TERIRING
ucapan terimakasih kepada Aceng Fikri. Ia telah menunjukkan watak birokrat kita
yang sesungguhnya. Lewat pernikahan yang cuma empat hari itu, ia menunjukkan
watak kekuasaan yang sedemikian bebas melakukan apapun. Kekuasaan itu ibarat pedang yang bisa menebas
siapapun. Di negeri yang para pejabatnya serupa raja ini, kekuasaan menjadi
cambuk yang menghardik banyak orang. Dan Aceng Fikri menunjukkan pada kita
bahwa cambuk kuasa itu hadir lewat tindakan menganggap diri paling benar, dan
yang lain adalah salah.
Melalui
pernikahan yang empat hari itu, Aceng Fikri telah mengajarkan kepada kita semua
bahwa lelaki lebih superior, lebih berkuasa, memiliki hak untuk menjatuhkan
talak. Sementara wanita tak punya hak bicara. Wanita sering berada pada posisi
sub-ordinat. Mereka tak berdaya. Bahkan ketika bunga-bunga hatinya mekar karena
baru saja menikah, wanita bisa kehilangan harapan ketika SMS dengan berita
cerai itu datang.
Melalui
sikap menganggap diri paling benar, Aceng Fikri telah mengajarkan pada seluruh
rakyat Indonesia, bahwa agama ibarat karet gelang yang bisa ditarik ulur ke
manapun. Ia amat fasih mengutip hadis dan ayat. Ia amat piawai menjelaskan
hukum-hukum perkawinan, meskipun ia tak begitu piawai memahami perasaan perempuan.
Ia telah menjadikan agama serupa tanah liat yang dibentuk sesuka hati. Bahkan
untuk sebuah perkawinan empat haripun, agama bisa menunjukkan kata ‘benar’ atas
apa yang dipilihnya.
Negeri
ini membutuhkan Aceng Fikri untuk menyingkap watak para pejabat kita.
Mereka-mereka yang menjadi pejabat adalah mereka yang seolah memiliki kuasa
hebat di tangannya sehingga berbuat apapun. Mereka-mereka yang menjadi bupati
adalah pemik tahta kebenaran yang bisa mengendalikan smeua aturan, termasuk
aturan agama, demi membenarkan segala yang dilakukannya.
Tak
berlebihan jika negeri ini membutuhkan Aceng Fikri. Ia amat layak ditempatkan
pada satu posisi hebat di mana semua orang bisa belajar tentang kekuasaan
bekerja. Aceng tak pantas menjadi bupati. Ia lebih pamtas menjadi presiden agar
semua orang bisa memahami apa seungguhnya yang terjadi di panggung kuasa. Maka
panggung itu menjadi terang-benderang, sebagaimana panggung yang disorot
cahaya.
Athens, 8 Desember 2012
1 komentar:
cuma mau bilang, "trimaksih Pak Aceng"
Posting Komentar