PADA
awalnya, diriku yang sakit demam. Tapi aku menganggapnya angin lalu. Namun
ketika anakku Ara yang sakit, dunia ini tiba-tiba berubah. Berbagai rasa
bercampur aduk di kepalaku. Mulai dari panic, bingung, gelisah, serta sedih
melihat tubuh kecil itu harus demam dan sering menangis. Akan tetapi, ini
menjadi momen emas bagiku untuk belajar menjadi seorang ayah.
Kemarin,
Ara terserang demam. Suhu tubuhnya terus meninggi. Ia seolah kehilangan
keceriaan. Biasanya, hari-harinya adalah tertawa dan bermain. Kemarin, ia lebih
banyak diam. Ia juga jadi mudah sensitive. Ia mudah menangis. Bahkan ketika
ibunya hendak ke toilet, ia akan menangis tersedu-sedu, hinggaakhirnya aku
menggendong dan berusaha menenangkannya.
Benar
kata banyak orang, ketika dirimu punya anak, maka kamu tidak akan memikirkan
dirimu lagi. Kamu akan jauh lebih peduli pada dirinya. Aku tak peduli dengan
kondisiku yang juga tengah drop. Aku tak peduli dengan diriku yang melemah. Aku
hanya memikirkan Ara. Aku lebih sedih ketika melihatnya kehilangan keceriaan,
sesuatu yang selama dua bulan ini ikut mewarnai hari-hariku.
Di
tengah situasi ini, aku teringat kalimat bahwa sebuah keluarga ibarat sebuah tubuh. Ketika satu sakit, maka bagian tubuh
lainnya akan merasakan sakit. Kalimat ini amat benar. Aku telah
merasakannya.
NB
-
Ini tulisan lama yang belum sempat diposting.
-
Sayang sekali kalau tulisan ini hanya mengendap
di laptop.
2 komentar:
haaahhh inikan sdh pernah diposting
Benar sekali yang kita ungkapkan daeng...kita akan merasakan sakit yg sangat dan seandainya bisa...biarlah kita yg merasakan sakitnya.
salam untuk Ara ^_^
Posting Komentar