SIAPA bilang buat buku itu sulit? Banyak orang yang terjebak mitos seolah-olah membuat buku itu amat sulit. Bagi saya dan teman-teman Respect, membuat buku itu amat mudah. Saya tidak asal ngomong. Pengalaman membuat dua buah buku bisa menjadi tolok ukur bahwa saya dan teman-teman sudah merasakan bagaimana suka-duka membuat buku. Maka, jangan salahkan jika kami pongah dan mengatakan bahwa buat buku itu mudah. Tidak sesulit yang disangkakan orang.
Salah satu problem dunia perbukuan di Tanah Air adalah dikte atau kuasa dari penerbit. Mereka hanya mau membuat buku yang kira-kira bisa diserap oleh pasar. Ketika sebuah naskah dianggap susah dijual, maka mereka enggan untuk menerbitkannya. Padahal, boleh jadi itu hanyalah akal-akalan penerbit saja. Itu kan pendapat para penerbit saja. Mereka selalu mengatasnamakan pasar, sementara apa yang disebut pasar itu adalah kriteria mereka sendiri. Saya yakin tabiat pasar susah ditebak. Bahkan oleh penerbit bergengsi sekalipun, pasti sulit menebak.
Buktinya, sekitar sepuluh penerbit pernah menolak naskah Harry Potter yang disodorkan JK Rowling. Mereka berkilah kalau naskah itu pasti susah dijual. Tatkala sebuah penerbit berani menerbitkannya, naskah itu langsung meledak dan menjadi capaian terbesar dalam sejarah. Dan sebagaimana bisa ditebak, para penerbit yang menolak itu hanya bisa gigit jari. Rasain deh!!
Tanpa bermaksud membandingkan dengan Harry Potter, dalam waktu dekat ini saya dan teman-teman Respect akan menerbitkan buku ketiga yang berjudul Negeri Seribu Benteng. Kembali kami menerbitkan sebuah buku yang digali dari kearifan lokalitas. Kami memungut mutiara-mutiara dari perjalanan sejarah masa silam di masyarakat yang selanjutnya disajikan untuk memperkaya masa kini. Kami hendak menerabas mitos seolah-olah membuat dan menerbitkan buku itu sulit. Buktinya, kami sanggup menghasilkan buku baru.
Kami hendak mengatakan kepada banyak budayawan lokal bahwa kami bisa membuat sesuatu yang abadi dalam sejarah. Tidak hanya berkoar-koar dan bangga dengan pencapaian saja. Kami telah menghasilkan produk berpikir, sesuatu yang gagal mereka persembahkan. Kamilah anak-anak muda yang hendak menobrak kebuntuan berpikir.
Maafkan kalimat yang angkuh di atas. Jika buku yang kami hasilkan bisa disebut jelek, maka jawablah dengan sebuah buku pula yang lebih baik. Inilah tantangan. Dan jika ada yang menjawab tantangan ini, betapa bahagianya masyarakat Buton yang iklim perbukuannya semakin bergairah.
Maafkan kalimat yang angkuh di atas. Jika buku yang kami hasilkan bisa disebut jelek, maka jawablah dengan sebuah buku pula yang lebih baik. Inilah tantangan. Dan jika ada yang menjawab tantangan ini, betapa bahagianya masyarakat Buton yang iklim perbukuannya semakin bergairah.
Insyallah, buku ketiga bisa segera dicetak. Mudah-mudahan, hasilnya bisa lebih baik dari dua buah buku yang sebelumnya kami terbitkan. Sebagai flashback, saya tampilkan sampul dua buah buku yang sebelumnya terbit. Yakinlah bahwa buku ketiga nantinya akan jauh lebih baik dari buku pertama. Saya sangat yakin akan itu.(*)
2 komentar:
wah..selamat ya.. Semoga suatu saat bisa turut membaca naskah2 berharga itu..;-)
membuat buku gampang-gampang susah kak..smoga segera terbit bukunya..:)
Posting Komentar