Bertemu Waria Cantik Maumere


Herlin


TADINYA, aku tak menyangka bahwa di sebelah toko kecil di Jalan Dr Wahidin, Kota Maumere, Kabupaten Sikka, terdapat sebuah salon kecantikan. Ketika datang untuk mem-print beberapa dokumen, pelayan toko datang dengan wajah yang agak seram. Ketika kutanyakan berapa harga print selembar, suaranya terdengar agak melambai. Ia tersenyum saat menyarankan agar potong rambut. Eh, ternyata ia seorang waria bernama Herlin.

Aku sempat kecele. Secara fisik, ia agak angker. Ternyata senyum dan tawa riang tak pernah bisa sirna dari wajahnya saat berdialog. Di toko kecil itu, ia mengelola usaha warung internet serta print dokumen. Tak hanya itu, ia juga memiliki usaha rias pengantin serta jasa penyewaan baju-baju pengantin di Maumere. Ia nampak sukses.

Aku mengenal beberapa sahabat waria. Herlin adalah tipe yang mudah diajak ngobrol. Ia menunjukkan beberapa foto dirinya di ruangan kecil itu. Ia berpose dengan beberapa artis era 1980-an, seperti Meriam Bellina, Rano Karno, ataupun Nia Dicky Zulkarnain. Ia mengaku dahulu bekerja sebagai juru rias para artis di Jakarta. Makanya, ia punya banyak teman artis.

“Saya cukup lama di Jakarta. Dulunya, saya jadi asisten Rudy Hadisuwarno sebagai penata rambut. Saya juga menjadi pengurus Persatuan Artis Film Indonesia atau Parfi. Kalau ke Jakarta, harus lapor dulu. Hihihi,” katanya.

Saat itu, aku datang bersama sahabat perempuan yang bekerja sebagai fasilitator di Maumere. Sahabatku itu ikut berbincang dengan Herlin. Tapi entah kenapa, Herlin hanya menawariku memotong rambut. Ia suka mengerling ke arahku. Ketika berpromosi tentang wisata Gunung Kelimutu, Herlin menawariku untuk menumpang mobilnya.

“Soal harga sewa, itu urusan belakangan. Yang penting kita bisa sama-sama senang ke Kelimutu,” katanya sedikit genit. Saat itu, aku langsung perikir bahwa barangkali perjalanan ke Kelimutu akan menyenangkan. Namun, sepertinya aku lebih memilih alternatif lain, ketimbang meminjam mobil Herlin. Barangkali, akan lebih baik kalau kami menyewa mobil rental ke sana.

Saat hendak meninggalkan tempat itu, Herlin masih sempat berteriak, “Kalau ke Maumere lagi, jangan lupa ke sini yaa. Kita kan saudara,” katanya. Aku tersenyum lebar. Kepadanya kuucapkan banyak terimakasih atas keramahan dan kebaikan hatinya telah membantuku. Aku lalu menjawab, “Sampai ketemu lagi Mas Herlin. Eh salah. Maksudku, Mbak Herlin.” Aku tersenyum.

Kulihat ia sedikit cemberut.




1 komentar:

Voril Marpap said...

okok.. ^_^

Post a Comment