai Utara. So, perjalanan yang sungguh melelahkan.

Bis berangkat dari Yogya pada pukul 8 malam. Setelah tiba di Solo, bis sempat lama menunggu dan berangkat menuju Semarang. Setelah itu bergerak menuju Jakarta. Bis itu menyusuri pantai utara, sebuah perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan.

Untunglah, di kursi sebelahku, ada seorang gadis manis. Rasanya, ini kebetulan yang menyenangkan, bisa melalui hari dengan seorang teman yang bisa diajak berdiskusi macam-macam.

Namanya Hertina Saragih. Ia wanita asli Batak yang tengah belajar di satu universitas di Bandung. Anaknya putih, mungil, dan cantik. Sepanjang perjalanan, ia terus berkisah tentang perjalanan cintanya, keluarganya, serta banyak hal. Ah, perjalanan yang mengasyikkan.

Di Jakarta, aku ketemu sama teman kuliahku dulu yaitu Dery. Ia menjai wartawan di satu majalah otomotif di Jakarta. Kariernya sangatlah menanjak. Itu terlihat dari begitu besarnya animo dan kepercayaan bosnya pada dirinya.

Aku bercerita banyak padanya. Dery mengajakku ke rumahnya. Kami berbincang tentang banyak hal seharian bahkan menjelang tidur pun, kami masih bercerita banyak.

Dery masih seperti dulu. Ia masih memiliki vitalitas dan semangat khas anak kuliahan. Aku tahu betul, kalau ia adalah satu dari sekian anak Unhas yang belum rela meninggalkan kampus. Ia masih setia mengikuti apa wacana yang tengah marak di Unhas. I masih peduli dengan Kosmik, lembaga mahasiswa tempat kami dulu bersama-sama.

Aku mendengarnya setiap ceritanya. Aku senang mendengar semua yang disampaikannya.

Bagiku Dery adalah satu dari sedikit orang yang sangat menjunjung tinggi persahabatan. Sungguh beruntung aku yang bisa menjadi sahabatnya.

Selain bersama Dery, aku juga menemui sahabatku Eka Sastra. Ia menemaniku ke Kwitang, Senen, untuk melihat banyak buku-buku lama. Ia juga mengajakku ke kampus UI Salemba.

Rasanya, keinginanku untuk sekolah mulai tak tertahankan. Aku mulai tak tahan untuk mulai menata impianku. Setidaknya, ini adalah impianku sejak dulu. Waktu satu tahun, sudah cukup untuk mulai mencari tantangan baru.

Aku rasa, setiap orang membutuhkan tantangan demi bisa menjaga ritm hidupnya. Dan, bagiku tantangan terbesar saat ini adalah menuju bangku kuliah. Semoga Allah memberikan jalan yang lapang untuk itu

0 komentar:

Posting Komentar