Jusuf Kalla |
DI balik sosok yang tenang itu, tersimpan
banyak cerita-cerita yang jarang diketahui publik. Pada suatu malam, ia pernah
menggertak empat anggota Laskar Jihad dengan suara keras. Ia meradang karena
anggota Laskar Jihad itu mengatasnamakan aspirasi kelompok Islam. Apakah empat
pria bersorban itu ikut meradang dan menyakitinya? Inilah sisi lain dari Jusuf
Kalla.
***
DI tepi Jembatan Turi di Sorong Papua
Barat, lelaki itu duduk menghadapi dagangannya berupa ikan-ikan kecil. Ketika
aku datang memotret, ia tersenyum ramah. Lelaki itu memelihara jenggot lebat di
dagunya. Ia sibuk melayani pengunjung pasar yang sesekali menawar ikannya.
Ketika melihat beberapa orang, ia menyapa
dengan bahasa yang kukenal baik. Ia memakai bahasa Buton, yang kukenali sejak
masih kecil. Tapi aku tak punya waktu untuk berbincang. Aku memilih untuk
mengikuti seorang anak Papua yang memancing di atas perahu.
Seusai memotret di pelabuhan, aku lalu
singgah ke sebuah warung kopi. Kembali, aku bertemu lelaki itu. Saat itu, semua
orang menyaksikan layar televisi yang menampilkan berita tentang lelaki kurus
Joko Widodo mengumumkan siapa sosok yang menjadi calon wakil presidennya. Saat
Jusuf Kalla muncul di layar televisi, mata lelaki di dekatku itu langsung
berbinar-binar. Ketika Jusuf Kalla berpidato, matanya tiba-tiba menggenang. Bulir
air mata jatuh satu demi satu.
Aku lalu pindah duduk ke dekatnya. Kami
berjabat-tangan kemudian banyak bercerita. Ia berkisah tentang kehidupannya di
tanah Papua. Sebut saja namanya La Barandi. Ia adalah seorang
warga Ambon keturunan Buton yang mengungsi ke Papua. Ketika kutanya tentang
alasan mengungsi, ia sempat terdiam. Ia lalu berkata lirih bawa ia mengungsi
sejak konflik Ambon berkecamuk dan banyaknya pembunuhan yang mengatasnamakan agama.
Di tahun 1999, Ambon laksana Palestina.
Dua kelompok bertikai demi memperebutkan supremasi. Masing-masing kelompok
mengatasnamakan agama. Konflik dipicu sebuah peristiwa, yang kemudian berimbas
ke banyak orang. Banyak laskar yang mengatasnamakan agama datang ke Ambon untuk
berkonflik.
Sebagaimana dicatat sosiolog Thamrin Amal
Tomagola, JK melakukan langkah-langkah yang tak biasa. Ia mendatangi semua
pemimpin masyarakat. "Yang sangat mengerti konflik Ambon hanya JK. Dia
mendatangi setiap kelompok. Setiap bapak raja, ibu raja dia datangi. Dan dia
tahu petanya. Dia juga yang berinisiatif untuk mendamaikan ketika banyak orang
justru ingin berperang.”
Kisah tentang Ambon telah banyak ditulis.
Namun La Barandi, lelaki yang menemaniku minum kopi ini, punya cerita lain yang
jarang diketahui publik. Peristiwa yang paling diingatnya adalah ketika JK
menerima empat anggota Laskar Jihad di rumahnya, pada suatu malam.
suasana di Jembatan Turi, Sorong |
para penari di Sorong |
La Barandi masih mengingat kisah itu
dengan detail karena ia adalah salah seorang yang menemui JK. “Waktu itu kami
sengaja datang untuk menunda perdamaian. Laskar kami tak rela berdamai. Kami
masih mau menegakkan perang suci di Ambon. Kita umat Islam banyak dirugikan di
sana,” katanya.
Saat itu, Laskar Jihad memang sengaja
dipanggil untuk berdiskusi tentang penyelesaian konflik Ambon. Anggota laskar menolak
diskusi dengan JK, meskipun akhirnya tetap juga mengirimkan empat orang
pimpinannya. Keempatnya datang menemui JK yang saat itu ditemani oleh Hamid
Awaluddin, sosok yang kemudian menandatangani perjanjian Helsinki demi
mengatasi konflik Aceh. Ketika bertemu, terjadilah dialog, sebagaimana
dikisahkan La Barandi.
“Begini saja. Kita langsung ngomong terbuka saja. Saya minta saudara-saudara ikut dalam kesepakatan damai ini. Saya sudah keliling dan temui banyak orang. Semua sudah setuju,” kata JK memulai pembicaraan.“Tidak Pak. Kita harus pahami dulu apa aspirasi umat Islam. Damai itu gampang, tapi banyak masalah yang tidak selesai ketika berunding,” kata La Barandi.
Prak!!!
JK lalu menggebrak meja. La Barandi
terkejut. Ia terbiasa melalui banyak perkelahian di Ambon. Ketika JK menggebrak
meja, ia langsung siaga. Teman-temannya juga siaga, meskipun sama-sama gentar
melihat lelaki kecil itu tiba-tiba saja marah.
“Kalian tak usah ajari saya tentang aspirasi umat Islam ya. Umat Islam selalu cinta damai. Umat di Maluku juga mau damai. Jangan cari-cari alasan. Tidak ada umat Islam yang tidak mau damai, sebab kalau dalam suasana rusuh, mereka tak bisa ke masjid. Kalau rusuh terus, umat Islam tidak bisa silaturahmi dengan saudaranya,” kata JK dengan suara meninggi.“Kami butuh persiapan Pak. Kita harus perhatikan grass-root. Umat Islam sedang terdesak,” kata seorang anggota Laskar Jihad.“Kamu jangan ragukan komitmen saya sama Islam. Silakan cek dari kakek saya hingga anak-anak saya. Kalau anda anggap umat Islam sedang terdesak, mari kita cari jalan penyelesaiannya. Hanya damai yang jadi solusi. Kalau mau damai, tak perlu persiapan. Begitu mau damai, ya damai. Tak usah atasnamakan grass-root. Saya sudah temui banyak orang di Ambon. Semua sepakat untuk damai,”“Persoalannya tidak sesederhana itu Pak. Kami ke Ambon karena umat Islam tertindas di sana. Melindungi mereka adalah ibadah,”“Persoalannya sederhana. Anda yang membuatnya tidak sederhana. Apakah mendamaikan orang itu bukan ibadah? Kalau Anda mau melindungi umat Islam, segera buat perdamaian. Jangan cari alasan lagi,” kata Pak JK mengakhiri diskusi.
La Barandi mengakhiri kisahnya. Ia lalu
meminum kopi kemudian termenung. Aku menyaksikan dirinya yang tiba-tiba saja
terkenang kembali saat-saat ketika umat Islam dan Kristen berkonflik di Ambon.
Bagiku, beberapa bagian dari kisahnya pernah kudengar langsung dari Hamid
Awaluddin, yang kemudian menjadi tangan kanan JK untuk mengurusi perdamaian.
Aku teringat dengan presentasi seorang
teman di Brandeis University, Amerika Serikat. Ia menjelaskan tentang peran
yang dilakukan JK saat konflik Ambon. Katanya, yang membuat pendekatan JK tak
biasa adalah karena ia menolak tindakan pemerintah yang hanya menurunkan brimob
dan tentara untuk mengatasi konflik. JK menolak jika Ambon diselesaikan ala
koboi yakni saling hajar dengan pestol di tangan. Ia menolak operasi militer
yang kemudian menempatkan seseorang pada posisi jagoan karena membunuh banyak
orang.
Bagi JK, konflik harus diselesaikan dengan
memahami akar konfliknya. Sungguh menarik, di saat banyak ilmuwan sosial
terjebak dengan pandangan Islam versus Kristen di sana, JK justru melihat
masalah yang lebih serius terletak pada adanya ketidakadilan ekonomi, serta
kesenjangan. Itulah sebab, mengapa ketika dirinya menjadi wakil presiden, ia
terus mengupayakan keadilan ekonomi di kawasan timur. Ia bertekad untuk memutus
rantai kemiskinan dengan cara membangkitkan kemandirian dan keadilan ekonomi.
kapal nelayan di Sorong |
pinang yang dijual di pasar |
Aku lalu merenung. Masyarakat kita
terlanjur melihat ketegasan dan keberanian sebagai sikap berbicara lantang
dengan mata melotot. Tak banyak yang memahami bahwa di balik tubuh kecil
seperti Pak JK, terdapat kharisma besar yang menundukkan sejumlah pihak yang
bertikai. Semua orang bisa menampik, namun jejak-jejak yang ditorehkan JK di
Poso, Ambon, Aceh, hingga Myanmar dan Filipina adalah bukti nyata yang berkisah
tentang makna ketegasan, serta perlunya memosisikan semua orang sebagai subyek
yang harus didengarkan.
Di sudut warung kopi di kota Sorong, La
Barandi telah membuka banyak titik kesadaran di dalam batinku. Ia membuka
mataku agar lebih terang melihat cahaya. Di arena pilpres nanti, ada dua pasang
kandidat yang akan bertarung. Satu kubu punya reputasi sebagai seorang yang dengan
senjata di tangan melakukan sejumlah operasi militer. Di kubu lain, terdapat
dua sosok yang bekerja dan berkarya untuk orang banyak. Duet dari sosok bekerja
dengan peluh demi memastikan rayatnya dilayani oleh pemerintah, serta sosok
pencegah konflik dan penebar ikhtiar perdamaian yang menghadirkan senyum bagi
banyak orang di daerah konflik.
Semuanya tergantung Anda. Selamat memilih!
14 komentar:
Bang Yus, sepertinya kita berada pada baris yg sama. Haha. Sy suka tulisannya.
Kecil bukn berati lemah..
Pendek bkn berarti tak nyampe..
Ttp semangat pak Jk...
Doaku menyertaimu...
Ikut...!
Saya seorang netpreneur. Feeling saya mengatakan Jokowi-JK lah yg harus dipilih.. Tapi, orang2 intelek disekitar saya, lbh condong ke Prabowo-Hatta...akhirnya saya bilang ke setiap orang yg bertanya, bahwa saya pilih Prabowo-Hatta.. Walaupun sebenarnya feeling terdalam saya sampai saat ini tetap lebih ke Jokowi-JK
bagus sekali, kisah seperti ini yg tidak boleh luput dan hilang tertelan nafsu keserakahan, thanks bung, ikut nyebarin ya
Setujuhhhhh
Setujuhhhhh
Saya pilih no.2 walau terus terang sy akan susah krn saya kerja Di tender alkes...
Bagus,,,,ewako... :)
Ewako,,,,"ayam jantan dr Timur"...slam 2 jari.
Pemaparan yang bagus sekali.
Pesan yang kuat. Kita memang harus jeli dalam melihat sebuah masalah.
Jauh sebelum dia terpilih jd Gub DKI,, sy sdh merasakan Jokowi akan jd presiden,, apalagi ketika dia berpasangan dg JK.. Sy sdh tidak sabar menunggu sosoknya memimpin negeri ini .
Pak Jokowi dn pak JK mang pilihan rakyat .
Mantap......
Posting Komentar