Sepuluh Catatan Atas Film Fantastic Beasts 2




Akhirnya, rasa haus itu berhasil dipadamkan. Setelah lama menanti jadwal tayang film Fantastic Beasts 2: The Crimes of Grindelwald, saya menonton film itu di hari kedua penayangannya.

Sebagai penggemar berat Harry Potter, saya sudah lama menanti-nanti karya terbaru penulis JK Rowling. Saya tak ingin berbagi spoiler atas film ini sebab beberapa orang sudah mengancam agar saya tidak membocorkan cerita film.

Saya hanya ingin berbagi beberapa kesan saya atas film ini yang kian melengkapi semesta Harry Potter.

Pertama, film ini hanya bagi mereka yang paham kisah Harry Potter. Jika bukan, pasti akan sulit memahami logika dan alur kisah dalam film ini. Sebagaimana film sebelumnya, film ini mengulas peristiwa sebelum Harry Potter muncul.

Makanya, beberapa nama di sini sangat familiar. Misalnya: Albus Dumbledore, Nicholas Flamel, Lestrange, dan sekilas muncul Minerva McGonagall.

Kedua, berbeda dengan Harry Potter, film ini terlihat kelam dan berat. Jangan bandingkan dengan film superhero dari Marvel yang ringan, lucu, dan menghibur. Film ini seperti film detektif yang sedikit kelam dan penuh teka-teki. Pada bagian awal adalah pengenalan situasi dan tokoh, selanjutnya masuk pada satu demi satu misteri.

Ketiga, sosok-sosok dalam Fantastic Beast 1 hadir kembali dalam film ini. Favorit saya adalah Newt Scamander, tokoh utama, yang penyayang binatang. Jika film sebelumnya hanya berkutat di Amerika Serikat, setting film kedua lebih banyak di Eropa.

Film kedua ini adalah lanjutan dari film pertama. Namun, kisahnya menjadi lebih berliku dan menarik. Beberapa orang di Twitter, kesulitan mengikuti jalinan kisahnya. Menurut saya, mereka bukan pencinta berat Harry Potter. Jika mengikuti serial yang terlaris di dunia itu, pasti punya gambaran awal bagaimana dunia magis di film ini.

Keempat, sebagaimana film sebelumnya, ada banyak binatang sihir muncul dalam film. Favorit saya adalah hewan sihir dari Cina yang sepintas mirip barongsay. Wajahnya seperti macan, tapi punya gigi yang menonjol seperti babi hutan.

Hewan favorit saya di film pertama muncul lagi. Hewan itu adalah Nifflers, hewan seperti bebek yang paruhnya lebar, serta sangat menyukai koin emas. Hewan ini akan punya peran penting yang membantu Newt Scamander. Hewan lain yang juga muncul adalah Bowtruckles, sejenis tunas hijau yang selalu masuk di kantung Newt.



Yang mengejutkan saya adalah sosok Nagini, yang ternyata mulanya berwujud perempuan Asia, serta terkena kutukan sehingga bisa menjadi ular. Dalam film, jelas-jelas disebut Nagini berasal dari Indonesia, Ini sama persis dengan pengakuan JK Rowling di Twitter kalau Nagini diambil dari mitologi Indonesia. Sayang sekali karena gagal diperankan artis Indonesia. 

Kelima, struktur kisahnya mirip dengan kisah Harry Potter. Jika dalam serial itu, ada penjahat tengik yakni Lord Voldemort, maka di kisah Fantastic Beasts ada Gellert Grindelwald. Keduanya sama-sama tipe penjahat yang rasis dan punya pandangan bahwa hanya kelas tertentu yang pantas berkuasa.

Baik Voldemort dan Grindelwald sama-sama punya barisan pengikut, yakni orang-orang yang berpikiran sama. Saya pikir, ini adalah bentuk kritik JK Rowling pada sejumlah orang yang masih saja percaya pada pemahaman rasis bahwa ada orang yang punya warisan pemimpin, sehingga apa pun yang dikatakannya adalah benar.

Orang-orang yang rasis ini hanya percaya pada kebenaran dalam versi yang dipercayainya. Ketika dihadapkan dengan fakta lain, maka pasti akan menyangkal. Kekuasaan seolah jatuh dari langit dan hanya diberikan pada kelas tertentu.

Keenam, dalam pandangan saya, film ini gagal menampilkan sosok Grindelwald sebagai penyihir jahat yang penuh ambisi. Saya tak melihat ada adegan mengerikan sebagaimana Voldemort membunuh banyak orang dalam serial Harry Potter.

Malah, ketika hendak lari dari kereta terbang yang membawanya ke penjara, Grindelwald tidak tega mencederai kusir kereta. Jika penjahat besar dan sadis, tak mungkin dia menyelamatkan orang tak bersalah. Pasti dia akan selalu mengeluarkan kutukan Avada Kedavra.

Ketujuh, kunci utama yang membuat film ini berkesan adalah adegan terakhir saat masa lalu Credence, anak lelaki yang menghancurkan New York dalam film sebelumnya, diungkap. Tapi saya tidak akan membocorkannya di sini.

Kedelapan, jika saya simpulkan, figur paling utama di film ini bukanlah Newt Scamander, melainkan Albus Dumbledore. Dalam film, Albus memilih tetap di Hogwart dan menolak tugas untuk menangkap Grindewald. Ternyata, keduanya saling mengenal, malah membuat sumpah darah untuk tidak saling menyakiti.

Dalam satu adegan, Dumbledore melihat dirinya pada cermin tarsah, gambaran yang muncul adalah Grindewald. Artinya, itulah figur yang paling dia cintai, sebagaimana Harry Potter yang melihat cermin dan muncul ayah ibunya.

Dalam film ini, Dumbledore digambarkan sebagai guru yang baik, sabar dalam mengajarkan Pertahanan pada Ilmu Hitam, hingga membimbing Newt Scamander serta Lestrange.

Kesembilan, sebagai satu semesta yang rencananya akan keluar dalam lima film, teka-teki dan misteri diungkap pelan-pelan, serta tetap punya pertalian dengan kisah Harry Potter. Dalam film, beberapa adegan yang diambil di Hogwart membuat rasa rindu pada semesta Harry Potter menebal.

Rowling paham benar bahwa pembaca Harry Potter kini telah dewasa. Mereka pasti menginginkan kisah ini lebih menantang. Maka kisahnya sengaja dibuat berliku, dan beberapa fakta akan membuat orang terkaget-kaget. 

Misalnya, Dumbledore yang dalam kisah Harry Potter adalah sosok bijaksana, bisa jadi, masa mudanya tidak sebijaksana itu.

Setiap orang selalu punya sisi lain yang akan memperkaya kematangan dan kedewasaannya. Demikian pula masa lalu setiap orang selalu ada warna-warni. Dengan menerima semua warna, baik hitam ataupun putih, seseorang bisa semakin dewasa dan bijaksana.

Kesepuluh, tanpa bermaksud menyimpulkan, babak final dari film ini adalah pertarungan antara Albus Dumbledore versus Grindelwald.



Dalam beberapa buku Harry Potter, pertarungan ini beberapa kali disebut sebagai duel sihir yang paling mencekam. Semua penggemar Harry Potter pasti paham tentang hal ini. Hanya saja, untuk menuju ke klimaks itu, banyak hal yang harus diurai lebih dahulu.

Sebagaimana pernah saya catat dalam tulisan lain, kekuatan kisah Harry Potter adalah selalu tumbuh dan berkembang. Semua karakter punya sisi lain yang unik dan masa silam sehingga membentuk dirinya pada satu masa. Karakter pembacanya pun terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan karakter dalam buku yang dibacanya.

Dalam kisah lanjutan yang tetap ditulis JK Rowling ini, banyak karakter yang diperkenalkan. Kenyataan akan diurai lebih kompleks sebab ini bukan kisah anak-anak yang belajar sihir demi mengalahkan seorang penjahat besar, melainkan kisah orang-orang dewasa yang sama-sama sakti, saling mengenal, dan tahu kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Saya tak sabar menunggu pertarungan final itu.


0 komentar:

Posting Komentar