PERNAHKAH Anda menulis tentang diri sendiri? Pasti susah minta ampun. Sekarang ini aku sedang berusaha menulis tentang diri sendiri. Tapi tiba-tiba saja aku kehilangan kata. Tidak tahu harus memulai dari mana. Apakah mesti menceritakan masa kecil, pengalaman sehari-hari, ataukah peristiwa-peristiwa penting dalam hidup. Kesimpulanku: ternyata tidak mudah menulis tentang diri sendiri. Jauh lebih mudah menulis profil tentang orang lain.
Rata-rata kampus di Amerika Serikat (AS) dan Eropa mencantumkan prasyarat untuk menjadi mahasiswa adalah mesti memperkenalkan diri melalui Personal Statement. Kita mesti bercerita seheboh mungkin, tapi tidak berbohong, tentang diri kita, apa kelebihan kita, pengalaman serta obsesi kita di masa depan. Kita harus mempresentasikan diri kita sebaik mungkin. Dengan cara bercerita seperti itu, maka pihak kampus lalu menilai sejauh mana minat anda bersesuaian dengan program studi yang mereka tawarkan. Kalau klop, maka mereka lalu mengirim Letter of Acceptance sebagai tanda bahwa anda telah diterima sebagai warga kampus.
Kata temanku, secara kultur, orang Amerika amat percaya diri. Sejak kecil mereka diajarkan untuk berpikir realistis, mengenali potensi dirinya, tahu sampai batas mana kelebihan dan kekurangannya. Mereka juga terbiasa bercerita tentang sejauh mana mereka mengenal dirinya. Pantas saja jika kampus-kampus di sana meminta calon mahasiswa agar menulis singkat tentang profil diri.
Bagaimanakah jika kebijakan itu diterapkan di Indonesia? Dugaanku, orang-orang Indonesia akan terkejut dan tidak tahu harus mulai dari mana. Kita bangsa Indonesia terbiasa membicarakan segala hal tentang orang lain, dan tidak paham tentang diri sendiri. Jauh lebih banyak manusia Indonesia yang tidak mengenali dirinya, tidak tahu apa kelebihan dan kekurangannya (nah ini yang paling kabur), namun ketika ditanya tentang orang lain, maka mengalirlah kisah dari A sampai Z. Kita jauh lebih melek terhadap semut di seberang lautan, ketimbang gajah di pelupuk mata.
Padahal, proses pengenalan diri itu sangat penting agar kita tidak kebablasan dalam bergaul dengan sesama. Agar kita tidak arogan dalam bergaul, tidak bertindak semaunya, dan memahami posisi ataupun kemampuan orang lain, sehingga kita bisa menempatkan diri dengan baik. Pantas saja jika Rasulullah pernah berkata barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.
Kupikir, konsep mengenali diri ini bukan saja mengetahui sejauh mana kelebihan dan kekurangan. Namun jauh melampaui definisi itu. Konsep mengenal diri adalah konsep ketika seseorang bisa menafsir segala hal tentang dirinya, menyelami dirinya secara mendalam dan mengetahui bahwa dirinya dan diri manusia lain tiak lebih dari material yang sifatnya fana atau gampang punah. Seseorang memahami kesementaraan dirinya, kemudian mulai mencari-cari celah-celah pengetahuan yang menjlaskan posisi dirinya, posisi semesta di sekitarnya, hingga akhirnya pengetahuannya kian mendaki dan mulai mempertanyakan siapa pencipta segala sesuatu.
Nah, kembali pada pertanyaan awal, ketika anda diminta menceritakan diri anda, apa yang akan anda katakan? Pasti jawabannya dilematis. Kita orang Indonesia takut bicara jujur tentang kelebihan. Kita takut nanti dikira sombong. Sementara pada saat bersamaan, kita juga tisak siap mengisahkan kekurangan kita sendiri. Malah ketika ada orang lain yang mengungkap kekurangan itu, kita mudah tersinggung. Padahal, boleh jadi itu adalah ungkapan jujur. Kita lebih suka menjadi apa yang tertulis dalam pribahasa: buruk muka cermin di belah. Iya khan?
1 komentar:
Dengan mengenal diri kita juga akan mengenal Sang Kekasih dan dalam prosesnya kita akan sadar kita bukan apa-apa bukan siapa-siapa bahkan kita tidak ada yang ada hanya Sang Kekasih. Tahukah kalau hadis Nabi Muhammad itu merupakan hadis favorit para sufi?
Posting Komentar